Artikel ini akan membahas dengan ringkas permasalahan bunga bank konvensional tanpa memperinci urgensitas, dampak negatif, dalil-dalil dan uraian argumentasi tiap pihak yang terlibat dalam menilai dan memutuskan hukum, karena hal tersebut sudah banyak dijelaskan oleh para ulama dan para ahli didalam penelitian ilmiah mereka yang telah tersebar luas dan mudah didapat. selain itu, mencantumkan hal diatas akan memperpanjang bahasan sehingga keluar dari jati diri & tujuan “ringkasan” itu sendiri, yaitu “sederhana & mudah difahami”.
DESKRIPSI
Bunga bank adalah biaya yang dibayarkan saat membayar jasa atas peminjaman uang yang diberikan oleh bank dalam periode tertentu. Penentuan bunga ditentukan oleh bank sesuai kebijakannya melalui persentase dari jumlah simpanan atau jumlah pinjaman.
Transaksi yang terdapat bunga didalam bank konvensional adalah hutang-piutang dan simpanan (menabung).
Macam-macam bunga yang terdapat dalam bank konvensional ada dua macam :
Pertama, Bunga simpanan, yaitu
bunga yang diberikan oleh bank sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah
yang menyimpan uangnya di bank, seperti jasa giro, bunga tabungan, atau bunga
deposito. Bagi pihak bank, bunga simpanan merupakan harga beli.
Kedua, Bunga pinjaman, yaitu
bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh
peminjam kepada bank, seperti bunga kredit. Bagi pihak bank, bunga pinjaman
merupakan harga jual.
PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN
Diantara para ulama yang
menghalalkan bunga bank adalah sebagai berikut :
Syeikh Al Jum’ah
Syeikh Ahmad Tayyib
Syeikh Muhammad Sayyid Thantawi
Syeikh Muhammad Abduh
Syeikh Abdul Wahab Khallaf
Syeikh Mahmud Syaltut
Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah
Para ulama yang
menghalalkan bunga bank konvensional secara garis besar berpendapat bahwa bunga
bank tidak sama dengan riba’ yang hukumnya haram. Diantara argumentasi
kelompok ini adalah “Bunga Bank tidak sama dengan riba karena bunga bank
konvensional merupakan bagi hasil atas usaha bersama. Meski
pembagian hasil itu sendiri sudah ditentukan nilainya di awal, hal itu sah-sah saja karena sudah melewati proses saling ridha di
antara kedua belah pihak”.
PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN
Diantara para ulama yang
mengharamkan bunga bank adalah sebagai berikut :
Syeikh Yusuf Qaradhawi
Syeikh Mutawalli
Sya’rawi
Syeikh Abu Zahrah
Syeikh Muhammad
al-Ghazali
Syeikh Wahbah Zuhaili
Majelis Ulama Indonesia
Para ulama yang
mengharamkan bunga bank konvensional secara garis besar berpendapat bahwa bunga
bank sama dengan riba’ yang mana hukumnya haram. Diantara argumentasi kelompok
ini adalah sebagai berikut “Bunga bank sama dengan riba karena
di dalamnya terdapat
unsur penambahan. Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya terdapat
unsur penambahan, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit
maupun banyak”
POSISI NAHDHATUL ULAMA
Pada Munas ‘Alim Ulama
NU di Bandar Lampung tahun 1992, terdapat tiga pendapat tentang hukum bunga
bank
Pertama, Pendapat yang
mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya
adalah haram.
Kedua, Pendapat yang
tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh.
Ketiga, Pendapat yang
mengatakan bunga bank hukumya syubhat.
Meskipun ada perbedaan
pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih berhati-hati ialah
pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram. Munas juga memandang
perlu untuk mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan
hukum Islam.
KESIMPULAN
Ulama sepakat bahwa riba
hukumnya adalah haram. Namun, ulama tidak sepakat bahwa bunga bank adalah haram,
sebagian menyatakan bunga bank sama dengan riba sehingga diharamkan,
sedangkan sebagian lain menyatakan bunga bank tidak sama dengan riba
dan dihalalkan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa masalah
bunga bank adalah masalah khilafiyah yang setiap ulama memiliki pendapat, pertimbangan dan argumentasi berbeda .
POLEMIK YANG TERJADI
Terlepas dari perbedaan pendapat fiqih tentang bunga bank konvensional dan aktifitas
perbankan, terdapat polemik berkaitan dengan bunga bank konvensional yang benar-benar terjadi ditengah masyarakat khususnya dinegara indonesia. sekurang-kurangnya adalah empat hal berikut ini :
Pertama, keberadaan bank yang
dibutuhkan oleh berbagai negara didunia. Jika diperhatikan saat ini penggunaan
kertas bertuliskan rupiah, dolar, riyal, ringgit, semua itu bukan uang dalam
arti yang sebagaimana dikenal di masa lalu. Benda-benda tersebut bukan
representasi dari emas ataupun perak, tetapi 100% adalah benda yang diproduksi
oleh lembaga keuangan yang bernama "Bank". Dengan demikian, selama masih menggunakan uang masyarakat pasti bersentuhan dengan bank konvensional yang didalamnya terdapat aktifitas "bunga", bahkan bagi orang yang tidak menggunakan jasa bank sekalipun.
Kedua, mayoritas negara menilai sah dan mengikuti sistem perbankan konvensional yang sudah pasti didalamnya terdapat
aktifitas bunga. Hal ini pula yang membuat para raja minyak di negeri-negeri Arab
‘terpaksa’ menyimpan uang mereka di bank-bank Eropa. Dengan alasan ini para
ulama di sana memperbolehkan karena pertimbangan faktor hajat atau kebutuhan
mendasar yaitu demi keamanan, kemudahan dan ketertiban
Ketiga, aktifitas dan prinsip keuangan hampir keseluruhan negara dalam skala internasional menganut faham serta menggunakan bunga konvensional. Diantaranya adalah persoalan hutang suatu negara ke negara lain. Dengan demikian, negara yang tumbuh dan hidup dengan berhutang sudah pasti bersentuhan dengan "bunga" baik sukarela maupun terpaksa.
Keempat, tunjangan, fasilitas, dan dana lain yang diberikan oleh negara baik untuk bantuan sosial, pendidikan, maupun keagamaan melibatkan bank konvensional yang mana didalam bank tersebut tidak terlepas dari aktifitas bunga.
Solusi individual yang dapat diambil agar terlepas dari jerat bunga bank konvensional adalah tidak melakukan interaksi secara langsung dengan bank konvensional baik melalui cara tidak menabung maupun tidak berhutang kepada bank konvensional. Solusi memungkinkan lain yang dapat ditawarkan dalam hal ini adalah mendirikan bank dengan sistem "syariah" dan membuatnya berlaku secara internasional, namun kenyataannya perkembangan bank syariah masih belum mampu mendominasi ekonomi perbankan dunia sehingga masih perlu perjuangan lebih lanjut untuk mewujudkannya, selain itu perlu diperhatikan pula dari sistem sampai pelaksanaan pada bank tersebut agar benar-benar sesuai dengan label "syariah" yang dilekatkan kepadanya, tidak hanya sekedar mengganti istilah akad dengan frasa arab atau fiqih lintas madzhab saja. Solusi yang dapat ditawarkan selanjutnya adalah dengan membuat sistem keuangan dunia bersih dari akad-akad yang diharamkan oleh fiqih, tentunya untuk mewujudkan hal ini akan lebih sulit dari pada solusi pertama dan kedua.
Polemik diatas perlu juga untuk diperhatikan dalam pengambilan keputusan hukum & memilih pendapat yang akan dijadikan pegangan, karena hukum fiqih ketika sudah dewasa dan matang pasti akan selalu bergumul dan membumi dengan fakta realitas yang ada ditengah masyarakat tidak hanya menjadi konsep kosong belaka, walaupun tentunya fakta realitas dilapangan tersebut tidak dapat berperan dalam penetapan hukum secara mandiri.
CARA MENYIKAPI
Setelah diketahui bahwa persoalan bunga bank adalah masalah khilafiyah fiqih, maka cara menyikapi perbedaan tersebut adalah dengan mengedepankan asas saling toleransi dan saling menghormati. Setiap orang terutama masyarakat awam bebas untuk memilih pendapat manapun yang ingin ia ikuti dalam permasalahan khilafiyah fiqih seperti ini.
Bagi anda atau orang yang menilai
bahwa bunga bank konvensional adalah haram maka dapat mengikuti dan merujuk
pendapat para ulama yang mengharamkan. Jadi, bagi orang yang mengikuti pendapat
ini terdapat dorongan kuat untuk keluar dari pekerjaan sebagai staff bank
konvensional karena bekerja didalam bank sama saja dengan bekerja dibawah orang
yang memerintahkan untuk berbuat riba. Dengan demikian, ujroh (upah/gaji) dari
melakukan hal yang haram akan menjadi sesuatu yang haram pula. Solusi dalam hal
ini adalah segera membuka usaha atau mencari pekerjaan baru yang didalamnya menggunakan praktek mu’amalah
yang sah dan halal sehingga pendapatan atau upah yang didapat dihukumi halal.
Bagi anda atau orang yang menilai
bahwa bunga bank konvensional adalah halal maka dapat mengikuti dan merujuk
pendapat para ulama yang membolehkan. Dampak yang terjadi ketika menghalalkan
bunga bank konvensional adalah kehalalan transaksi dengan bank baik sebagai
pekerja maupun pelanggan. Jadi, bagi orang yang mengikuti pendapat ini tidak terdapat dorongan kuat baginya untuk keluar dari pekerjaan sebagai staff bank karena pekerjaan dan transaksi yang dilakukan adalah shahih sehingga ujroh (upah / gaji) yang diterima
juga halal.
Kendatipun demikian,
dalam fiqih terdapat kaidah “al khuruju minal khilafi mustahabun” yang
artinya keluar dari perbedaan pendapat adalah hal yang dinilai sangat
baik, maka jika ada yang mengharamkan & ada yang membolehkan sikap yang
utama adalah meninggalkannya. Cara keluar dari perbedaan pendapat ini adalah
dengan tidak terlibat didalam aktifitas yang diperselisihkan seperti dalam
masalah bunga bank konvensional ini baik sebagai pemegang kebijakan, pemilik
usaha, pekerja, maupun pelanggan. Dengan demikian, akan sangat baik bagi
pemilik kebijakan seperti pemerintah untuk mengalihkan sistem keuangan negara
dan perbankan dengan sistem yang tidak mengandung bunga bank
konvensional atau hal yang serupa, akan sangat baik bagi pemilik usaha Bank untuk
tidak menerapkan sistem bunga atau mendirikan bank bersistem syariah dengan tidak hanya sekedar mengganti istilah sebutan akad saja, hal ini pastinya akan berpotensi menambah minat nasabah dari kalangan muslimin atau pihak yang kontra dengan bunga bank sehingga peluang bisnis dan lapangan pekerjaan menjadi lebih luas yang tentunya akan menghasilkan keuntungan pada setiap pihak, akan sangat baik bagi pekerja bank konvensional
untuk membuka usaha atau mencari pekerjaan lain yang tidak mengandung akad mu’amalah fasid atau yang
diperselisihkan keabsahannya, dan akan sangat baik bagi pelanggan untuk tidak
melakukan transaksi yang terdapat bunga didalamnya.
Waullohu A'lam Bi Showab
M. Rifqy Aziz Syafe'i