Anjing (Canis lupus
familiaris) menurut para ahli adalah hewan mamalia yang telah mengalami
domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu, bahkan kemungkinan
sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan
fosil dan tes DNA.
Anjing dalam fiqih atau yurisprudensi islam termasuk
salah satu hewan yang dinilai najis menurut jumhur ulama, sedangkan
menurut malikiah (pengikut madzhab maliki) anjing merupakan
hewan yang suci. Walaupun jumhur menilai anjing sebagai hewan najis, namun
status kehormatan hewan ini tidak lantas menjadi hina dan rendah, karena poros
permasalahan antara najis dan tidak terhormat merupakan bahasan yang berbeda
berdasarkan pemaparan para ulama dalam literatur karyanya seperti Maushu'ah Fiqhiah Kuwaitiah yang ditulis oleh Kementrian Urusan Agama Kuwait.
Ditinjau dari sisi muhtaram (terhormat) dan ghoir
muhtaram (tidak terhormat), Nyatanya tidak semua anjing dinilai hewan
yang tidak terhormat, melainkan hanya anjing yang galak saja yang dikategorikan
sebagai hewan ghoir muhtaram, sedangkan anjing yang jinak dan tidak
melukai manusia termasuk hewan yang muhtaram dan dilarang
untuk dibunuh atau disiksa, sebagaimana keharaman membunuh dan menyiksa hewan
yang terhormat pada umumnya seperti sapi, kerbau, kambing, kucing, burung dara,
dan semisalnya.
Bahkan, secara historis, anjing termasuk salah satu hewan yang disebutkan
didalam al-Qur’an. Bukan main-main, posisi anjing dalam cerita al-Qur’an pada
surat al-kahfi termasuk salah satu hewan yang mempunyai tugas mulia yaitu
menjaga dan menemani hamba-hamba Allah yang mencari perlindungan dari
kedzaliman, sebagaimana telah masyhur diketahui.
Syekh Nawawi Al-Bantani, setelah menjelaskan kenajisan anjing, beliau
memaparkan bahwa anjing memiliki sifat-sifat baik yang seharusnya ada pada
pribadi muslimin. Berikut ini sari pati dari ucapan beliau dalam karyanya kasyifa
saja’ syarah safinah :
“Pada anjing terdapat pekerti terpuji yang seyogyanya seorang mukmin
tidak melepasnya :
1. Anjing senantiasa dalam keadaan lapar, dan ini merupakan sifat
orang-orang shalih.
2.
Pada waktu malam anjing hanya tidur sebentar, dan ini merupakan sifat
orang-orang yang ahli tahajjud.
3.
Andai pada suatu hari dia diusir seribu kali maka dia senantiasa di pintu rumah
tuannya, dan ini merupakan sifat orang-orang jujur dan setia.
4.
Jika dia mati maka dia tidak meninggalkan warisan, dan ini merupakan tanda
orang-orang zuhud.
5.
Dia merasa puas / rela atas bagiannya di bumi dengan tempat yang paling rendah, dan
ini merupakan tanda orang-orang ridha dan Qana'ah.
6.
Dia memandangi setiap orang yang melihatnya sehingga dilemparkannya sesuap
makanan untuknya, dan ini merupakan akhlaq orang-orang miskin.
7.
Andai debu dilemparkan terhadapnya maka anjing tidak marah dan dengki, ini
merupakan akhlaq para pecinta.
8.
Apabila tempatnya dikuasai maka dia akan meninggalkan tempatnya dan berjalan ke
tempat lain, dan ini merupakan sikap seorang pemuja yang sejati karena ia tau bahwa apa yang ditetapkan oleh tuhannya lebih baik dari pada apa yang dia usahakan dan inginkan.
9.
Apabila dia diberi sesuap makanan maka dia memakannya dan senantiasa makan
sesuap makanan, dan ini merupakan tanda orang-orang yang qona'ah / menerima apa
adanya.
10.
Apabila dia bepergian dari suatu daerah ke daerah lain maka dia tidak berbekal,
dan ini merupakan tanda orang-orang yang tawakkal.”
Kendatipun terdapat sifat baik didalamnya,
sebagaiamana makhluk lainnya, anjing-pun memiliki tabi'at buruk yang perlu diambil
pelajaran untuk tidak ditiru. Imam Ghazali dalam magnum opus nya ihya ulumidin menjelaskan
lebih lanjut tentang hal-hal yang perlu dihindari dari karakter dan prilaku
anjing, sifat-sifat tersebut ialah :
1. Gemar menjulurkan
lidah, maksudnya adalah senang mengikuti syahwat, baik diberi peringatan atau
tidak dia akan tetap menjulurkan lidahnya.
2. Suka menerkam, maksudnya adalah
melukai orang dan makhluk lain.
3. Suka merobek dengan cakarnya, maksudnya adalah merusak kehormatan orang atau makhluk lain.
Dikisahkan pula, seorang ahli sufi yang mengambil pelajaran dari seekor
anjing jalanan, Suatu hari Abu Yazid Al-Busthomi seorang imam sufi
kelahiran persia yang terkenal dengan kesalehan dan kema'rifatannya mendapat
ilmu berharga dari seekor anjing di tepi jalan. Seperti biasa, Abu Yazid suka
berjalan sendiri di malam hari. Lalu beliau melihat seekor anjing berjalan
terus ke arahnya. Ketika anjing itu menghampiri beliau, Abu Yazid mengangkat
jubah yang dipakainya, karena khawatir tersentuh anjing sehingga jubah nya akan menjadi najis.
Tiba-tiba anjing itu pun berhenti dan memandangnya. Entah bagaimana Abu
Yazid seperti mendengar anjing itu berkata padanya :
"Tubuhku kurus kering dan tidak akan menyebabkan najis padamu.
Kalaupun engkau merasa terkena najis, kau cukup membasuh jubah kehormatanmu itu
sebanyak 7 kali dengan air dan tanah, maka najis itupun akan hilang. Tapi jika
engkau mengangkat jubahmu kerana menganggap dirimu lebih mulia, lalu
menganggapku anjing yang hina, maka najis yang menempel di hatimu itu tidak
akan bersih walaupun engkau membasuhnya dengan 7 samudera lautan".
Mendengar itu, Abu Yazid tersentak dan meminta maaf kepada anjing
tersebut. Sebagai tanda permohonan maafnya yang tulus, Abu Yazid lantas
mengajak anjing itu untuk bersahabat dan jalan bersama. Namun anjing itu
berjalan pergi seolah berisyarat menolaknya, Abu Yazid kembali mendengar ucapan
anjing yang entah bagaimana sampai kehati beliau, seolah anjing tersebut
berkata :
"Engkau tidak patut berjalan denganku. Karena mereka yang
memuliakanmu akan mencemooh dan melempari aku dengan batu. Aku tidak tahu mengapa
mereka menganggapku hina, padahal aku berserah diri pada Allah SWT sang
Pencipta wujudku ini. Lihatlah aku... aku tidak menyimpan dan membawa sebuah
tulang pun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum,"
Abu Yazid pun terdiam dan berkata: "Duhai Allah, untuk berjalan
dengan seekor anjing ciptaan-Mu saja aku tidak layak. Bagaimana aku merasa
layak berjalan bersama dengan-Mu, ampunilah aku dan sucikan hatiku dari segala
kotoran."
Sejak peristiwa itu, Syeikh Abu Yazid senantiasa memuliakan dan
mengasihi semua mahluk Allah tanpa syarat. Kisah ini mengingatkan kita sebuah
pesan indah yang difirmankan Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an :
لَا تُزَكُّوْٓا
اَنْفُسَكُمْۗ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى
Janganlah kamu
menganggap dirimu suci. Dialah Allah
dzat yang maha mengetahui tentang orang yang bertakwa. ( QS.
An-najm, ayat 32)
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua hal yang
terlihat kotor adalah sesuatu yang hina. Tidak semua yang disangka menjijikan
itu tak bermanfaat. Setiap makhluk yang diciptakan pasti memiliki kemanfaatan
dan peran masing-masing dalam kerajaan-Nya. Hikmah akan selalu bersemayam
dipandangan mereka yang tenang jiwanya karena ilmu, iman dan tuntunan.
Pesan lain yang tersirat dari uraian diatas adalah tidak ada makhluk
yang sempurna dan serba bisa, dan tidak perlu pula untuk di ada-adakan. Bisa
saja, kekurangan yang kita presepsikan melekat pada makhluk lain merupakan
kelebihan dipandangan orang lain, bahkan tuhan. Manusia itu aneh, kemarin ia
hanya setetes air yang hina, sekarang menjadi gumpalan daging yang bisa
berbicara, dan esok hanya tergeletak ditanah menjadi bangkai semata, namun
alangkah luar biasa sombongnya makhluk yang katanya paling sempurna.
seolah tak cukup bergelimang dosa dengan segala pembelaannya, ia tak
segan merendahkan setiap hal yang terpantul dipandangan bola matanya, dan
ketika ia memohon hajat dihadapan tuhannya dengan
congkak ia menagih segera, sampai lupa siapa yang "Tuhan" dan siapa yang "Hamba". Saat ia dihadapan makhluk lainnya, setan, iblis dan kroni-kroninya-lah yang ia salahkan karena telah menggoda jiwa dan hatinya yang ia anggap
rapuh, pipih dan suci. Kejinya, ia pura-pura lupa bahwa musuh yang berbisik dihatinya
bukan hanya setan belaka melainkan ada nafsu yang sengaja ia pelihara sekian lama
sebagai teman sejati sekaligus tolak ukur kata "sukses" bagi
kehidupannya. Semoga hikayat ini dapat menyentuh hati yang tak sadar telah lama
terluka dan berlumur nanah karena terlalu larut & khusyu bercumbu dengan sang kekasih yang ia sebut "dunia". Cukuplah Nabi Muhammad SAW sebagai
satu-satunya makhluk yang paling sempurna dengan seluruh sifat dan perangainya.
M. Rifqy Aziz
Syafe’i