TERJEMAH AYYUHAL WALAD



( Terjemah ini ditulis untuk sekedar memudahkan, bukan sebagai rujukan utama, oleh sebab itu utamakan mengaji langsung kepada guru )






KITAB AYYUHAL WALAD


IMAM ABU HAMID AL-GHAZALI







بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang



سَبَبُ تَأْلِيْفِ هٰذِهِ الرِّسَالَةِ

Sebab-sebab penyusunan Risalah Ini


اَلْحَمْدُ لِلّٰـهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ وَآٰلِهٖ أَجْمَعِيْنَ.


Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, akibat yang baik hanyalah bagi orang-orang yang bertaqwa. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan atas Nabi-Nya yaitu Nabi Muhammad dan segenap keluarga serta keseluruhan sahabatnya.


إِعْلَمْ أَنَّ وَاحِدًا مِنَ الطَّلَبَةِ الْمُتَقَدِّمِيْنَ، لَازَمَ خِدْمَةَ الشَّيْخِ الْإِمَامِ زَيْنِ الدِّيْنِ حُجَّةِ الْإِسْلَامِ أَبِي حَامِدٍ مُحَمَّدٍ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغَزَالِي رَحِمَهُ اللهُ، وَاشْتَغَلَ بِالتَّحْصِيْلِ وَقِرَاءَةِ الْعِلْمِ عَلَيْهِ، حَتَّى جَمَعَ دَقَائِقِ الْعُلُوْمِ، وَاسْتَكْمَلَ فَضَائِلَ النَّفْسِ، 


Ketahuilah, bahwa pada zaman dahulu ada seorang penuntut ‘ilmu yang senantiasa berkhidmat kepada Tuan Guru al Imam Zainuddin Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad al Ghazali -semoga Allah mengasihinya-. Dan ia sangat tekun dalam menuntut dan mengkaji ‘ilmu kepada beliau sehingga dapat menguasai beberapa ‘ilmu dengan detail dan dapat meraih kesempurnaan jiwa.


ثمَّ إِنَّهُ تَفَكَّرَ يَوْمًا فِي حَالِ نَفْسِهِ، وَخَطَرَ عَلَى بَالِهِ فَقَالَ: إِنِّي قَرَأْتُ أَنْوَاعًا مِنَ الْعُلُوْمِ، وَصَرَفْتُ فَي رَيْعَان عُمْرِيْ عَلَى تَعَلُّمِهَا وَجَمْعِهَا، وَالْآَنَ يَنْبَغِي لِى أَنْ أَعْلَمَ أَيُّ نَوْعِهَا يَنْفَعُنِي غَدًا وَيُؤَنِّسُنِي فِي قَبْرِي؟ وَأَيُهَا لَا يَنْفَعُنِي حَتَّى أَتْرُكَهُ؟.


Kemudian pada suatu hari ia berfikir tentang keadaan dirinya dan terlintas suatu hal dalam benaknya, lalu ia berkata; Sungguh aku telah mempelajari berbagai macam ‘ilmu, dan aku telah menghabiskan usia mudaku untuk belajar dan menghasilkan ‘ilmu. Kini selayaknya aku mengetahui, mana ‘ilmu yang bermanfa’at bagiku kelak serta dapat menghiburku dalam kubur? Dan mana ‘ilmu yang tidak bermanfa’at bagiku, sehingga aku dapat meninggalkannya?



كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ" رواه مسلم وغيره.

Sebagaimana Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ‘ilmu yang tidak bermanfa’at”. (HR. Muslim dan lainnya).



فَاسْتَمَرَّتْ لَهُ هٰذِهِ الْفِكْرَةُ حَتَّى كَتَبَ اِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ حُجَّةِ الْإِسْلَامِ مُحَمَّدٍ الْغَزَالِي رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى اِسْتِفْتَاءً، وَسَأَلَ عَنْهُ مَسَائِلَ، وَالْتَمَسَ مِنْهُ نَصِيْحَةً وَدُعَاءً.


Pemikiran ini terus menerus menghantui dirinya, sehingga ia memberanikan diri menulis surat kepada Tuan Guru Hujjatul Islam Muhammad Al Ghazali -semoga Allah mengasihinya-, untuk memohon fatwa, bertanya tentang beberapa masalah dan mengharap nashihat dan do’a dari beliau.


قَالَ: وَإِنْ كَانَتْ مُصَنَّفَاتُ الشَّيْخِ كَالْإِحْيَاءِ وَغَيْرِهِ تَشْتَمِلُ عَلَى جَوَابِ مَسَائِلِي، لَكِنْ مَقْصُوْدِي أَنْ يَكْتُبَ الشَّيْخُ حَاجَتِي فِي وَرَقَاتٍ تَكُوْنُ مَعِي مُدَّةَ حَيَاتِي وَأَعْمَلُ بِمَا فِيْهَا مُدَّةَ عُمْرِي إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى.


(Didalam suratnya) ia berkata; Walaupun dalam beberapa kitab karangan Tuan Guru (Al Ghazali) seperti Ihya’ dan yang lainnya telah mencakup jawaban dari pertanyaanku, akan tetapi yang aku inginkan agar Tuan Guru berkenan memenuhi keinginanku menulis di dalam beberapa lembar kertas yang dapat menyertaiku selama hidupku, dan agar aku dapat mengamalkan apa yang tertulis didalamnya sepanjang usiaku, insya Allah Ta’ala.


فَكَتَبَ الشَّيْخُ هٰذِهِ الرِّسَالَةَ إِلَيْهِ فِي جَوَابِهِ.


Maka Tuan Guru (Al Ghazali) menulis dan mengirimkan risalah ini kepadanya sebagai jawabannya.



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang


اِعْلَمْ أَيُّهَا الْوَلَدُ الْمُحِبُّ الْعَزِيْزُ ـ أَطَالَ اللهُ تَعَالَى بَقَاءَكَ بِطَاعَتِهِ، وَسَلَكَ بِكَ سَبِيْلَ أَحِبَّائِهِ ـ أَنَّ مَنْشُوْرَ النَّصِيْحَةِ يُكْتَبُ مِنْ مَعْدِنِ الرِّسَالَةِ، إِنْ كَانَ قَدْ بَلَغَكَ مِنْهُ نَصِيْحَةٌ فَأَيُّ حَاجَةٍ لَكَ فِي نَصِيْحَتِي؟


Ketahuilah, Wahai anakku tersayang yang mulia, semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan anugerah umur panjang kepadamu untuk tha’at kepada-Nya, dan senantiasa memberikan anugerah kepadamu dapat menempuh jalan para kekasih-Nya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya nasehat yang tersebar itu, ditulis dari sumber risalah ini. Apabila nasehat itu telah sampai kepadamu, maka mana lagi nasihatku yang kamu butuhkan? 


وَإِنْ لَمْ يَبْلُغْكَ فَقُلْ لِي: مَاذَا حَصَّلْتُ فِي هٰذِهِ السِّنِيْنَ الْمَاضِيَةِ

Namun apabila nasehat itu belum sampai kepadamu, maka katakan kepadaku apa yang telah aku dapatkan pada beberapa tahun yang silam

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!

مِنْ جُمْلَةِ مَا نَصَح َبِهِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُمَّتَهُ صلى الله عليه وسلم قَوْلُهُ عليه الصلاة والسلام:" عَلَامَةُ إِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ اِشْتِغَالُهُ بِمَا لَا يَعْنِيْهِ، وَإِنَّ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ عُمْرِهِ فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ لَجَدِيْرٌ أَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ، وَمَنْ جَاوَزَ الْأَرْبَعِيْنَ وَلَمْ يَغْلِبْ خَيْرُهُ عَلَى شَرِّهِ فَلْيَتَجَهَّزْ اِلَى النَّارِ


Wahai anakku !
Diantara nasehat Rasulullah sallallhu ‘alaaihi wa sallam kepada ummatnya adalah sabda beliau ‘alaihishshalatu wassalam; “Tanda berpalingnya Allah Ta’ala dari seorang hamba adalah, manakala ia sibuk dengan melakukan sesuatu yang tidak bermanfa’at baginya. Dan sesungguhnya jika seseorang telah kehilangan sesaat dari masa hidupnya untuk selain dari tujuan ia diciptakan yaitu ber’ibadah, niscaya sangat pantas baginya penyesalan yang sangat panjang, dan barangsiap yang usianya telah melewati 40 tahun, namun kabaikannya tidaklah lebih unggul daripada kejelekannya, hendaklah ia bersiap-siap untuk masuk ke neraka”.


قَالَ الَّنِبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُ مَا لَا يَعْنِيْهِ" رواه أحمد وغيره.وَفِي هٰذِهِ النَّصِيْحَةِ كِفَايَةُ لِأَهْلِ الْعِلْمِ



Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Diantara baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfa’at baginya”. (HR. Ahmad dan lainnya). Nasehat ini tentunya sudah cukup bagi orang yang berilmu



أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
النَّصِيْحَةُ سَهْلَةٌ، وَالْمُشْكِلُ قَبُوْلُهَا، لِأَنَّهَا فِي مَذَاقِ مُتَّبِعِي الْهَوَى مُرَّةٌ،

Nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya, karena bagi perasaan orang yang suka menuruti hawa nafsu nasehat itu terasa sangat pahit.


إِذِ الْمَنَاهِي مَحْبُوْبَةٌ فِي قُلُوْبِهِمْ، وَعَلَى الْخُصُوْصِ لِمَنْ كَانَ طَالِبَ عِلْمِ الرَّسْمِيِّ وَمُشْتَغِلًا فِي فَضْلِ النَّفْسِ وَمَنَاقِبِ الدُّنْيَا،

karena segala perkara yang di larang lebih dicintai di hati mereka, terutama bagi penuntut ‘ilmu yang hanya untuk pengetahuan semata (bukan untuk di ‘amalkan), dan mereka senantiasa sibuk memenuhi kepentingan pribadinya dan kemewahan dunia, 

فَإِنَّهُ يَحْسَبُ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَهَ سَيَكُوْنَ نَجَاتَهُ وَخَلَاصَهُ فِيْهِ، وَأَنَّهُ مُسْتَغْنٍ عَنِ الْعَمَلِ، وَهٰذَا اِعْتِقَادُ الْفَلَاسِفَةِ. ( أي العلم بلا عمل).

mereka menyangka bahwa hanya dengan ‘ilmu saja sudah cukup menguntungkan serta menyelamatkannya, dan mereka menyangka bahwa ‘ilmu tidak harus di ‘amalkannya. Demikian itu adalah keyakinan para ahli falsafat.

سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ!! لَا يَعْلَمَ هٰذَا الْمَغْرُوْرُ أَنَّهُ حِيْنَ حَصَّلَ الْعِلْمَ إِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِهِ تَكُوْنُ الْحُجَّةُ عَلَيْهِ آكَدَ،

Subhanallahil ‘adhim , Maha Suci Allah Yang Maha Agung. Orang ini telah terpedaya, ia tidak tahu bahwa setelah berhasil mempelajari ilmu apabila tidak mengamalkannya, justru ilmunya akan menjadi hujjah yang sangat kuat yang membahayakan dirinya

كَمَا قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم: " أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَايَنْفَعُهُ اللهُ بِعِلْمِهِ ". رواه الطبراني والبيهقي

sebagaimana sabda Rasulullahi sallallahu ‘alaihi wasallam: “Manusia yang paling berat siksanya kelak pada hari kiamat adalah orang  yang berilmu yang Allah tidak memberikan manfa’at pada ‘ilmunya”. (HR. Thabrani dan Baihaqi).

وَرُوِيَ أَنَّ الْجُنَيْدَ قَدَّسَ اللهُ سِرَّهُ رُؤِيَ فِي الْمَنَامِ بَعْدَ مَوْتِهِ، فَقِيْلَ لَهُ: مَا الْخَبَرُ يَا أَبَا الْقَاسِمِ؟

Diriwayatkan bahwa wali Allah Imam Junaid al Baghdadi -semoga Allah mensucikan ruhnya- dimimpikan oleh seseorang setelah beliau wafat, lalu imam Junaid ditanya ; Bagaimana kabarmu wahai Aba al Qasim?

قَالَ: طَاحَتْ تِلْكَ الْعِبَارَاتُ، وَفَنِيَتْ تِلْكَ الْإِشَارَاتُ، وَمَا نَفَعَنَا إِلَّا رُكَيْعَاتٌ رَكَعْنَاهَا فِي جَوْفِ اللَّيْلِ.

Beliau (Imam Junaid) menjawab; “Telah musnah seluruh ibarat-ibarat itu, dan telah sirna seluruh isyarat-isyarat itu, tiada yang bermanfa’at bagi diriku kecuali raka’at-raka’at pendek yang aku lakukan ditengah kegelapan malam”.


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
لَا تَكُنْ مِنَ الْأَعْمَالِ مُفْلِسًا، وَلَا مِنَ الْأَحْوَالِ خَالِيًا، وَتَيَقَّنْ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَا يَأْخُذُ بِالْيَدِ.

Wahai anakku !. 
Janganlah dirimu menjadi orang yang bangkrut tiada beramal, jangan pula jiwamu menjadi kosong tiada perbuatan. Yakinlah bahwa hanya ilmu saja tanpa ‘amal, tidak akan memberi manfa’at.

مِثَالُهُ لَوْ كَانَ عَلَى رَجُلٍ فِي بِّريَّةٍ عَشَرَةُ أَسْيَافٍ هِنْدِيَّةٍ مَعَ أَسْلِحَةٍ أُخْرَى، وَكَانَ الرَّجُلُ شُجَاعًا وَأَهْلَ حَرْبٍ، فَحَمَلَ عَلَيْهِ أَسَدٌ عَظِيْمٌ مَهِيْبٌ، فَمَا ظَنُّكَ؟ هَلْ تَدْفَعُ الْأَسْلِحَةُ شَرَّهُ عَنْهُ بِلَا اسْتِعْمَالِهَا اَوْضَرْبِهَا؟! 

Perumpamaannya adalah, seandainya ada seorang laki laki di tengah hutan belantara memegang sepuluh pedang India yang sangat tajam, bahkan masih membawa beberapa senjata yang lain, dan ia adalah seorang pemberani dan ahli berperang. Lalu seekor hari mau besar, buas dan sangat menakutkan siap menerkamnya. Dalam keadaan seperti itu, apa yang kamu duga? Apakah senjata-senjata itu dengan sendirinya mampu menolak ancaman binatang buas itu tanpa digunakan atau dipukulkan ?

وَمِنَ الْمَعْلُوْمِ أَنَّهَا لَاتَدْفَعُ إِلَّا بِالتَّحْرِيْكِ وِالضَّرْبِ،

Tentu saja dimaklumi bahwa senjata itu tidak akan mampu menolak bahaya tanpa digerakkan atau dipukulkan. 

فَكَذٰا لَوْ قَرَأَ رَجُلٌ مِائَةَ أَلْفِ مَسْأَلَةٍ عِلْمِيَّةٍ وَتَعَلَّمَهَا، وَلَمْ يَعْمَلْ بِهَا: لَا تُفِيْدُهُ إِلَّا بْالْعَمَلِ. 

Demikian pula, seandainya seseorang mampu menguasai seratus ribu macam ilmu pengetahuan dan ia pun juga mengajarkannya, namun ia tidak mengamalkannya, tentu ilmunya tidak akan member faidah kecuali jika ia mengamalkannya.

وَمِثَالُهُ أَيْضًا: لَوْ كَانَ لِرَجُلٍ حَرَارَةٌ وَمَرَضٌ صَفْرَاوِيٌّ يَكُوْنُ عِلَاجُهُ بالسَّكَنْجَبِينِ وَالْكُشْكَابِ فَلَا يَحْصُلُ الْبَرْءُ إِلَّا بِاسْتِعْمَالِهِمَا.

Perumpamaannya lagi ialah; Apabila ada orang yang sakit demam dan sakit kuning yang harus diobati dengan ramuan Sakanjabin dan Kusykab. Tentu ia tidak akan sembuh kecuali dengan menelannya.


كَرْمِى دُوهْزَارْ رِطْلٍ هَمِى بِيِيْمَائِي # تَامِى نُخُوْرِي نَبَاشَدَتْ شِيْدَائِي

لَوْ كِلْتَ أَلْفَيْ رِطْلِ خَمْرٍ لَمْ تَكُنْ # لتَصِيْرَ نُشُوْنًا إِذَا لَمْ تَشْرَبْ

sendainya kamu menaakar 2000 kati khamr hal itu tidak akan...

...menjadikanmu mabuk jika  kamu tidak meminumnya.

Note :
bait pertama merupakan bahasa persia yang tertulis dalam kitab ayyuhal walad, kemudian bait kedua adalah terjemah bahasa arab dari bait pertama yang dialih bahasakan oleh Syaikh al-Amin al-Kurdi

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
وَلَوْ قَرَأْتَ الْعِلْمَ مِائَةَ سَنَةٍ، وَجَمَعْتَ أَلْفَ كِتَابٍ، لَا تَكُوْنُ مُسْتَعِدًّا لِرَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى إِلَّا بِالْعَمَلِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى:{ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} [ النجم:٣٩]،

Wahai anakku ! Seandainya kamu mempelajari ilmu selama seratus tahun dan kamu mengumpulkan seribu kitab, demikian itu bukan berarti kamu telah siap mendapat rahmat Allah Ta’ala kecuali dengan mengamalkannya. Karena Allah Ta’ala berfirman : “Dan bahwasanya manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. (QS. An Najm 39).

وقولِهِ تعالى:{ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْ لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا} [ الكهف: ١١٠]،

Dan firman Allah Ta’ala : “Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan kebajikan”. (QS. Al Kahfi 110).

وقولِهِ تعالى:{ جَزَاءً بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ} [ التوبة: ٨٢]،

Dan firman Allah Ta’ala : “Sebagai balasan atas apa yang telah mereka perbuat”. (QS. At Taubah 82).


وقولِهِ تعالى:{ إِنَّ الَّذِيْنَ آٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا * خَالِدِيْنَ فِيْهَا لَايَبْغُوْنَ عَنْهَا حِوَلًا} [ الكهف: ١٠٧ ـ ١٠٨]،

Dan firman Allah Ta’ala : “Sungguh orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal, mereka kekal didalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana”. (Qs. Al Kahfi 107-108).


وقولِهِ تعالى:{ فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ، إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا } [ مريم: ٥٩-٦٠].

Dan firman Allah Ta’ala; “Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat, kecuali orang yang bertaubat dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surge dan tidak didzalimi (dirugikan) sedikit pun”. (QS. Maryam 59-60).


وَمَا تَقُوْلُ فِي هٰذَاالْحَدِيْثِ ؟ " بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ لِمَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا" رواه البخاري ومسلم.

Dan apa pendapatmu tentang hadits ini : “Islam itu dibangun atas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,  menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadlan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu mengadakan perjalanan kesana”. (HR. Bukhari dan Muslim) ???


وَالْإِيْمَانُ: قَوْلٌ بِاللِّسَانِ، وَتَصْدِيْقٌ بِالْجَنَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ.

Sedangkan Iman ialah mengucapkan dengan lisan, membenarkan didalam hati dan mengamalkan dengan anggota lahir.


وَدَلِيْلُ الَأْعْمَالِ أَكْثُرُ مِنْ أَنْ يُحْصَى، وَإِنْ كَانَ الْعَبْدُ يَبْلُغُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَكَرَمِهِ، لَكِنْ بَعْدَ أَنْ يَسْتَعِدَّ بِطَاعَتِهِ وَعِبَادَتِهِ، لِأَنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ.

Adapun dalil tentang keharusan beramal terlalu banyak untuk dihitung. Walaupun seorang hamba dapat masuk surga dengan sebab anugerah dan kemurahan Allah Ta’ala, akan tetapi hal itu setelah ia menjalankan keta’atan dan penghambaan diri kepada-Nya. Karena sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.


وَلَوْ قِيْلَ أَيْضًا: يَبْلُغُ بِمُجَرَّدِ الْإِيْمَانِ. قُلْنَا: نَعَمْ لَكِنْ مَتَى يَبْلُغُ؟ وَكَمْ مِنْ عَقَبَةٍ كَئُوْدٍ يَقْطَعُهَا اِلَى أَنْ يَصِلَ؟. فَأَوَّلُ تِلْكَ الْعَقَبَاتِ: عَقَبَةُ الْإِيْمَانِ:

Jika masih dipertanyakan; Bukankah hanya dengan iman saja seseorang itu bisa sampai ke surga ? Kami menjawab; Benar, namun kapan ia akan sampai (ke surga) ? Dan berapa banyak jalan terjal lagi penuh rintangan yang harus ia tempuh untuk sampai ke sana (akhirat/surga) ? Maka, rintangan pertama adalah tentang keimanan


وَأَنَّهُ هَلْ يَسْلَمُ مِنْ سَلْبِ الْإِيْمَانِ أَمْ لَا ؟. وَإِذَا وَصَلَ هَلْ يَكُوْنُ خَائِبًا مُفْلِسًا ؟. 

yaitu apakah ia selamat dari terlepasnya iman atau tidak ? dan apabila bisa sampai ke sana (akhirat) bukankah ia akan menjadi orang yang rugi dan bangkrut (karena hanya beriman tanpa beramal) ?

وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى لِعِبَادِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: ادْخُلُوْا يَا عِبَادِي الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَاقْتَسِمُوْهَا بِأَعْمَالِكُمْ.

Hasan Al Bashri –semoga Allah menyayanginya- berkata; Kelak pada hari kiamat Allah Ta’ala akan berfirman kepada hamba-hamba-Nya; “Wahai hamba-hamba-Ku, masuklah kalian kedalam surga dengan rahmat-Ku, dan bagilah rahmat-Ku itu dengan amal-amal kalian”.

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
مَا لَمْ تَعْمَلْ لَمْ تَجِدِ الْأَجْرَ. حُكِيَ أَنَّ رَجُلًا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ عَبَدَ اللهَ تَعَالَى سَبْعِيْنَ سَنَةً، فَأَرَادَ اللهُ تَعَالَى أَنْ يَجْلُوَهُ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَأَرْسَلَ اللهُ إِلَيْهِ مَلَكًا يُخْبِرُهُ أَنَّهُ مَعَ تِلْكَ الْعِبَادَةِ لَا يَلِيْقُ بِهِ دُخُوْلُ الْجَنَّةِ،


Wahai anakku !
Selama belum ber’amal kamu tidak akan mendapatkan pahala. Dikisahkan, bahwa salah seorang dari kaum Bani Israil telah ber’ibadah kepada AllahTa’ala selama tujuh puluh tahun. Lalu Allah Ta’ala hendak menunjukannya kepada para malaikat, maka Allah mengutus malaikat kepada hamba itu untuk memberi kabar kepadanya, bahwa dengan ‘ibadahnya (selama 70 tahun) itu ia tidak pantas untuk masuk ke surga. 


فَلَمَّا بَلَغَهُ قَالَ الْعَابِدُ: نَحْنُ خُلِقْنَا لِلْعِبَادَةِ، فَيَنْبَغِي لَنَا أَنْ نَعْبُدَهُ.

Ketika malaikat itu telah menyampaikan hal tersebut kepadanya, ahli ‘abadah itu berkata; “Kami diciptakan hanya untuk ber’ibadah, maka sepantasnyalah bagi kami untuk senantiasa ber’ibadah kepada-Nya”. 

فَلَمَّا رَجَعَ الْمَلَكُ قاَلَ الله تعالى: ماذا قال عبدي؟ قَالَ: إِلٰهِي، أَنْتَ أَعْلَمُ بِمَا قَالَ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِذَا هُوَ لَمْ يُعْرِضْ عَنْ عِبَادَتِنَا، فَنَحْنُ ـ مَعَ الْكَرَمِ ـ لَا نُعْرِضُ عَنْهُ، إِشْهَدُوْا يَا مَلَائِكَتِي أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُ.

Maka tatkala malaikat itu kembali menghadap Allah, Allah Ta’ala bertanya; “Apa yang dikatakan hamba-Ku?”. Malaikat itu menjawab : Wahai Tuhanku, Engkau lebih mengetahui apa yang dikatakannya.  Lalu Allah Ta’ala berfirman; “Jika hamba-Ku tidak pernah berpaling dari ber’ibadah kepada-Ku, maka Aku pun dengan kemurahan-Ku tidak akan berpaling darinya. Wahai Malaikat-Ku, saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosanya”.


وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا، وَزِنُوْا أَعْمَالَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا" روى الترمذي هذا الحديث موقوفا على عمر بألفاظ مشابهة.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Hisablah diri kalian (di dunia) sebelum di hisab (di akhirat), dan timbanglah amal-amal kalian sebelum di timbang”.


وَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ ظَنَّ أَنَّهُ بِدُوْنِ الْجَهْدِ يَصِلُ فَهُوَ مُتَمَنٍّ، وَمَنْ ظَنَّ أَنَّهُ يِبَذْلِ الْجَهِدِ يَصِلُ فَهُوَ مُسْتَغْنٍ.

‘Ali Radhiyallahu ‘anh berkata; “Barangsiapa yang mengira bahwa tanpa usaha dengan sungguh-sungguh ia akan berhasil, maka ia adalah orang yang berangan-angan kosong. Dan barangsiapa yang mengira bahwa dengan mengerahkan usahanya ia akan berhasil, maka ia adalah orang kaya yang tidak membutuhkan suatu apapun”.


وَقَالَ الْحَسَنُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: طَلَبُ الْجَنَّةِ بِلَا عَمَلٍ ذَنْبٌ مِنَ الذُّنُوْبِ.

Hasan Al Bashri rahimahullah berkata; “Mencari surga dengan tanpa ber’amal adalah dosa di antara dosa-dosa”.

وَقَالَ: عَلَامَةُ الْحَقِيْقَةِ تَرْكُ مُلَاحَظَةِ الْعَمَلِ لَا تَرْكُ الْعَمَلِ.

Dan beliau berkata; “Tanda-tanda berhaqiqat adalah tidak memperhatikan suatu ‘amal, bukan meninggalkan ‘amal itu sendiri”

وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْأَحْمَقُ مَنْ إِتَّبَعَ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ تعالى الْأَمَانِيَّ". رواه الترمذي وقال: حديث حسن.

Rasullullah SAW berkata : "Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Ta’ala“. (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibn Majah – dhaif).

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
كَمْ مِنْ لَيَالٍ أَحْيَيْتَهَا بِتَكْرَارِ الْعِلْمِ وَمُطَالَعَةِ الْكُتُبِ، وَحَرَّمْتَ عَلَى نَفْسِكَ النَّوْمَ؛ لَا أَعْلَمُ مَا كَانَ الْبَاعِثُ فِيْهِ؟


Wahai anakku !.
Berapa banyak malam yang kamu gunakan untuk mengulang-ulang ‘lmu, menela’ah kitab dan menahan diri untuk tidur. Aku tidak tahu apa yang mendorongmu seperti itu?


إِنْ كَانَتْ (نيتك) نَيْلَ عَرَضَ الدُّنْيَا، وَجَذْبَ حُطَامِهَا وَتَحْصِيْلَ مَنَاصِبِهَا، وَالْمُبَاهَاةَ عَلَى الْأَقْرَانِ وَالْأَمْثَالِ، فَوَيْلٌ لَكَ ثُمَّ وَيْلٌ لَكَ.


Apabila niyatmu adalah untuk memperoleh harta benda dan tahta duniawi, atau untuk membanggakan diri pada sesamanya, maka celakalah kamu sungguh celakalah kamu


وَإِنْ كَانَ قَصْدُكَ فِيْهِ إِحْيَاءَ شَرِيْعَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَهْذِيْبَ أَخْلَاقِكَ، وَكَسْرَ النَّفْسِ الْأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، فَطُوْبَى لَكَ ثُمَّ طُوْبَى لَكَ،وَلَقَدْ صَدَقَ مَنْ قَالَ شِعْرًا:


Tetapi apabila tujuanmu adalah untuk menghidupkan syari’at Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, untuk membersihkan budi pekertimu atau melumpuhkan hawa nafsu yang selalu mengajak pada kejelekan, maka berbahagialah kamu, sungguh berbahagialah kamu, Sungguh benar seorang penya’ir berkata; 



سَهَرُ الْعُيُوْنِ لِغَيْرِ وَجْهِكَ ضَائِعُ *** وَبُكَاؤُهُنَّ لِغَيْرِ فَقْدِكَ بَاطِلُ

Mata terjaga bukan karena untuk mencari ridla-Mu adalah sia-sia
Mata menangis bukan karena kehilangan-Mu adalah dusta


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ.


Wahai anakku !.
Hiduplah sesukamu, tapi ingatlah bahwa kamu akan mati, cintailah apa saja yang kamu suka, tapi ingatlah bahwa kamu akan berpisah dengannya, dan lakukanlah apa saja yang kamu mau, tapi ingatlah bahwa kamu akan dibalasnya”


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
أَيُّ شَيْءٍ حَاصِلٌ لَكَ مِنْ تَحْصِبْلِ عِلْمِ الْكَلَامِ وَالْخِلَافِ وَالطِّبِّ وَالدَّوَاوِيْنِ وَالْأَشْعَارِ وَالنُّجُوْمِ وَالْعَرُوْضِ وَالنَّحْوِ وَالتَّصْرِيْفِ: غَيْرُ تَضْيِيْعِ الْعُمْرِ بِخِلَافِ ذِي الْجَلَالَ.


Wahai anakku !.
Apapun yang kamu hasilkan dari belajar ilmu kalam, ilmu khilaf, pengobatan, pembukuan, syi’ir-syi’ir, perbintangan, ilmu ‘arudh, nahwu dan shorof, tiada lain selain menyia-nyiakan umur untuk selain Allah Pemilik Keagungan.


إِنِّي رَأَيْتُ فِي الْإِنْجِيْلِ أَنَّ عِيْسَى عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَلَامُ قَالَ: مِنْ سَاعَة أَنْ يُوْضَعَ الْمَيِّتُ عَلَى الْجَنَازَةِ إِلَى أَنْ يُوْضَعَ عَلَى شَفِيْرِ الْقَبْرِ يَسْأَلُ اللهُ بِعَظَمَتِهِ مِنْهُ أَرْبَعِيْنَ سُؤَالًا،


Sungguh aku telah melihat di dalam kitab Injil Nabi Isa ‘alaihisshalatu wassalam; Sejak saat mayit diletakkan di atas keranda hingga diletakkan di tepi liang kubur, Allah dengan Keagungan-Nya bertanya kepadanya dengan 40 pertanyaan.


أًوَّلُهَا يَقُوْلُ:" عَبْدِي.. طَهَّرْتَ مَنْظَرَ الْخَلْقِ سِنِيْنَ وَمَا طَهَّرْتَ مَنْظَرِي سَاعَةً"، وَكُلَّ يَوْمٍ يَنْظُرُ فِي قَلْبِكَ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى:" مَا تَصْنَعُ لِغَيْرِي وَأَنْتَ مَحْفُوْفٌ بِخَيْرِي"!!! أَمَّا أَنْتَ فَأَصَمُّ لَا تَسْمَعُ؟!!!


Pertama kali Dia berfirman; “Wahai hamba-Ku, kamu sucikan dirimu selama bertahun-tahun dari pandangan makhluk, namun kamu tidak pernah mensucikan dirimu dari pandangan-Ku sekejap pun”, Setiap hari Allah Ta’ala memandang hatimu dan berfirman; “Apa saja kamu perbuat untuk selain diri-Ku, padahal kamu diliputi dengan kemurahan-Ku, apakah kamu buta dan tuli tidak mendengar?


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
الْعِلْمُ بِلَا عَمَلٍ جُنُوْنٌ، وَالْعَمَلُ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَكُوْنُ. وَاعْلَمْ أَنَّ الْعِلْمَ الَّذِى لَا يُبْعِدُكَ الْيَوْمَ عَنِ الْمَعَاصِي، وَلَا يَحْمِلُكَ عَلَى الطَّاعَةِ لَنْ يُبْعِدَكَ غَدًا عَنِ نَارِ جَهَنَّمَ،


Wahai anakku !. ‘Ilmu tanpa ‘amal itu gila, dan ‘amal tanpa ‘ilmu tidak ada gunanya. Ketahuilah bahwa ilmu yang saat ini tidak dapat menjauhkanmu dari kema’shiyatan dan yang tidak mendorongmu untuk berbuat keta’atan, kelak juga tidak dapat menjauhkanmu dari neraka Jahannam.


وَإِذَا لَمْ تَعْمَلْ بِعِلْمِكَ الْيَوْمَ، وَلَمْ تَدَارَكْ الْأَيَّامَ الْمَاضِيَةَ تَقُوْلُ غَدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ: فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا، فَيُقَالُ: يَا أَحْمَقُ أَنْتَ مِنْ هُنَاكَ تَجِيْءَ.


Apabila saat ini kamu tidak mengamalkan ilmumu dan tidak pula memperbaiki kesalahanmu pada masa-masa yang telah lalu, kelak kamu akan berkata; “Kembalikan kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan”. Lalu dikatakan kepadamu; “Hai orang dungu, kamu datang dari (dunia) sana”.

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
اِجْعَلْ الْهِمَّةَ فِي الرُّوْحِ، وَالْهَزِيْمَةَ فِي النَّفسِ، وَالْمَوْتَ فِي الْبَدَنِ، لِأَنَّ مَنْزِلَكَ الْقَبْرُ، وَأَهْلُ الْمَقَابِرِ يَنْتَظِرُوْنَكَ فِي كُلِّ لَحْظَةٍ مَتَى تَصِلُ إِلَيْهِمْ،

Jadikanlah cita-cita luhur berada dalam ruhmu, kekalahan dalam nafasmu, dan kematian dalam tubuhmu, karena tempat tinggalmu yang sesungguhnya adalah kubur. Dan para penghuni kubur senantiasa menunggumu setiap saat, kapan dirimu akan sampai kepada mereka ?


إِيَّاك إِيَّاكَ أَنْ تَصِلُ إِلَيْهِمْ بِلَا زَادٍ. وَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ رَضِي اللهُ عَنْهُ: هٰذِهِ الْأَجْسَادُ قَفَصُ الطُّيُوْرِ، أَوْإِصْطَبْلُ الدَّوَابِّ، فَتَفَكَّرْ فِي نَفْسِكَ مِنْ أَيِّهِمَا أَنْتَ؟

Waspadalah, waspadalah kamu akan sampai kepada mereka dengan tanpa membawa bekal. Abu Bakar As Shiddiq radliyallahu ‘anhu berkata; Jasad ini bagaikan sangkar burung atau laksana kandang binatang ternak, maka berfikirlah, termasuk golongan yang manakah dirimu ?


إِنْ كُنْتَ مِنَ الطُّيُوْرِ الْعُلْوِيَّةِ، فَحِيْنَ تَسْمَعُ طَنِيْنَ طَبْلِ { إِرْجِعِي إِلَى رَبِّكِ} تَطِيْرُ صَاعِدًا إِلَى أَنْ تَقْعُدَ فِي أَعَالِي بُرُوْحِ الْجِنَانِ، كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" اِهْتَزَّ عَرْشُ الرَّحْمٰنِ مِنْ مَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ" 

Jika kamu termasuk golongan burung-burung yang terbang tinggi, maka ketika mendengar suara gendeang (seruan ilahi); “Kembalilah kepada Tuhanmu”, maka kamu akan terbang membumbung tinggi hingga hinggap di tempat yang tinggi di istana surga. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Arsy Allah Yang Maha Pengasih berguncang karena kematian Sa’ad bin Mu’adz”.


وَالْعِيَاذُ بِالله إِنْ كُنْتَ مِنَ الدَّوَابِّ كَمَا قَالَ تَعَالَى { أُولٓئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ} فَلَا تَأْمَنْ انْتِقَالَكَ مِنْ زَاوِيَةِ الدَّارِ إِلَى هَاوِيَةِ النَّارِ.

Kami mohon perlindungan kepada Allah jika kamu termasuk golongan binatang ternak sebagaimana firman Allah Ta’ala;  “Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi”. (QS. Al An’am 179). Maka jangan pernah kamu merasa aman berpindah dari halaman rumah menuju jurang neraka.


وَرُوِيَ أَنَّ الِحَسَنَ الْبَصْرِيَّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى أُعْطِيَ شُرْبَةَ مَاءٍ بَارِدٍ، فَلَمَّا اَخَذَ الْقَدَحَ غُشِيَ عَلَيْهِ وَسَقَطَ مِنْ يَدِهِ، فَلَمَّا أَفَاقَ قِيْلَ لَهُ: مَا لَكَ يَا أَبَا سَعِيْدٍ؟ قَالَ: ذَكَرْتُ أُمْنِيَّةَ أَهْلِ النَّارِ حِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ:{ أَنْ أَفِيْضُوْا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ}.

Diceritakan bahwa Hasan Al Bashri -semoga Allah Ta’ala mengasihinya- di beri minuman yang dingin. Begitu beliau telah menerimanya, beliau langsung pingsan, dan gelas itu pun jatuh dari tangannya. Kemudian setelah sadar, beliau ditanya; Apa yang terjadi padamu wahai Aba Sa’id ? Beliau menjawab;Aku teringat keinginan penghuni neraka ketika mereka berkata kepada penghuni surga; “Tuangkanlah (sedikit) ait kepada kami atau apa saja yang telah berikan Allah kepadamu”. (QS. Al A’raf : 50)

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
لَوْ كَانَ الْعِلْمُ الْمُجَرّدُ كَافِيًا لَكَ، وَلَا تَحْتَاجُ اِلَى عَمَلٍ سِوَاهُ، لَكَانَ نِدَاءُ اللهِ تَعَالَى:" هَلْ مِنْ سَائِلٍ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ؟ هَلْ مِنْ تَائِبٍ ؟" ضَائِعًا بِلَا فَائِدَةٍ.

Wahai anakku !.
Andaikan ilmu saja sudah cukup bagimu, dan kamu tidak butuh pada ‘amal, niscaya seruan Allah Ta’ala yang berupa; Adakah orang yang memohon? Adakah orang yang memohon ampunan? Adakah orang yang bertaubat? Akan sia-sia tanpa faidah.


وَرُوِيَ أَنَّ جَمَاعَةً مِنَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ ذَكَرُوا عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: " نِعْمَ الرَّجُلُ هُوَ لَوْ كَانَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ". رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمْ. 

Diriwayatan bahwa sekelompok shahabat radliyallahu ‘alaihim ajma’in menyebut-nyebut keadaan ‘Abdullah bin ‘Umar di sisi Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam. Maka beliau bersabda; “Sebaik-baik lelaki adalah dia yang apabila mengerjakan shalat malam”.

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لِرَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِهِ: " يَا فُلَانُ، لَا تُكْثِرِ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَإِنَّ كَثْرَةَ النَّوْمِ بِاللَّيْلِ يَدَعُ صَاحِبَهُ فَقِيْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

Dan Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam bersabda kepada salah seorang dari sahabat beliau; “Wahai fulan, janganlah kau banyak tidur di waktu malam, karena banyak tidur di waktu malam akan menyababkan menjadi faqir kelak di hari kiyamat”.

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
{ وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ } أَمْرٌ؛ { وَبِالْأَسْحَارِهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ } شُكْرٌ؛ [ وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْأَسْحَارِ] ذِكْرٌ.

Wahai anakku !.
Firman Allah Ta’ala; “dari sebagian malam, lakukanlah shalat tahajjud”, adalah perintah, Firman Allah Ta’ala; “dan pada akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)”, adalah syukur. dan Firman Allah Ta’ala; “dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar”, adalah dzikir.


قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: " ثَلَاثَةُ أَصْوَاتٍ يُحِبُّهَا اللهُ تَعَالَى: صَوْتُ الدِّيْكِ، وَصُوْتُ الَّذِيْ يُقْرِأُ الْقُرْآنَ، وَصَوْتُ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْأَسْحَارِ".

Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Ada tiga suara yang disukai Allah Ta’ala; Suara ayam jago, suara orang yang membaca al Qur’an dan suara orang-orang yang membaca istighfar di waktu sahur”.


قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِي رَحِمَهُ اللهُ: إِنَّ للهَ تَعَالَى رِيْحًا تَهُبُّ بِالْأَسْحَارِ تَحْمِلُ الْأَذْكَارَ وَالْاِسْتِغْفَارَ اِلَى الْمُلْكِ الْجَبَّارِ.

Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata; “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan angin yang bertiup di waktu sahur yang membawa dzikir dan istighfar kepada Allah yang Merajai lagi Maha Pemaksa”.


وَقَالَ أَيْضًا: إِذَا كَانَ أَوَّلُ اللَّيْلِ يُنَادِي مُنَادٍ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ: أَلَا لِيَقُمْ الْعَابِدُوْنَ، فَيَقُوُمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ مَا شَاءَ اللهُ؛ 

Sufyan ats Tsauri rahimahullah juga berkata; “Jika permulaan malam telah tiba, maka sang penyeru akan berseru dari bawah Arsy; “Hendaknya bangunlah orang-orang yang ahli ‘ibadah”. Mereka pun bangun dan mengerjakan shalat sesuai kehendak Allah”


ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ فِي شَطْرِ اللَّيْلِ: أَلَا لِيَقُمْ الْقَانِتُوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ اِلَى السَّحَرِ؛ 


Kemudian sang penyeru berseru pada pertengahan malam; “Hendaknya bangunlah orang-arang yang ta’at”. Lalu mereka bangun dan mengerjakan shalat hingga waktu sahur.


فَإِذَا كَانَ السَّحَرُ يُنَادِي مُنَادٍ: أَلَا لِيَقُمْ الْمُسْتَغْفِرِوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ وَيَسْتَغْفِرُوْنَ؛

Ketika waktu sahur telah tiba, sang penyeru berseru; “Hendaknya bangunlah orang-orang yang beristighfar”. Lalu mereka bangun dan beristighfar.


 فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ يُنَادِي مُنَادٍ: أَلَا لِيَقُمِ الْغَافِلُوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ مِنْ فُرُوْشِهِمْ كَالْمَوْتَى نُشِرُوْا مِنْ قُبُوْرِهِمْ.

Dan ketika fajar telah terbit, sang penyeru berseru; “Hendaknya bangunlah orang-orang yang lupa”. Merekapun bangun dari tempat tidur mereka seperti orang mati yang dibangkitkan dari kuburnya.


أَيُهَا الْوَلَدُ..!!
رُوِيَ فِي بَعْضِ وَصَايَا لُقْمَانَ الْحَكِيْمِ لِابْنِهِ أَنَّهُ قَالَ: يَا بُنَيَّ، لَا يَكُوْنَنَّ الدِّيْكُ أَكْيَسُ مِنْكَ، يُنَادِي بِالْأَسْحَارِ وَأَنْتَ نَائِمٌ.وَلَقَدْ أَحْسَنَ مَنْ قَالَ شِعْرًا:    

Wahai anakku !.
Diriwayatkan dalam sebagian washiyat Lukman al Hakim kepada putranya, ia berkata; “Wahai anak kecilku, janganlah sekali-kali ayam jago itu lebih pintar darimu, ia berkokok di waktu sahur, sementara kamu masih tidur”. Sungguh indah seorang penya’ir berkata;


لَقَدْ هَتَفَتْ فِي جُنْحِ اللَّيْلِ حَمَامَةٌ # عَلَى فَنَنٍ وَهْنًا وَإِنِّي لَنَائِمُ

burung merpati telah merintih di tengah kegelapan malam, Di atas dahan penuh dengan kesedihan, sedang diriku tertidur pulas


كَذَبْتُ وَبَيْتِ اللهِ لَوْ كُنْتُ عَاشِقًا # لَمَا سَبَقَتْنِي بِالْبُكَاءِ الْحَمَائِمِ

Demi Allah aku telah berdusta, jika aku merasa rindu kepada Allah, Namun kenyataannya burung merpati itu menangis mendahuluiku


وَأَزْعَمُ أَنِّي هَائِمٌ ذُوْ صَبَابَةٍ # لِرَبِّي فَلَا أَبْكِي وَتَبْكِي الْبَهَائِمُ؟!

Aku mengira bahwa aku adalah orang yang bingung yang dapat mencucurkan air mata, Karena rindu kepada Tuhanku, namun kenapa aku tidak menangis sedang binatang-binatang itu menangis

أَيُهَا الْوَلَدُ..!!
خُلُاصَةُ الْعِلْمِ: أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ مَا هِيَ؟
Wahai anakku !.
Inti dari pengetahuan ialah; Kamu mengetahui ma’na tha’at dan ‘ibadah. Apa ma’na tha’at dan ‘ibadah itu ?


اِعْلَمْ أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ مُتَابَعَةُ الشَّارِعِ فِي الْأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِي بِالْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، يَعْنِي: كُلُّ مَا تَقُوْلُ وَتَفْعَلُ، وَتَتْرُكُ يَكُوْنُ بِإقْتِدَاءِ الشَّرْعِ، كَمَا لَوْ صُمْتَ يَوْمَ الْعِيْدِ وَأّيَّامَ التَّشْرِيْقِ تَكُوْنُ عَاصِيًا، أَوْ صَلَّيْتَ فِي ثَوْبٍ مَغْصُوْبٍ ـ وَإِنْ كَانَتْ صُوْرَةَ عِبَادَةٍ ـ تَأْثَمُ.

Ketahuilah, bahwa ta’at dan ‘ibadah adalah mengikuti syari' (pemilik syari’at, yaitu Allah), dalam segala perintah-perintahnya dan meninggalkan segala larangan-larangannya baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Maksudnya apapun yang kamu ucapkan, yang kamu lakukan dan yang kamu tinggalkan, semuanya karena mengikuti aturan syari’at. Seperti apabila kamu berpuasa di hari raya atau hari-hari tasyriq, maka kamu termasuk orang yang durhaka. Atau misalnya kamu shalat dengan pakaian yang di ghasab, walaupu bentuknya ‘ibadah, kamu tetap berdosa.

أَيُهَا الْوَلَدُ..!!
يَنْبَغِي لَكَ أَنْ يَكُوْنَ قَوْلُكَ وَفِعْلُكَ مُوَافِقًا لِلشَّرْعِ؛ إِذِ الْعِلْمُ وِالْعَمَلُ بِلَا اقْتِدَاءِ الشَّرْعِ ضَلَالَةٌ،


Wahai anakku !.
Adalah suatu keharusan bagimu bahwa ucapan dan perbuatanmu senantiasa sesuai dengan peraturan syara’, karena ‘ilmu dan ‘amal tanpa mengikuti syara’ adalah sesat.


وَيَنْبَغِي لَكَ أَلاَّ تَغْتَرَّ بِالشَّطْحِ وَطَامَّاتِ الصُّوْفِيَّةِ؛ لِأَنَّ سُلُوْكَ هَذَا الطَّرِيْقِ يَكُوْنُ بِالْمُجَاهَدَةِ وَقَطْعِ شَهْوَةِ النَّفْسِ وَقَتْلِ هَوَاهَا بِسَيْفِ الرِّيَاضَةِ، لَا بِالطَّامَّاتِ وَالتُّرَّهَاتِ.


Dan seharusnya kamu tidak terpedaya oleh pengakuan (yang di ada-adakan tentang cinta kepada Allah Ta’ala) dan kepalsuan kaum shufi, karena menempuh jalan ini harus dengan usaha yang sungguh-sungguh, mematahkan keinginan jahat dan memerangi hawa nafsu dengan senjata melatih diri, bukan dengan kesesatan dan kebatilan.


وَاعْلَمْ أَنَّ اللِّسَانَ الْمُطْلَقَ وَالْقَلْبَ الْمُطْبَقَ الْمَمْلُوْءَ بِالْغَفْلَةِ وَالشَّهْوَةِ عَلَامَةُ الشَّقَاوَةِ، فَإِذَ لَمْ تَقْتُلْ النَّفْسَ بِصِدْقِ الْمُجَاهَدَةِ فَلَنْ يَحْيَا قَلْبُكَ بِأَنْوَارِ الْمَعْرِفَةِ.

Ketahuilah bahwa lisan yang tidak terkontrol, hati terkunci yang penuh dengan kelalaian dan hawa nafsu adalah tanda tanda celaka. Apabila kamu tidak segera memerangi hawa nafsu dengan usaha yang sungguh-sungguh, maka hatimu tidak akan hidup dengan penuh cahaya mengenal Allah.


وَاعْلَمْ أَنَّ بَعْضَ مَسَائِلِكَ الَّتِي سَأَلْتَنِي عَنْهَا لَا يَسْتَقِيْمُ جَوَابُهَا بِالْكِتَابَةِ وَالْقَوْلِ، إِنْ تَبْلُغْ تِلْكَ الْحَالَةَ تَعْرِفْ مَا هِيَ! وَإِلَّا فَعِلْمُهَا مِنَ الْمُسْتَحِيْلَاتِ؛ لِأَنَّهَا ذَوْقِيَّةٌ، وَكُلُّ مَا يَكُوْنُ ذَوْقِيًّا، لَا يَسْتَقِيْمُ وَصْفُهُ بِالْقَوْلِ، كَحَلَاوَةِ الْحُلْوِ وَمَرَارَةِ الْمُرِّ، لَا تُعْرَفُ إِلَّا بِالذَّوْقِ،

Dan ketahuilah bahwa sebagian masalah yang kamu tanyakan kepadaku tidak mungkin dapat dijawab dengan tulisan dan ucapan. Kelak apabila kamu telah mengalami keadaan tersebut, kamu akan tahu apa jawabannya. Jika belum mengalaminya, maka mencari tahu tentangnya termasuk perkara yang mustahil, karena masalah tesebut adalah bershifat perasa, dan semua perkara yang hanya dapat diketahui dengan indra perasa tidak mungkin dapat digambarkan dengan kata-kata, seperti rasa manisnya manisan dan pahitnya empedu, kamu tidak akan dapat mengetahuinya kecuali dengan mencicipinya.


كَمَا حُكِيَ أَنَّ عِنِّيْنًا كَتَبَ اِلَى صَاحِبٍ لَهُ: أَنْ عَرِّفْنِي لَذَّةَ الْمُجَامَعَةِ كَيْفَ تَكُوْنُ؟ فَكَتَبَ لَهُ فِي جَوَابِهِ: يَا فُلَانُ، إِنِّي كُنْتُ حَسِبْتُكَ عِنِّيْنًا فَقَطْ، وَالْآنَ عَرَفْتُ أَنَّكَ عَنِّيْنٌ وَأَحْمَقُ؛ لِأَنَّ هَذِهِ اللَّذَّةَ ذَوْقِيَّةٌ، إِنْ تَصَلَ إِلَيْهَا تَعْرِفْ، وَإِلَّا لَا يَسْتَقِيْمُ وَصْفُهَا بِالْقَوْلِ وَالْكِتَابَةِ.

Demikian itu sebagaimana yang diceritakan bahwa seseorang yang menderita impotensi mengirim surat kepada shahabatnya yang isinya; “Beritahukan kepadaku tentang ni’matnya bersenggama, bagaimanakah rasanya?”.

أَيُهَا الْوَلَدُ..!!
بَعْضُ مَسَائِلِكَ مِنْ هَذَا الْقَبِيْلِ، وَأَمَّا الْبَعْضُ الَّذِي يَسْتَقِيْمُ لَهُ الْجَوَابُ فَقَدْ ذَكَرْنَاهُ فِي "إِحْيَاءِ الْعُلُوْمِ" وَغَيْرِهِ، وَنَذْكُرُ هَهُنَا نُبَذًا مِنْهُ وَنُشِيْرُ إِلَيْهِ
Sebagian pertanyaanmu menyerupai permasalahan ini tadi, sedangkan sebagian yang lain yang mungkin dijawabnya, telah aku tuturkan dalam kitab “Ihya ‘Ulumuddin” dan lainnya. Disini aku akan menyebutkan sebagian saja darinya, dan aku akan memberikan isyarah terhadapnya.


فَنَقُوْلُ: قَدْ وَجَبَ عَلَى السَّالِكِ أَرْبَعَةُ أُمُوْرٍ: الْأَمْرُ الْأَوَّلُ: اِعْتِقَادٌ صَحِيْحٌ لَا يَكُوْنُ فِيْهِ بِدْعَةٌ. وَالثَّانِي: تَوْبَةٌ نَصُوْحٌ لَا يَرْجِعُ بَعْدَهُ اِلَى الزَّلَّةِ. وَالثَّالِثُ: اِسْتِرْضَاءُ الْخُصُوْمِ حَتَّى لَا يَبْقَى لِأَحَدٍ عَلَيْكَ حَقٌّ. وَالرَّابِعُ: تَحْصِيْلُ عِلْمِ الشَّرِيْعَةِ قَدْرَ مَا تُؤَدَّى بِهِ أَوَامِرَ اللهِ تَعَالَى. ثُمَّ مِنَ الْعُلُوْمِ الْآَخِرَةِ مَا يَكُوْنُ بِهِ النَّجَاةُ.

Aku berkata; Sungguh wajib bagi seorang penempuh jalan menuju Allah memenuhi empat perkara; Pertama; Wajib memiliki i’tikad dan keyakinan yang benar yang tidak ada bid’ah didalamnya. Kedua; Wajib bertaubat dengan taubatan nashuha, yaitu setelah bertaubat ia tidak lagi kembali melakukan kesalahan. Ketiga; Wajib meminta kerelaan orang-orang yang berselisih denganmu hingga tidak tersisa satu hak seorangpun atas dirimu. Keempat; Wajib menuntut ‘ilmu syari’at sekadar untuk memenuhi perintah-perintah Allah, kemudian menuntut ilmu-ilmu  akhirat yaitu ‘ilmu yang dapat mengantarkan menjadi orang yang selamat.


حُكِيَ أَنَّ الشِّبْلِي رَحِمَهُ اللهُ خَدَمَ أَرْبَعَمِائَةِ أُسْتَاذٍ، وَقَالَ قَرَأْتُ أَرْبَعَةَ آلَافِ حَدِيْثٍ، ثُمَّ اخْتَرْتُ مِنْهَا حَدِيْثًا وَاحِدًا، وَعَمِلْتُ بِهِ، وَخَلَّيْتُ مَا سِوَاهُ؛ لِأّنِّيْ تَأَمَّلْتُهُ فَوَجَدْتُ خَلَاصِي وَنَجَاتِي فَيْهِ، وَكَانَ عِلْمُ الْأَوَّلِيْنَ، وَالْآَخِرِيْنَ كُلُّهُ مُنْدَرِجًا فِيْهِ فَاكْتَفَيْتُ بِهِ


Dikisahkan bahwa Imam Syibli rahimahullah telah berkhidmat kepada 400 guru. Ia berkata; “Aku telah mempelajari 4000 hadits, kemudian aku memilih satu hadits diantaranya dan aku mengamalkannya, sementara yang lainnya aku abaikan. Demikian itu, karena setelah aku meresapinya dengan seksama, aku menemukan jalan keluar dan keselamatanku berada dalam satu hadits tersebut. Ternyata ‘ilmu orang-orang terdahulu dan ‘ilmu orang-orang belakangan semuanya beredar dalam satu hadits tersebut. Maka aku merasa cukup dengannya.


وَذَلِكَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبَعْضِ أَصْحَابِهِ:" اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ مَقَامِكَ فِيْهَا، وَاعْمَلْ لِآَخِرَتِكَ بِقَدْرِ بَقَائِكَ فِيْهَا، وَاعْمَلْ لِلهِ بِقَدْرِ حَاجَتِكَ إِلَيْهِ، وَاعْمَلْ لِلنَّارِ بِقَدْرِ صَبْرِكَ عَلَيْهَا " .


Adapun hadits tersebut ialah; Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada sebagian shahabat beliau; “Berbuatlah untuk duniamu sebatas mana lamanya kamu tinggal didalamnya, dan berbuatlah untuk akhiratmu sebatas mana kekelanmu didalamnya. Dan berbuatlah untuk Allah sebatas mana butuhmu kepada-Nya, dan berbuatlah untuk neraka sebatas mana kesabaranmu bertahan didalamnya”.


أيها الولد..!!
إِذَا عَلِمْتَ هَذَا الْحَدِيْثَ لَا حَاجَةَ اِلَى الْعِلْمِ الْكَثِيْرِ. وَتَأَمَّلْ فِي حِكَايَةٍ أُخْرَى،


Wahai anakku !.
Jika kamu telah memahami hadits ini, tentu kamu tidak akan butuh ‘ilmu yang banyak. dan renungkanlah hikayat yang lain; 


وَذَلِكَ: أَنَّ حَاتِمَ الْأَصَمِّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّقِيْقِ الْبَلْخِي رَحْمَةُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمَا، فَسَأَلَهُ يَوْمًا قَالَ: صَاحَبْتَنِي مُنْذُ ثَلَاثِيْنَ سَنَةً مَا حَصَّلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: حَصَّلْتُ ثَمَانِيَ فَوَائِدَ مِنَ الْعِلْمِ، وَهِيَ تَكْفِيْنِي مِنْهُ لِأَنِّيْ أَرْجُوْ خَلَاصِي وَنَجَاتِي فِيْهَا. فَقَالَ شَقِيْقٌ: مَا هِيَ؟ قَالَ حَاتِمُ الْأَصَمّ: 

Bahwasanya Hatim Al Ashom adalah shahabat Syaqiq al Balkhi -rahmatullahi ‘alaihima-. Pada suatu hari Syaqiq al Balkhi bertanya kepada Hatim al Ashom; Kamu telah bershahabat denganku selama 30 tahun, apa yang kamu dapatkan sselama itu? Hatim al Ashom menjawab; Aku telah mendapatkan delapan faidah ‘ilmu, dan itu sudah mencukupiku dari segala-galanya, karena sesungguhnya aku berharap keselamatanku berada dalam delapan faidah tersebut. Syaqiq al Balkhi bertanya; Apa saja delapan faidah itu?Hatim al Ashom berkata;


الْفَائِدَةُ الْأُوْلَى: أَنِّي نَظَرْتُ اِلَى الْخَلْقِ فَرَأَيْتُ فَلِكُلٍّ مِنْهُمْ مَحْبُوْبًا وَمَعْشُوْقًا يُحِبُّهُ وَيَعْشُقُهُ، وَبَعْضُ ذَلِكَ الْمَحْبُوْبُ يُصَاحِبُهُ اِلَى مَرَضِ الْمَوْتِ وَبَعْضُهُ يُصَاحِبُهُ اِلَى شَفِيْرِ الْقَبْرِ، ثُمَّ يَرْجِعُ كُلُّهُ، وَيَتْرُكُهُ فَرِيْدًا وَحِيْدًا، وَلَا يَدْخُلُ مَعَهُ فِي قَبْرِهِ مِنْهُمْ أَحَدٌ.

Faidah pertama; Sungguh aku telah memandang dan memperhatikan makhluk bahwa masing-masing dari mereka memiliki kesayangan yang dicintainya dan dirindukannya. Sebagian dari kesayangannya itu ada yang menemaninya sampai waktu sakit menjelang kematiannya, dan sebagian lagi ada yang menemaninya sampai ke tepi liang kubur, kemudian semua kesayangannya itu kembali meninggalkannya seorang diri dan tidak satupun dari mereka yang menyertainya ke dalam kubur


فَتَفَكَّرْتُ وَقُلْتُ: أَفْضَلُ مَحْبُوْبِ الْمَرْءِ مَا يَدْخُلُ مَعَهُ فِيْ قَبْرِهِ، وَيُؤَنِّسُهُ فِيْهِ، فَمَا وَجَدْتُهُ غَيْرَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، فَأَخَذْتُهَا مَحْبُوْبَةً لِي؛ لِتَكُوْنَ لِي سِرَاجًا فِي قَبْرِي، وَتُؤَنِّسَنِي فِيْهِ، وَلَا تَتْرُكَنِي فَرِيْدًا.


Lalu aku berfikir dan aku berkata; Sebaik-baik kesayangan seseorang adalah sesuatu yang sanggup ikut masuk menemaninya di dalam kubur, dan yang dapat menghiburnya di alam kubur sana. Dan aku tidak menemukan hal itu selain ‘amal shalih, maka aku jadikan ‘amal shalih sebagai kesayanganku agar ia dapat menjadi penerang di dalam kuburku, dan dapat menghiburku di sana serta tidak meninggalkanku seorang diri.


الْفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: أَنِّي رَأَيْتُ الْخَلْقَ يَقْتَدُوْنَ أَهْوَاءَهُمْ، وَيُبَادِرُوْنَ اِلَى مُرَادَاتِ أَنْفُسِهِمْ، فَتَأَمَّلْتُ قَوْلَهُ تَعَالَى:{ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى* فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى } (النازعات ٤٠ – ٤١)


Faidah kedua; Sungguh aku melihat bahwa orang-orang itu senantiasa menuruti hawa nafsunya dan bersegera memenuhi segala keinginannya. Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggal(nya)” ( Qs. An Nazi’at; 40–41).


وَتَيَقَّنْتُ أَنّ الْقُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ فَبَادَرْتُ اِلَى خِلَافِ نَفْسِي وَتَشَمَّرْتُ لِمُجَاهَدَتِهَا، وَمَنْغِهَا عَنْ هَوَاهَا، حَتَّى ارْتَاضَتْ بِطَاعَةِ اللهِ تَعَالَى وَانْقَادَتْ.


Dan aku yakin bahwa Al Qur’an adalah haq dan benar, maka aku bersegera menentang keinginan nafsuku, bergegas memeranginya dan mencegah kemauannya hingga ia tunduk dan patuh untuk selalu ta’at kepada Allah Ta’ala.


الْفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنِّي رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مِنَ النَّاسِ يَسْعَى فِي جَمِيْعِ حِطَامِ الدُّنْيَا، ثُمَّ يُمْسِكُهُ قَابِضًا يَدَهُ عَلَيْهِ، فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:{ مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍ} فَبَذَلْتُ مَحْصُوْلِي مِنَ الدُّنْيَا لِوَجْهِ اللهِ تَعَالَى فَفَرَّقْتُهُ بَيْنَ الْمَسَاكِيْنَ لِيَكُوْنَ ذُخْرًا لِي عِنْدَ اللهِ تَعَالَى.


Faidah ketiga; Sungguh aku melihat setiap manusia senantiasa berusaha untuk mengumpulkan harta dunia kemudian menyimpan dan menguasainya. Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “Apa yang ada disisimu akan lenyap, dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal”. (Qs. An Nahl; 96). Maka aku menyerahkan harta benda duniawi yang telah aku peroleh demi mendapatkan ridla Allah Ta’ala, dan aku membagikannya lepada orang-orang miskin sebagai simpananku di sisi Alla Ta’ala.


الْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ: أَنِّي رَأَيْتُ بَعْضَ الْخَلْقِ يَظُنُّ أَنَّ شَرَفَهُ وَعِزَّهُ فِي كَثْرَةِ الْأَقْوَامِ وَالْعَشَائِرِ فَاغْتَرَّ بِهِمْ. وَزَعَمَ آخَرُوْنَ أَنَّهُ فِي ثَرْوَةِ الْأَمْوَالِ وَكَثْرَةِ الْأَوْلَادِ، فَافْتَخَرُوْا بِهَا. وَحَسِبَ بَعْضُهُمْ أَنَّ الْعِزَّ وَالشَّرَفَ فِي غَصْبِ أَمْوَالِ النَّاسِ وَظُلْمِهِمْ وَسَفْكِ دِمَائِهِمْ. وَاعْتَقَدَتْ طَائِفَةٌ أَنَّهُ فِي إِتْلَافِ الْمَالِ وَإِسْرَافِهِ، وَتَبْذِيْرِهِ،


Faidah keempat; Sungguh aku melihat sebagian orang beranggapan bahwa kehormatan dan kemuliaan seseorang itu terletak pada banyaknya pengikut dan pergaulan, maka akhirnya mereka terpedaya olehnya Sebagian yang lain beranggapan bahwa kemuliaan itu tergantung pada banyaknya harta benda dan keturunan, maka mereka membangga-banggakannya. Sebagian yang lain menduga bahwa kehormatan dan kemuliaan itu terletak pada kehebatan merampas harta orang lain, menganiaya dan membunuh mereka. dan segolongan orang beranggapan bahwa kemuliaan itu terletak pada kemampuan menghabiskan harta benda, berfoya-foya dan menghambur-hamburkannya.


فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:{ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ }، فَاخْتَرْتُ التَّقْوَى، وَاعْتَقَدْتُ أَنَّ الْقُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ، وَظَنَّهُمْ وَحِسْبَانَهُمْ كُلُّهَا بَاطِلٌ زَائِلٌ.


Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa”. (Qs. Al Hujurat; 13). Maka aku memilih taqwa sebagai (kemuliaan), karena aku yakin bahwa Al Qur’an adalah haq dan benar, sedangkan anggapan dan dugaan mereka semuanya adalah batil dan menyimpang.


الْفَائِدَةُ الْخَامِسَةٌ: أَنِّي رَأَيْتُ النَّاسَ يَذُمُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَيَغْتَابُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، فَوَجَدْتُ أَصْلَ ذَلِكَ مِنَ الْحَسَدِ وَالْجَاهِ وَالْعِلْمِ،


Faidah kelima; Sungguh aku melihat orang-orang yang suka mencela satu sama lain dan yang suka menggunjing satu sama lain, dan aku menemukan bahwa semua itu bersumber dari kedengkian, kedudukan dan ‘ilmu..


فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:{ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا } فَعَلِمْتُ أَنَّ الْقِسْمَةَ كَانَتْ مِنَ اللهِ تَعَالَى فِي الْأَزَلِ، فَمَا حَسَدْتُ أَحَدًا وَرَضِيْتُ بِقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى.


Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia”. (Qs. Az Zuhruf; 32). Dan aku mengerti bahwa pembagian penghidupan adalah ketentuan dari Allah Ta’ala sejak zaman azali, Maka aku tidak mendengki kepada seseorangpun dan aku ridla dengan pembagian Allah Ta’ala.


الْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ: أَنِّي رَأَيْتُ النَّاسَ يُعَادِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا لِغَرَضٍ وَسَبَبٍ،


Faidah keenam; Sungguh aku melihat orang-orang yang saling bermusuhan satu sama lain lantaran suatu kepentingan dan sebab-sebab tertentu.



فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:{ إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا } فَعَلِمْتُ أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ عَدَاوَةَ أَحَدٍ غَيْرِ الشَّيْطَانِ

Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “Sungguh syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh”. (Qs. Faathir; 6). Maka aku mengerti bahwa kita tidak boleh memusuhi seseorang pun selain syaitan.


 الْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنِّي رَأَيْتُ كُلَّ أَحَدٍ يَسْعَى بِجِدٍّ، وَيَجْتَهِدُ بِمُبَالَغَةٍ لِطَلَبِ الْقُوْتِ وَالْمَعَاشِ، بِحَيْثُ يَقَعُ بِهِ فِي شُبْهَةٍ وَحَرَامٍ وَيُذِلُّ نَفْسَهُ وَيَنْقُصُ قَدْرَهُ،


Faidah ketujuh; Sungguh aku telah melihat setiap orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan makanan dan penghidupan hingga terjatuh pada perkara syubhat dan haram bahkan sampai menghinakan diri dan menurunkan derajatnya.


فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:{ وَمَا مِنْ دَآبَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا } فَعَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِي عَلَى اللهِ تَعَالَى وَقَدْ ضَمِنَهُ، فَاشْتَغَلْتُ بِعِبَادَتِهِ، وَقَطَعْتُ طَمَعِي عَمَّنْ سِوَاهُ.

Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “Dan tidak satupun binatang melata dimuka bumi ini melainkan Allah telah menjamin rizkinya”. (Qs. Hud; 6). Dan aku mengerti bahwa rizkiku telah ditanggung oleh Allah Ta’ala dan Dia benar-benar menjaminnya. Maka aku menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya, dan memutuskan harapanku dari selain-Nya.


الْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ: أَنِّي رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مُعْتَمِدًا عَلَى شَيْءٍ مَخْلُوْقٍ، بَعْضُهُمْ إِلَى الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ، وَبَعْضُهُمْ إِلَى الْمَالِ وَالْمُلْكِ، وَبَعْضُهُمْ إِلَى الْحِرْفَةِ وَالصِّنَاعَةِ، وَبَعْضُهُمْ إِلَى مَخْلُوْقٍ مِثْلِهِ،

Faidah kedelapan; Sungguh aku melihat bahwa setiap orang mengandalkan suatu ciptaan. Sebagian dari mereka ada yang mengandalkan Dinar dan Dirham, sebagian yang lain mengandalkan harta dan kekuasaan, sebagian lagi mengandalkan pekerjaan dan keahlian, dan sebagian lagi mengandalkan ciptaan yang sejenisnya.


فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:{ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ، إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ، قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا} فَتَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ تَعَالَى فَهُوَ حَسْبِي وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ. 

Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala; “dan barangsiapa yang bertwakkal (berserah diri) kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah akan melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”. (Qs. Ath Thalaq; 3). Maka aku bertawakkal (berserah diri) kepada Allah, Dialah Allah yang telah mencukupiku dan Dialah sebaik-baik Pelindung”. (Qs. Ali ‘Imran; 173).


فَقَالَ شَفِيْقٌ: وَفَّقَكَ اللهُ تَعَالَى إِنِّي قَدْ نَظَرْتُ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيْلَ وَالزَّبُوْرَ وَالْفُرْقَانَ، فَوَجَدْتُ الْكُتُبَ الْأَرْبَعَةَ تَدُوْرُ عَلَى هَذِهِ الْفَوَائِدِ الثَّمَانِيَةِ، فَمَنْ عَمِلَ بِهَا كَانَ عَامِلًا بِهَذِهِ الْكُتُبِ الْأَرْبَعَةِ.

Kemudian Syaqiq Al Balkhiy berkata; Semoga Allah Ta’la senantiasa memberi pertolongan kepadamu. Sungguh aku telah melihat dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Al Qur’an, dan aku menemukan bahwa kandungan empat kitab tersebut berisi seputar delapan faedah ini. Maka barangsiapa yang mengamalkan delapan faidah tersebut, maka ia telah mengamalkan empat kitab itu.

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
قَدْ عَلِمْتَ مِنْ هَاتَيْنِ الْحِكَايَتَيْنِ أَنَّكَ لَا تَحْتَاجُ اِلَى تَكْثِيْرِ الْعِلْمِ، وَالْآنَ أُبَيِّنُ لَكَ مَا يَجِبُ عَلَى سَالِكِ سَبِيْلِ الْحَقِّ:


Wahai anakku !.
kamu benar-benar telah mengetahui dua hikayat ini, sesungguhnya kamu tidak perlu kagi memperbanyak ‘ilmu. Dan kini aku akan menjelaskan kepadamu apa yang diwajibkan atasi penempuh jalan menuju Allah yang Haq


فَاعْلَمْ أَنَّهُ يَنْبَغِي لِلسَّالِكِ شَيْخٌ مُرْشِدٌ مُرَبٍّ، لِيَخْرُجَ الْأَخْلَاقَ السَّيِّئَةَ مِنْهُ بِتَرْبِيَّتِهِ، وَيَجْعَل مَكَانَهَا خُلُقًا حَسَنًا.

Ketahuilah bahwasanya bagi Salik (penempuh jalan menuju Allah) seharusnya meiliki guru yang dapat memberikan petunjuk dan bimbingan, agar ia dapat menghilangkan akhlak yang tercela dari dirinya berkat bimbingnnya, dan mengantikannya dengan akhlak yang terpuji.


وَمَعْنَى التَّرْبِيَّةِ يُشْبِهُ فِعْلَ الْفَلَّاحِ الَّذِي يَقْلَعُ الشَّوْكَ. وَيُخْرِجُ النَّبَاتَاتِ الْأَجْنَبِيَّةِ مِنْ بَيْنِ الزَّرْعِ لِيَحْسُنَ نَبَاتُهُ وَيَكْمُلَ رَيْعُهُ، وَلَا بُدَّ لِلسَّالِكِ مِنْ شَيْخٍ يُؤَدِّبُهُ وَيُرْشِدُهُ اِلَى سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى، لِأَنَّ اللهَ أَرْسَلَ لِلْعِبَادِ رَسُوْلًا لِلْإِرْشَادِ اِلَى سَبِيْلِهِ،


Ma’na bimbingan tersebut adalah menyerupai pekerjaan seorang petani yang mencabut rumput-rumput berduri, dan menghilangan tumbuh-tumbuhan lain yang tumbuh di sela-sela tanamannya, agar tanamannya tumbuh dengan baik dan sempurna hasil panennya. Maka merupakan suatu keharusan bagi seorang Salik memiliki guru yang mengajarkan adab dan memberikan petunjuk ke jalan Allah. Karena Alah telah mengutus seorang utusan bagi hamba-hamba-Nya untuk menunjukkan ke jalan-Nya. 


فَإِذَا ارْتَحَلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ خَلَفَ الْخُلَفَاءُ فِي مَكَانِهِ، حَتَّى يُرْشِدُوْا اِلَى اللهِ تَعَالَى. 


Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berangkat meninggalkan umatnya, maka Allah menjadikan beberapa khalifah untuk menggantikan kedudukannya sehingga mereka memberi petunjuk ke jalan menuju Allah Ta’ala.


وَشَرْطُ الشَّيْخِ الَّذِي يَصْلُحُ أَنْ يَكُوْنَ نَائِبًا لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا، وَلَكِنْ لَا كُلُّ عَالِمٍ يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ.


Adapun syarat seorang guru yang pantas dijadikan sebagai khalifah (pengganti) Rasulullah -shalawatullahi wasalamuhu ‘alaih- adalah orang yang ‘alim, akan tetapi tidak setiap orang ‘alim pantas menjadi sebagai khalifah.


وَإِنِّي أُبَيِّنُ لَكَ بَعْضَ عَلَامَاتِهِ عَلَى سَبِيْلِ الْإِجْمَالِ؛ حَتَّى لَا يَدَّعِي كُلُّ أَحَدٍ أَنَّهُ مُرْشِدٌ،


Dan aku akan menjelaskan kepadamu sebagian dari tanda-tanda orang ‘alim (yang pantas dijadikan sebagai khalifah) secara global; sehingga tidak setiap orang dapat mengaku sebagai mursyid.


فَنَقُوْلُ: مَنْ يُعْرِضُ عَنْ حُبِّ الدُّنْيَا وَحُبِّ الْجَاهِ، وَكَانَ قَدْ تَابَعَ شَيْخًا بَصِيْرًا تَتَسَلْسَلُ مُتَابَعَتُهُ اِلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ مُحْسِنًا رِيَاضَةَ نَفْسِهِ مِنْ قِلَّةِ الْأَكْلِ وَالْقَوْلِ وَالنَّوْمِ وَكَثْرَةِ الصَّلَوَاتِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ، وَكَانَ بِمُتَابَعَتِهِ الشَّيْخَ الْبَصِيْرَ جَاعِلًا مَحَاسِنَ الْأَخْلَاقِ لَهُ سِيْرَةً كَالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَالشُّكْرِ وَالتَّوَكُّلِ وَالْيَقِيْنِ وَالسَّخَاءِ وَالْقَنَاعَةِ وَطُمَأْنِيْنَةِ النَّفْسِ وَالْحِلْمِ وَالتَّوَاضُعِ وَالْعِلْمِ وَالصِّدْقِ وَالْحَيَاءِ وَالْوَفَاءِ وَالْوَقَارِ وَالسُّكُوْنِ وَالتَّأَنِّي وَأَمْثَالِهَا، فَهُوَ إِذًا نُوْرٌ مِنْ أَنْوَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْلُحُ لِلْإِقْتِدَاءِ بِهِ،


Aku berkata; Barangsiapa yang berpaling dari cinta terhadap dunia dan cinta kedudukan, dan ia benar-benar telah mengikuti seorang guru yang arif lagi bijaksana yang gurunya memiliki mata rantai sampai kepada pemimpin para utusan shallallahu ‘alaihi wasallam, Keadaannya ahli riyadlah (melatih diri) itu orang yang memperbagus dalam hal mengurangi makan, ucapan dan tidur, serta memperbanyak shalat shadaqah dan puasa. Dan dalam mengikuti gurunya yang arif lagi bijaksana, ia menjadikan akhlak yang terpuji sebagai perilakunya seperti sabar, shalat, syukur, tawakkal, yaqin, dermawan, qana’ah, ketenangan jiwa, murah hati, tawadlu’, pengetahuan, jujur, malu, tepat janji, wibawa, tenang, tidak tergesa-gesa dan semacamnya, maka orang yang demikian itu merupakan pembawa cahaya dari cahaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pantas dijadikan sebagai panutan (guru)


وَلَكِنْ وُجُوْدُ مِثْلِهِ نَادِرٌ أَعَزُّ مِنَ الْكِبْرِيْتِ الْأَحْمَرِ. وَمَنْ سَاعَدَتْهُ السَّعَادَةُ فَوَجَدَ شَيْخًا كَمَا ذَكَرْنَاهُ، وَقَبِلَهُ الشَّيْخُ،يَنْبَغِي أَنْ يَحْتَرِمَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا:


namun keberadaan orang semacam itu sangat langka dan sulit ditemukan lebih sulit daripada menemukan belerang merah. Barangsiapa yang beruntung mendapatkan pertolongan dapat menemukan guru seperti yang aku jelaskan, dan guru itu menerimanya sebagai murid, maka ia (murid) harus memuliakannya lahir batin.



 أَمَّا اِحْتِرَامُ الظَّاهِرِ فَهُوَ أَنْ لَا يُجَادِلَهُ، وَلَا يَشْتَغِلُ بِالْاِحْتِجَاجِ مَعَهُ فِي كُلِّ مَسْأَلَةٍ وَإِنْ عَلِمَ خَطَأَهُ،  

Adapun memuliakannya secara lahir yaitu dengan cara tidak membantahnya, Tidak menyibukkan diri dengan membuat alasan dalam setiap masalah, meskipun ia tahu bahwa gurunya salah.


وَلَا يُلْقِيَ بَيْنَ يَدَيِهْ سَجَّادَتَهُ إِلَّا وَقْتَ أَدَاءِ الصَّلَاةِ، فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الصَّلَاةِ يَرْفَعُهَا،


Tidak boleh menggelar sajadah di depan gurunya kecuali waktu hendak melakukan shalat, dan jika telah selesai shalat, murid segera mengangkat sajadahnya.


 وَلَا يُكْثِرَ نَوَافِلَ الصَّلَاةِ بِحَضْرَتِهِ، وَيَعْمَلُ مَا يَأْمُرُهُ الشَّيْخُ مِنَ الْعَمَلِ بِقَدْرِ وُسْعِهِ وَطَاقَتِهِ.


Murid tidak boleh meperbanyak shalat sunnat di hadapan gurunya. Dan murid harus menjalankan amalan yang diperintahkan gurunya sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya.


وَأَمَّا اِحْتِرَامُ الْبَاطِنِ: فَهُوَ أَنَّ كُلَّ مَا يَسْمَعُ وَيَقْبَلُ مِنْهُ فِي الظَّاهِرِ لَا يُنْكِرُهُ فِي الْبَاطِنِ لَا فِعْلًا وَلَا قَوْلًا؛ لِئَلَّا يَتَّسِمَ بِالنِّفَاقِ، وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ يَتْرُكْ صُحْبَتَهُ إِلَى أَنْ يُوَافِقَ يَاطِنُهُ ظَاهِرَهُ.


Adapun memuliakan guru secara batin ialah; setiap apapun yang didengar dan diterima dari guru secara lahir, murid tidak mengingkari dalam batinnya, baik dalam perbuatan maupun ucapan, agar tidak bershifat dengan shifat-shifat munafiq. Apabila murid tidak mampu menjalankan perintah-perintah gurunya, hendaknya ia meninggalkan bersama gurunya sampai batinnya cocok dengan lahirnya.


وَيَحْتَرِزُ عَنْ مُجَالَسَةِ صَاحِبِ السُّوْءِ؛ لِيَقْصُرَ وِلَايَةَ شَيَاطِيْنَ الْإِنْسِ وِالْجِنِّ عَنْ صَحْنِ قَلْبِهِ، فَيُصَفَّي مِنْ لَوْثِ الشَّيْطَنَةِ، وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَخْتَارُ الْفَقْرَ عَلَى الْغِنَى.


Dan murid hendaknya menjaga diri dari duduk bersama dengan orang yang buruk budi pakertinya, agar dapat mempersempit peluang setan jin dan manusia masuk ke ruang hatinya, sehingga hatinya bersih dari kotoran setani. Dalam kondisi apapun hendaknya murid lebih mengutamakan kefakiran daripada kekayaan.


ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ التَّصَوُّفَ لَهُ خَصْلَتَانِ: اَلْاِسْتِقَامَةُ مَعَ اللهِ تَعَالَى، وَالسُّكُوْنُ عَنِ الْخَلْقِ،


Ketahuilah bahwasanya tashawwuf memiliki dua pekerti; Istiqamah bersama Allah Ta’ala dan Tenang menghadapi orang-orang.


فَمَنْ اسْتَقَامَ مَعَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَحْسَنَ خُلُقُهُ بِالنَّاسِ وَعَامَلَهُمْ بِالْحِلْمِ فَهُوَ "صُوْفِيٌّ".


Barang siapa yang istiqamah bersama Allah ‘Azza wa Jalla, baik budi pakertinya terhadap sesama manusia dan mempergauli mereka dengan lemah lembut, maka ia adalah orang shufi.


وَالْاِسْتِقَامَةُ أَنْ يَفْدِيَ حَظَّ نَفْسِهِ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى. وَحُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ: أَلَّا تَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مُرَاِد نَفْسِكَ، بَلْ تَحْمِلَ نَفْسَكَ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفُوا الشَّرْعَ.


Dan istiqamah ialah; Mengalahkan kepantingan diri sendiri demi menjalankan perintah Allah Ta’ala. Sedangkan berakhlak mulia terhadap sesama manusia ialah; Kamu tidak membebani orang lain demi memenuhi keinginanmu sendiri, bahkan kamu rela menanggung beban demi memenuhi keinginan orang lain selama tidak bertentangan dengan hukum syara’.


ثُمَّ إِنَّكَ سَأَلْتَنِي عَنِ الْعُبُوْدِيَّةِ ؟، وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: أَحَدُهَا: مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ. وَثَانِيْهَا: الرِّضَاءُ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى. وَثَالِثُهَا: تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ فِي طَلَبِ رِضَاءِ اللهِ تَعَالَى.


Kemudian kamu bertanya kepadaku tentang ‘ubudiyah (penghambaan diri kepada Allah Ta’ala) ?.Ubudiyah ada tiga perkara; 1.Menjaga perintah syara’. 2.Ridla dengan qadla’ dan qadar serta ridla dengan pembagian Allah Ta’ala. 3.Meninggalkan ridla terhadap dirimu sendiri demi mencari ridla Allah Ta’ala.


وَسَأَلْتَنِي عَنِ التَّوَكُّلِ؟ وَهُوَ أَنْ تَسْتَحْكِمَ اِعْتِقَادَكَ بِاللهِ تَعَالَى فِيْمَا وَعَدَ، يَعْنِي تَعْتَقِدُ أَنَّ مَا قُدِّرَ لَكَ سَيَصِلُ إِلَيْكَ لَا مَحَالَةَ وَإِنِ اجْتَهَدَ كُلُّ مَنْ فِي الْعَالَمِ عَلَى صَرْفِهِ عَنْكَ، وَمَا لَمْ يَكْتُبْ لَكَ لَنْ يَصِلَ إِلَيْكَ، وَإِنْ سَاعَدَكَ جَمِيْعُ الْعَالَمِ.


Kamu bertanya kepadaku tentang tawakkal ?.Tawakkal ialah; Memperkuat keyakinanmu kepada Allah Ta’ala perihal apa yang telah dijanjikan. Artinya kamu yakin bahwa apapun yang telah ditentukan untukmu pasti akan sampai kepadamu walaupun semua orang yang ada di alam semesta ini berusaha menghalanginya untuk sampai kepadamu. Dan kamu yakin bahwa apapun yang tidak ditentukan untukmu pasti tidak akan sampai kepadamu walaupun semua orang yang ada di alam semesta ini membantumu.


وَسَأَلْتَنِي عَنِ الْإِخْلَاصِ ؟ وَهُوَ أَنْ تَكُوْنَ أَعْمَالُكَ كُلُّهَا لِلهِ تَعَالَى، وَلَا يَرْتَاحُ قَلْبُكَ بِمَحَامِدِ النَّاسِ، وَلَا تُبَالِي بِمَذَمَّتِهِمْ. 


Dan kamu bertanya kepadaku tentang ikhlas ?. Ikhlas ialah; Kamu menjadikan seluruh ‘amal perbuatanmu hanya karena Allah Ta’ala, hatimu tidak merasa nyaman dengan pujian orang lain, dan kamu tidak perduli dengan cacian mereka.


وَاعْلَمْ أَنَّ الرِّيَاءَ يَتَوَلَّدُ مِنْ تَعْظِيْمِ الْخَلْقِ. وَعِلَاجُهُ أَن تَرَاهُمْ مُسَخَّرِيْنَ تَحْتَ الْقُدْرَةِ، وَتَحْسَبُهُمْ كَالْجَمَادَاتِ فِي عَدَمِ قُدْرَةِ إِيْصَالِ الرَّاحَةِ وَالْمَشَقَّةِ لِتَخْلُصَ مِنْ مُرَاءَاتِهِمْ. 


Ketahuilah bahwa riya’ itu lahir dari menganggap agung terhadap makhluk. Sedangkan obatnya adalah; Hendaknya kamu memandang bahwa semua makhluk itu hina dibawah kekuasaan Allah. Dan hendaknya kamu menganggap mereka sama dengan benda mati dalam hal ketidakmampuannya mendatangkan rasa senang dan susah, agar kamu selamat dari riya’ (pamer) terhadap makhluk.

وَمَتَى تَحْسَبُهُمْ ذَوِي قُدْرَةٍ وَإِرَادَةٍ لَنْ يَبْعُدَ عَنْكَ الرِّيَاءُ.


Selama kamu masih menganggap makhluk itu mempunyai kekuasaan dan kehendak, selama itu pula riya’ tidak akan menjauh darimu. 


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
وَالْبَاقِي مِنْ مَسَائِلِكَ بَعْضُهَا مَسْطُوْرٌ فِي مُصَنَّفَاتِي، فَاطْلُبْهُ ثَمَّةَ: وَكِتَابَةُ بَعْضِهَا حَرَامٌ، اِعْمَلْ أَنْتَ بِمَا تَعْلَمُ، لِيَنْكَشِفَ لَكَ مَا لَمْ تَعْلَمْ،


Wahai anakku !.
Masalah lain yang masih tersisa dari pertanyaanmu sebagiannya telah tertulis dalam kitab-kitab karanganku, carilah dari sana, dan sebagiannya lagi adalah haran untuk ditulis. Amalkanlah apa yang kamu ketahui, agar terbuka bagimu apa yang belum kamu ketahui.

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
بَعْدَ الْيَوْمِ لَا تَسْأَلْنِي مَا أُشْكِلَ عَلَيْكَ إِلَّا بِلِسَانِ الْجِنَانِ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَلَوْأَنَّهُمْ صَبَرُوْا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُم

Wahai anakku !.
Setelah hari ini janganlah kamu bertanya lagi kepadaku tentang sesuatu yang masih belum jelas bagimu, kecuali dengan bahasa hati, karena Allah Ta’ala telah berfirman; “Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, niscaya itu akan lebih baik bagi mereka”. (Qs. Al Hujurat; 5).


وَاقْبَلْ نَصِيْحَةَ الْخَضِرِ عَلَيِهْ السَّلَامُ حِيْنَ قَالَ:{فَلَا تَسْئَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا} وَ

Terimalah nasehat Nabi Khidlir ‘alaihissalam, ketika berkata (kepada Nabi Musa ‘alaihissalam): “Jangan engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun, hingga aku sendiri yang menerangkannya kepadamu”. (Qs. Al Kahfi; 70).


لَا تَسْتَعْجِلْ حَتَّى تَبْلُغَ أَوَانَهُ يُكْشَفُ لَكَ وَتَرَاهُ:{سَأُرِيْكُمْ آيَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُوْنَ}. فَلَا تَسْأَلْنِي قَبْلَ الْوَقْتِ، وَتَيَقَّنْ أَنَّكَ لَا تَصِلُ إِلَّا بِالسَّيْرِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى:{أَوَلَمْ يَسِيْرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوْا}.

Dan janganlah kamu tergesa-gesa sehingga dirimu sampai pada masanya, kelak kamu akan dibukakan bagimu dan kamu akan mengetahuinya; {“kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)Ku maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya”}. (Qs. Al Anbiya’; 37). Maka janganlah kamu bertanya kepadaku sebelum waktunya, dan yakinlah bahwa kamu tidak akan sampai kecuali dengan menjalaninya. Allah Ta’ala berfirman; “Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu mereka melihat”.  ( Qs. Ar Rum; 9 ).


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
بِاللهِ إِنْ تَسِرْ تَرَ الْعَجَائِبَ فِي كُلِّ مَنْزِلٍ، وَابْذُلْ رَاحَكَ، فَإِنَّ رَأْسَ هَذَا الْأَمْرِ بَذْلُ الرُّوْحِ، كَمَا قَالَ ذُو النُّوْنِ الْمِصْرِي رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى لِأَحَدِ تَلَامِذَتِهِ: إِنْ قَدَرْتَ عَلَى بَذْلِ الرُّوْحِ فَتَعَالَ، وَإِلَّا فَلَا تَشْتَغِلْ بِتُرْهَاتِ الصُّوْفِيَّةِ.


Wahai anakku !.
Demi Allah, apabila kamu telah berjalan, maka kamu akan melihat keajaiban-keajaiban disetip tempat. Dan pasrahkanlah jiwamu, karena sesungguhnya pokok dari perkara ini adalah penyerahan jiwa, sebagaimana Dzun Nun Al Mishri rahimahullahu Ta’ala berkata kepada seorang muridnya; “Jika kamu mampu menyerahkan jiwamu, maka kemarilah, namun jika tidak mampu, maka janganlah kamu menyibukkan diri dengan omong kosong soal ahli sufi“.

أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
إِنِّي أَنْصَحُكَ بِثَمَانِيَةِ أَشْيَاءَ، اِقْبَلْهَا مِنِّي لِئَلَّا يَكُوْنَ عِلْمُكَ خَصْمًا عَلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، تَعْمَلُ مِنْهَا أَرْبَعَةً، وَتَدَعُ مِنْهَا أَرْبَعَةً:

Aku nasehatkan kepadamu delapan perkara, terimalah ia dariku agar ‘ilmumu tidak menjadi musuh bagimu kelak pada hari kiamat, ‘amalkanlah empat perkara darinya dari tinggalkanlah empat perkara lainnya:


أَمَّا اللَّوَاتِي تَدَعُ: فَأَحَدُهَا: أَلَّا تُنَاظِرَ أَحَدًا فِي مَسْأَلَةٍ مَا اسْتَطَعْتَ لِأَنَّ فِيْهَا آفَاتٍ كَثِيْرَةً، فَإِثْمُهَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهَا، إِذْ هِيَ مَنْبَعُ كُلِّ خُلُقٍ ذَمِيْمٍ كَالرِّيَاءِ وَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ وَالْحِقْدِ وَالْعَدَاوَةِ وْالْمَبَاهَاةِ وَغَيْرِهَا.


Adapun empat hal yang harus kamu tinggalkan ialah; (Larangan Pertama); Janganlah kamu mendebat seseorang dalam suatu masalah yang kamu belum mampu menguasainya. karena dalam perdebatan itu dapat menimbulkan malapetaka yang banyak, dan dosanya lebih besar daripada manfa’atnya, Karena perdebatan itu merupakan sumber dari segala akhlak yang tercela seperti riya’ (pamer), dengki, sombong, dendam, permusuhan, mebanggakan diri, dan lain sebagainya.


نَعَمْ لَوْ وَقَعَ مَسْأَلَةٌ بَيْنَكَ وَبَيْنَ شَخْصٍ أَوْ قَوْمٍ، وَكَانَتْ إِرَادَتُكَ فِيْهَا أَنْ تَظْهَرَ الْحَقَّ وَلَا يَضِيْعَ، جَازَ الْبَحْثُ، لَكِنْ لِتِلْكَ الْإِرَادَةِ عَلَامَتَانِ: إِحْدَاهُمَا: أَلَّا تُفَرِّقَ بَيْنَ أَنْ يَنْكَشِفَ الْحَقُّ عَلَى لِسَانِكَ أَوْ عَلَى لِسَانِ غَيْرِكَ.وَالثَّانِيَةُ: أَنْ يَكُوْنَ الْبَحْثُ فِي الْخَلَاءِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ فِي الْمَلَأِ. 


Benar demikian, namun apabila terjadi suatu masalah antara kamu dan orang lain atau di antara suatu kaum, dan kamu berkeinginan untuk menampakkan kebenaran dan tidak menyia-nyiakannya, maka boleh membahasnya, akan tetapi keinginan semacam itu memiliki dua tanda; Pertama, Kamu tidak membedakan antara apakah terungkapnya kebenaran itu melalui lisanmu atau melalui lisan orang lain. Kedua, Kamu lebih menyukai pembahasan itu dilakukan ditempat yang sepi daripada ditempat keramaian.


وَاسْمَعْ أَنِّي أَذْكُرُ لَكَ هَهُنَا فَائِدَةً، وَاعْلَمْ أَنَّ السُّؤَالَ عَنِ الْمُشْكِلَاتِ عَرْضُ مَرَضِ الْقَلْبِ اِلَى الطَّبِيْبِ، وَالْجَوَابُ لَهُ سَعْيٌ لِإِصْلَاحِ مَرَضِهِ.وَاعْلَمْ أَنَّ الْجَاهِلِيْنَ: الْمَرْضَى قُلُوْبُهُمْ، وَالْعُلُمُاءُ: الْأَطِبَّاءُ.


Perhatikanlah! Di sini aku akan menjelaskan kepadamu suatu faedah. Ketahuilah bahwa menanyakan suatu masalah yang sulit, sama halnya dengan memeriksakan penyakit hati kepada seorang tabib. Dan menjawabnya, sama halnya dengan berusaha menyembuhkan penyakit tersebut. Ketahuilah bahwa orang-orang yang bodoh itu adalah orang yang menderita penyakit hati, dan orang-orang ‘alim adalah sebagai tabib (dokter)nya.


 وَالْعَالِمُ النَّاقِصُ لَا يُحْسِنُ الْمُعَالَجَةَ، وَالْعَالِمُ الْكَامِلُ لَا يُعَالِجُ كُلَّ مَرِيْضٍ، بَلْ يُعَالِجُ مَنْ يَرْجُوْ قَبُوْلَ الْمُعَالَجَةِ وَالصَّلَاحِ،


Namun orang ‘alim yang tidak sempurna, tidak bisa mengobati penyakit. Dan orang ‘alim yang sempurna tidak bisa mengobati segala penyakit, bahkan ia hanya bisa mengobati penyakit orang yang bersedia diobati dan yang dapat diharapkan kesembuhannya.


وَإِذَا كَانَتْ الْعِلَّةُ مُزْمِنَةً أَوْ عَقِيْمًا لَا تَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَحَذَاقَةُ الطَّبِيْبِ فِيْهِ أَنْ يَقُوْلَ: هَذَا لَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَلَا تَشْغَلْ فِيْهِ بِمُدَاوَاتِهِ لِأَنَّ فِيْهِ تَضْيِيْعَ الْعُمُرِ.


Apabila penyakitnya berupa lumpuh atau mandul yang tidak bisa diobati, maka seorang tabib yang cerdas tentu akan berkata; “Penyakit ini sudah tidak bisa disembuhkan, maka jangan menyibukkan diri dengan mengobatinya, karena hal itu akan membuang-buang waktu”. 


ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ مَرَضَ الْجَهْلِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْوَاعٍ : أَحَدُهَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، وَالْبَاقِي لَا يَقْبَلُ. أَمَّا الَّذِي لَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ: 


Kemudian, ketahuilah bahwa penyakit bodoh itu ada empat macam; Salah satunya bisa diobati, dan yang lainnya tidak bisa diobati. Adapun penyakit bodoh yang tidak bisa diobati ialah; 


فَأَحَدُهَا: مَنْ كَانَ سُؤَالُهُ وَاعْتِرَاضُهُ عَنْ حَسَدِهِ وَبُغْضِهِ، فَكُلَّمَا تُجِيْبُهُ بِأَحْسَنِ الْجَوَابِ وَأَفْصَحِهِ، فَلَا يَزِيْدُ لَهُ ذَلِكَ إِلَّا بُغْضًا وَعَدَاوَةً وَحَسَدًا، فَالطَّرِيْقُ أَلَّا تَشْتَغِلَ بِجَوَابِهِ، فَقَدْ قِيْلَ:

Pertama; Orang yang pertanyaan dan bantahannya bersumber dari kedengkian dan kebenciannya. Maka setiap kali pertanyaannya dijawab dengan sebaik-baik jawaban dan sejelas-jelasnya, jawaban terebut justru semakin menambah kebencian, permusuhan dan kedengkian. Maka jalan terbaik bagimu adalah, kamu tidak menyibukkan diri untuk menjawabnya. Sungguh tepat apa yang katakan oleh seorang penya’ir :

كُلُّ الْعَدَاوَةِ قَدْ تُرْجَى إِزَالَتُهَا # إِلَّا عَدَاوَةَ مَنْ عَادَاكَ عَنْ حَسَدٍ
Setiap permusuhan masih bisa diharapkan hilangnya
kecuali permusuhan orang yang memusuhimu yang timbul dari kedengkian.


فَيَنْبَغِي أَنْ تُعْرِضَ عَنْهُ، وَتَتْرُكَهُ مَعَ مَرَضِهِ؛ قَالَ اللهُ تَعَالَى:{فَأَعْرِضْ عَمَّنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا}. وَالْحَسُوْدُ بِكُلِّ مَا يَقُوْلُ وَيَفْعَلُ يُوْقِدُ النَّارَ فِي زَرْعِ عَمَلِهِ،


Maka seyogyanya kamu berpaling darinya dan membiarkannya tetap bersama dengan penyakitnya. Allah Ta’ala berfirman: “Maka tinggalkanlah orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan dia tidak enghendaki kecuali kehidupan dunia”. (Qs. An Najm; 29).


كَمَا قَالَ النَّبِيّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ:" الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ".

Kedengkian, dengan segala yang diucapkan atau yang dilakukan dapat menyalakan api di tengah-tengah ladang ‘amalnya sendiri. Sebagaiana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam; “Kedengkian akan memakan ‘amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar”.


وَالثَّانِي: أَنْ تَكُوْنَ عِلَّتُهُ مِنَ الْحَمَاقَةِ، وَهُوَ أَيْضًا لَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ كَمَا قَالَ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: إِنِّي مَا عَجَزْتُ عَنْ إِحْيَاءِ الْمَوْتَى، وَقَدْ عَجَزْتُ عَنْ مُعَالَجَةِ الْأَحْمَقِ.


Kedua; Orang yang penyakitnya timbul akibat dari kedunguan, ia juga tidak bisa diobati. Sebagaimana sabda Nabi Isa ‘alaihissalam; “Sungguh aku tidak kesulitan untuk menghidupkan orang yang telah mati, tetapi aku benar-benar kesulitan untuk mengobati kedunguan”.


وَذَلِكَ رَجُلٌ يَشْتَغِلُ بِطَلَبِ الْعِلْمِ زَمَنًا قَلِيْلًا وَيَتَعَلَّمُ شَيْئًا قَلِيْلًا مِنَ الْعِلْمِ الْعَقْلِيّ وَالشَّرْعِيّ، فَيَسْأَلُ، وَيَعْتَرِضُ مِنْ حَمَاقَتِهِ عَلَى الْعَالِمِ الْكَبِيْرِ، الَّذِي أَمْضَى عُمُرَهُ فِي الْعُلُوْمِ: الْعَقْلِيَّةِ وَالشَّرْعِيَّةِ، وَهَذَا الْأَحْمَقُ لَا يَعْلَمُ،

Penyakit dungu adalah penyakit seseorang yang menuntut ‘ilmu dalam waktu yang singkat dan pernah sedikit menuntut ‘ilmu akal dan ‘ilmu syari’at. Lalu karena kedunguannya ia bertanya dan menentang orang ‘alim yang agung yang telah menghabiskan usianya untuk mendalami beberapa ‘ilmu termasuk ‘ilmu akal dan ‘ilmu syari’at, dan orang dungu ini tidak mengerti (derajat orang ‘alim),



وَيَظُنُّ أَنَّ مَا أُشْكِلَ عَلَيْهِ هُوَ أَيْضًا مُشْكِلٌ لِلْعَالِمِ الْكَبِيْرِ، فَإِذَا لَمْ يَعْلَمْ هَذَا الْقَدْرَ يَكُوْنُ سُؤَالُهُ مِنَ الْحَمَاقَةِ، فَيَنْبَغِي أَلَّا يَشْتَغِلَ بِجَوَابِهِ .
dan ia (orang dungu tersebut) menyangka bahwa apa yang tidak jelas baginya juga tidak jelas bagi orang ‘alim yang agung. Manakala ia tidak mengerti derajat orang ‘alim, maka pertanyaannya menjadi bukti dari kedunguannya. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah untuk tidak menyibukkan diri dengan menjawabnya.


وَالثَّالِثُ: أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَرْشِدًا، وَكُلَّ مَا لَا يَفْهَمُ مِنْ كَلَامِ الْأَكَابِرِ يُحْمَلُ عَلَى قُصُوْرِ فَهْمِهِ، وَكَانَ سُؤَالُهُ لِلْاِسْتِفَادَةِ، لَكِنْ يَكُوْنُ بَلِيْدًا لَا يُدْرِكُ الْحَقَائِقَ، فَلَا يَنْبَغِي الْاِشْتِغَالُ بِجَوَابِهِ أَيْضًا، كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " نَحْنُ مَعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا أَنْ نُكَلِّمَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ".


Ketiga; Orang yang bertanya dalam rangka meminta petunjuk. Sementara setiap perkataan orang ‘alim yang tidak difahami olehnya dibawa sesuaipemahaman pendeknya. pertanyaannya untuk mencari faidah, namun ia adalah orang yang dungu yang tidak mampu menjangkau hakikat suatu pengetahuan, maka tidak sepantasnya pula menyibukkan diri dengan menjawab pertanyaannya,


وَأَمَّا الْمَرَضُ الَّذِي يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَهُوَ أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَرِشْدًا عَاقِلًا فَهْمًا لَا يَكُوْنُ مَغْلُوْبَ الْحَسَدِ وَالْغَضَبِ وَحُبِّ الشَّهْوَةِ وَالْجَاهِ وَالْمَالِ. وَيَكُوْنُ طَالِبَ طَرِيْقِ الْمُسْتَقِيْمِ، وَلَمْ يَكُنْ سُؤَالُهُ وَاعْتِرَاضُهُ عَنْ حَسَدٍ، وَتَعَنُّتٍ وَامْتِحَانٍ، وَهَذَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَيَجُوْزُ أَنْ تَشْتَغِلَ بِجَوَابِ سُؤَالِهِ بَلْ يَجِبَ عَلَيْكَ إِجَابَتُهُ.

Adapun penyakit yang masih mungkin diobati yaitu orang yang bertanya karena mengharapkan petunjuk, dan ia memiliki akal serta pemahaman yang kuat, tidak terkalahkan oleh sifat dengki, benci, menuruti hawa nafsu, cinta kedudukan dan harta, senantiasa mencari jalan kebenaran, dan pertanyaanya serta sanggahannya bukan karena kedengkian, memojokkan dan menguji. Orang seacam ini masih mungkin diobati, maka boleh menjawab pertanyaannya bahkan wajib bagimu untuk menjawabnya.


وَالثَّانِي مِمَّا تدَعُ: وَهُوَ أَنْ تَحْذَرَ وَتَحْتَرِزَ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ وَاعِظًا وَمُذَكِّرًا؛ لِأَنَّ فِيْهِ آفَةً كَثِيْرَةً إِلَّا أَنْ تَعْمَلَ بِمَا تَقُوْلُ أَوَّلًا، ثُمَّ تَعِظُ بِهِ النَّاسَ، فَتَفَكَّرَ فِيْمَا قِيْلَ لِعِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا ابْنَ مَرْيَمَ عِظْ نَفْسَكَ، فَإِنِ اتَّعَظَتْ فَعِظْ النَّاسَ، وَإِلَّا فَاسْتَحِ مِنْ رَبِّكَ.


(Larangan Kedua) dari empat hal yang harus kamu tinggalkan yaitu; Hendaklah kamu mawas diri dan menjauh dari menjadi juru nasehat dan pemberi peringatan. Karena didalamnya terdapat bahaya yang sangat besar, kecuali apabila kamu mengamalkan apa yang kamu ucapkan terlebih dahulu kemudian kamu memberi nasehat dengannya kepada orang-orang. Renungkanlah apa yang dikatakan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam; Hai putra Maryam nasehatilah dirimu sendiri, jika dirimu telah menerima nasehat, maka silahkan kamu memberi nasehat kepada orang-orang, jika belum, maka merasa malulah kepada Tuhanmu.


وَإِنِ ابْتُلِيْتَ بِهَذَا الْعَمَلِ فَاحْتَرِزْ عَنْ خَصْلَتَيْنِ: الْأُوْلَى: عَنِ التَّكَلُّفِ فِي الْكَلَامِ بِالْعِبَارَاتِ وَالْإِشَارَاتِ وَالطَّامَّاتِ وَالْأَبْيَاتِ وَالْأَشْعَارِ؛ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَبْغَضُ الْمُتَكَلِّفِيْنَ، وَالْمُتَكَلِّفُ الْمُتَجَاوِزُ عَنِ الْحَدِ، يَدُلُّ عَلَى خَرَابِ الْبَاطِنِ وَغَفْلَةِ الْقَلْبِ.


Apabila kamu terpaksa diuji dengan pekerjaan ini, maka kamu harus menjaga diri dari dua perkara; Pertama, Jangan memaksakan diri dalam berbicara dengan mengada-ada ungkapan-ungkapan, isyarat-isyarat, penghias kata dan bait-bait sya’ir, karena Allah Ta’ala benci kepada orang-orang yang mengada-ada. Dan orang yang mengada-ada yang melampaui batas, menunjukkan kerusakan batinnya, dan kelalaian hatinya


وَمَعْنَى التَّذْكِيْرِ: أَنْ يَذْكُرَ الْعَبْدُ نَارَ الْآخرَةِ، وَتَقْصِيْرَ نَفْسِهِ فِي خِدْمَةِ الْخَالِقِ وَيَتَفَكَّرْ فِي عُمْرِهِ الْمَاضِي الَّذِي أَفْنَاهُ فِيْمَا لَا يَعْنِيْهِ وَيَتَفَكَّرَ فِيْمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْعَقَبَاتِ مِنْ عَدَمِ سَلَامَةِ الْإِيْمَانِ فِي الْخَاتِمَةِ، وَكَيْفِيَّةِ حَالِهِ فِي قَبْضِ مَلَكِ الْمَوْتِ، وَهَلْ يَقْدِرُ عَلَى جَوَابِ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ؟ وَيَهْتَمُّ بِحَالِهِ فِي الْقِيَامَةِ وَمَوَاقِفِهَا، وَهَلْ يَعْبُرُ عَنِ الصِّرَاطِ سَالِمًا أَمْ يَقَعُ فِي الْهَاوِيَةِ؟


Adapun yang di maksud “Peringatan” (Tadzkir) ialah; Seseorang memberi peringatan tentang panasnya api neraka, kelalaian dirinya dalam menghambakan diri kepada Sang Pencipta, mengajak berfikir tentang usianya yang telah berlalu yang digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna, berfikir tentang apa yang ada dihadapannya yang berupa jalan terjal lagi sulit, tidak adanya jaminan keselamatan iman di akhir hayatnya, bagaimanakah keadaannya ketika malaikat maut datang menjemputnya, mampukah menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir?, memprihatinkan keadaannya dihari kiamat dan di Mahsyar, mampukah melewati Shirat dengan selamat, ataukah akan ke dalam neraka Hawiyah?.  Senantiasa mengingat-ingat perkara ini di dalam hatinya hingga membangkitkan semangatnya, menyalakan cahaya hatinya dan menangisi semua musibah ini dinamakan peringatan (Tadzkir).


 وَيَسْتَمِرُّ ذِكْرُ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ فِي قَلْبِهِ، فَيُزْعِجُهُ عَنْ قَرَارِهِ، فَغَلَيَانُ هَذِهِ النِّيْرَانِ، وَنَوْحَةُ هَذِهِ الْمَصَائِبِ يُسَمَّى تَذْكِيْرًا،


Senantiasa mengingat-ingat perkara ini di dalam hatinya hingga membangkitkan semangatnya, menyalakan cahaya hatinya dan menangisi semua musibah ini dinamakan peringatan (Tadzkir).


وَإِعْلَامُ الْحَقِّ وَإِطْلَاعُهُمْ عَلَى هَذِهِ الْأَشْيَاءِ، وَتَنْبِيْهُهُمْ عَلَى تَقْصِيْرِهِمْ وَتَفْرِيْطِهِمْ، وَتَبْصِيْرِهِمْ بِعُيُوْبِ أَنْفُسِهِمْ لِتَمَسَّ حَرَارَةُ هَذِهِ النِّيْرَانِ أَهْلَ الْمَجْلِسِ، وَتُجْزِعَهُمْ تِلْكَ الْمَصَائِبُ لِيَتَدَارَكُوْا الْعُمُرَ الْمَاضِيَ بِقَدْرِ الطَّاقَةِ، وَيَتَحَسَّرُوا عَلَى الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ فِي غَيْرِ طَاعَةِ اللهِ تَعَالَى. وَهَذِهِ الْجُمْلَةُ عَلَى هَذَا الطَّرِيْقِ يُسَمَّى وَعْظًا،


Sedangkan memberi tahu tentang kebenaran kepada orang lain, menunjukkan semua perkara tersebut (di atas), mengingatkan mereka atas kelalaian dan kecerobohan mereka serta memperlihatkan kepada mereka akan aib diri mereka agar pemikiran yang menyala ini dapat menyentuh hati mereka, dan pemikiran terhadap semua malapetaka tersebut dapat membangkitkan mereka untuk berusaha memperbaiki kesalahan mereka pada masa-masa yang telah lalu sesuai dengan kemampuan yang ada, dan mereka menyesali diri atas hari-hari yang mereka lalui yang digunakan untuk selain ketha’atan kepada Allah Ta’ala. Semua pekerjaan seperti ini yang dilakukan dengan cara yang telah disebutkan tadi dinamakan nasehat (mau’idzah).


كَمَا لَوْ رَأَيْتَ أَنَّ السَّيْلَ قَدْ هَجَمَ عَلَى دَارِ أَحَدٍ، وَكَانَ هُوَ وَأَهْلُهُ فِيْهَا، فَتَقُوْلُ: الْحَذَرَ الْحَذَرَ فِرُّوْا مِنَ السَّيْلِ!!


Demikian itu, sama seperti apabila kamu melihat bahwa banjir telah melanda rumah seseorang, dan penghuninya serta seluruh keluarganya masih berada di dalam rumah, lalu kamu berkata; “Awas banjir, awas banjir, larilah kalian dari banjir”.


وَهَلْ يَشْتَهِي قَلْبُكَ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ أَنْ تُخْبِرَ صَاحِبَ الدَّارِ خَبَرَكَ بِتَكَلُّفِ الْعِبَارَاتِ، وَالنُّكَتِ وَالْإِشَارَاتِ؟فَلَا تَشْتَهِي الْبَتَّةَ؛ فَكَذَلِكَ حَالُ الْوَاعِظِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَجْتَنِبَهَا. 


Apakah dalam situasi seperti ini, kamu masih ingin memaksakan diri untuk mengabarkan kepada penghuni rumah itu dengan berbagai macam ibarat, kata-kata lelucon dan isyarat-isyarat ? Tentunya kamu tidak menginginkannya sama sekali, maka demikian pula halnya dalam memberi nasehat, seorang pemberi nasehat (mau’idzah) hendaknya menjauhi kalimat-kalimat dan isyarat-isyarat tersebut.


الْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ: أَلَّا تَكُوْنَ هِمَّتُكَ فِي وَعْظِكَ أَنْ يَنْعَرَ الْخَلْقُ فِي مَجْلِسِكَ وَيُظْهِرُوْا الْوُجْدَ، وَيَشُقُّوْا الثِّيَابَ، لِيُقَالَ: نِعْمَ الْمَجْلِسُ هَذَا؛ لِأَنَّ كُلَّهُ مَيْلٌ لِلدُّنْيَا (((وَالرِّيَاءِ)))، وَهُوَ يَتَوَلَّدُ مِنَ الْغَفْلَةِ،


Hendaknya kamu tidak bertujuan dalam memberikan nasehatmu itu agar manusia berduyun-duyun datang berkumpul di majlismu, atau agar mereka menampakkan rasa kagum dengan kebolehanmu dan selalu memperhatikanmu hingga dikatakan; “Sebaik-baik majlis adalah majlis ini" karena hal ini merpakan kecondongan terhadap dunia dan ingin dipuji. hal itu adalah akibat dari kelalaian. 


بَلْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ عَزْمُكَ وَهِمَّتُكَ أَنْ تَدْعُو النَّاسَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَى الْآخِرَةِ، وَمِنَ الْمَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ، وَمِنَ الْحِرْصِ إِلَى الزُّهْدِ، وَمِنَ الْبُخْلِ إِلَى السَّخَاءِ، وَمِنَ الْغُرُوْرِ إِلَى التَّقْوَى، 


Seharusnya maksud dan tujuanmu dalam memberi nasehat ialah untuk mengajak manusia berpaling dari dunia menuju akhirat, lari dari ma’shiyat menuju ketha’atan, menjauh dari sifat loba menuju kezuhudan, meninggalkan sifat pelit menuju sifat dermawan dan menghindar dari tipuan menuju ketakwaan.


وَتُحَبِّبَ إِلَيْهِمْ الْآخِرَةَ، وَتُبَغِّضَ إِلَيْهِمْ الدُّنْيَا، وَتُعَلِّمَهُمْ عِلْمَ الْعِبَادَةِ وَالزُّهْدِ؛


Hendaknya dalam memberikan nasehat, kamu mengajak mereka cinta terhadap akhirat dan benci terhadap dunia dan hendaknya kamu mengajarkan mereka ‘ilmu tentang ber’ibadah dan zuhud


وَلَا تُغِرَّهُمْ بِكَرَمِ اللهِ تَعَالَى عَزَّ وَجَلَّ وَرَحْمَتِهِ، لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى طِبَاعِهِمْ الزَّيْغُ عَنْ مَنْهَجِ الشَّرْعِ، وَالسَّعْيُ فِيْمَا لَا يَرْضَى اللهُ تَعَالَى بِهِ، وَالْاِسْتِعْثَارُ بِالْأَخْلَاقِ الرَّدِيَّةِ،  


jangan membuat mereka terpedaya dengan kemurahan Allah Ta’ala dan tertipu dengan rahmat-Nya ‘Azza wa Jalla, Karena pada umunya watak manusia melenceng dari rambu-rambu syari’at, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridlai Allah Ta’ala, serta terperosok ke lembah akhlak yang tercela.


فَأَلْقِ فِي قُلُوْبِهِمْ الرُّعْبَ، وَرَوِّعْهُمْ، وَحَذِّرْهُمْ عَمَّا يَسْتَقْبِلُوْنَ مِنَ الْمَخَاوِفِ؛ وَلَعَلَّ صِفَاتِ بَاطِنِهِمْ تَتَغَيَّرُ، وَمُعَامَلَةَ ظَاهِرِهِمْ تَتَبَدَّلُ، وَيَتَظَهَّرُوْا الْحِرْصَ وَالرُّغْبَةَ فِي الطَّاعَةِ وَالرُّجُوْعِ عَنِ الْمَعْصِيَّةِ،

Oleh karena itu tanamkan dalam hati mereka rasa takut, takut-takutilah dan peringatkanlah mereka akan bahaya yang mengerikan yang akan mereka hadapi. Barangkali dengan cara ini sifat-sifat batiniyah mereka berubah dan cara hidup mereka berganti dengan yang lebih baik sehingga mereka dapat menampakkan rasa seti dan cinta pada ketha’atan serta meninggalkan segala bentuk kema’siyatan.


وَهَذَا طَرِيْقُ الْوَعْظِ وَالنَّصِيْحَةِ، وَكُلُّ وَعْظٍ لَا يَكُوْنُ هَكَذَا فَهُوَ وَبَالٌ عَلَى مَنْ قَالَ وَسَمِعَ، بَلْ قِيْلَ: إِنَّهُ غَوْلٌ وَشَيْطَانٌ، يَذْهَبُ بِالْخَلْقِ عَنِ الطَّرِيْقِ وَيُهْلِكُهُمْ، فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَفِرُّوْا مِنْهُ؛ لِأَنَّ مَا يُفْسِدُ هَذَا الْقَائِلَ مِنْ دِيْنِهِمْ لَا يَسْتَطِيْعُ بِمِثْلِهِ الشَّيْطَانُ،


Inilah cara memberi nasehat yang benar. Dan setiap nasehat yang tidak memiliki ciri-ciri seperti ini, nasehat itu akan menjadi malapetaka bagi orang yang berkata dan orang yang mendengarkannya, bahkan dikatakan bahwa ia (orang yang menasehati) termasuk golongan jin dan syetan yang mengajak manusia menyimpang dari jalan yang benar dan membawa mereka ke dalam jurang kebinasaan. Maka wajiblah bagi mereka untuk lari darinya karena kerusakan yang dilakukan oleh seorang pemberi nasehat seperti ini dalam urusan agama lebih besar daripada kerusakan yang dilakukan oleh syetan sehingga syetan pun tidak mampu menandinginya.


وَمَنْ كَانَتْ لَهُ يَدٌ وَقُدْرَةٌ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَنْزِلَهُ عَنْ مَنَابِرِ الْمَوَاعِظِ وَيَمْنَعَهُ عَمَّا بَاشَرَهُ، فَإِنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ.


Maka barangsiapa yang memiliki kekuatan dan kekusaan wajib baginya untuk menurunkan orang seperti itu dari mimbar-mimbar nasehat dan mencegahnya dari memberikan nasehat-nasehatnya, karena ini merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.


وَالثَّالِثُ مِمَّا تَدَعُ: أَنْ لَا تُخَالِطَ الْأُمَرَاءَ وَالسَّلَاطِيْنَ وَلَا تَرَاهُمْ، لِأَنَّ رُؤْيَتَهُمْ وَمُجَالِسَتَهُمْ وَمُخَالِطَتَهُمْ آفَةٌ عَظِيْمَةٌ،


(Larangan Ketiga) dari empat hal yang harus kamu tinggalkan yaitu; Janganlah kamu bergaul dengan para pejabat dan penguasa serta jangan melihat kepada mereka, karena melihat kepada mereka, duduk bersama mereka dan bergaul dengan mereka terdapat malapetaka yang besar.


وَلَوِ ابْتُلِيْتَ بِهَا دَعْ عَنْكَ مَدْحَهُمْ وَثَنَاءَهُمْ، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَغْضَبُ إِذَا مُدِحَ الْفَاسِقُ وَالظَّالِمُ، وَمَنْ دَعَا لِطُوْلِ بَقَائِهِمْ فَقَدْ أَحَبَّ أَنْ يَعْصِى اللهَ فِي أَرْضِهِ.


Apabila kamu diuji dengan hal yang demikian itu, maka jangan sekali-kali kamu memuji dan menyanjung mereka, karena Allah Ta’ala benci ada orang fasik atau orang dzalim yang di puji-puji. Dan barangsiapa yang mendo’akan mereka panjang umur, maka ia benar-benar lebih suka berma’shiyat kepada Allah di atas bumi-Nya.


وَالرَّابِعُ مِمَّا تَدَعُ: أَلَّا تَقْبَلَ شَيْئًا مِنْ عَطَاءِ الْأُمَرَاءِ وَهَدَايَاهُمْ وَإِنْ عَلِمْتَ أَنَّهَا مِنَ الْحَلَالِ، لِأَنَّ الطَّمَعَ مِنْهُمْ يُفْسِدُ الدِّيْنَ، لِأَنَّهُ يَتَوَلَّدُ مِنْهُ الْمُدَاهَنَةُ، وَمُرَاعَاةُ جَانِبِهِمْ وَالْمُوَافَقَةُ فِي ظُلْمِهِمْ، وَهَذَا كُلُّهُ فَسَادٌ فِي الدِّيْنِ،


(Larangan Keempat) dari empat hal yang harus kamu tinggalkan yaitu; Jangan sekali-kali kamu menerima pemberian atau hadiah sedikitpun dari para penguasa, walaupun kamu tahu bahwa yang diberikannya itu dari barang yang halal. Karena tamak terhadap pemberian dari mereka dapat merusak agama, karena dari tamakmu itu akan lahir sifat penjilat, berfihak kepada mereka dan mendukung kedzaliman mereka. Semua ini merupakan kerusakan yang nyata dalam agama.



وَأَقَلُّ مَضَرَّتِهِ أَنَّك إِذَا قَبِلْتَ عَطَايَاهُمْ، وَانْتَفَعْتَ مِنْ دُنْيَاهُمْ أَحْبَبْتَهُمْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَحَدًا يُحِبُّ طُوْلَ عُمْرِهِ، وَبَقَاءِهِ بِالضَّرُوْرَةِ، وَفِي مَحَبَّةِ بَقَاءِ الظَّالِمِ إِرَادَةٌ فِي الظُّلْمِ عَلَى عِبَادِ اللهِ تَعَالَى، وَإِرَادَةُ خَرَابِ الْعَالَمِ، فَأَيُّ شَيْءٍ يَكُوْنُ أَضَرَّ مِنْ هَذَا عَلَى الدِّيْنِ وَالْعَاقِبَةِ.


Bahaya yang paling ringan apabila kamu menerima pemberian mereka atau mengambil manfa’at dari dunia mereka ialah kamu akan mencintai mereka, Barangsiapa yang yang mencintai seseorang, pasti ia menginginkan agar dipanjangkan umurnya dan ditetapkan dalam jabatannya, sedangkan mencintai dan menginginkan agar orang dzalim itu ditetapkan dalam jabatannya, demikian itu sama halnya dengan menghendaki tetapnya kedzaliman terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala dan menhendaki kehancuran dunia ini. Maka mana lagi suatu perkara yang lebih bahaya bagi agama dan akhirat selain daripada perkara ini?



وَإِيَّاكَ إِيَّاكَ أَنْ يَخْدَعَكَ اسْتِهْوَاءُ الشَّيَاطِيْنِ أَوْ قَوْلُ بَعْض النَّاسِ لَكَ: بِأَنَّ الْأَفْضَلَ وَالْأَوْلَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ الدِّيْنَارَ وَالدِّرْهَمَ، وَتُفَرِّقَهُمَا بَيْنَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ؛ فَإِنَّهُمْ يُنْفِقُوْنَ فِى الْفِسْقِ وَالْمَعْصِيَةِ، وَإِنْفَاقُكَ عَلَى ضُعَفَاءِ النَّاسِ خَيْرٌ مِنْ إِنْفَاقِهِمْ؛

Waspadalah dan waspadalah dirimu terhadap tipu daya syetan yang selalu menyesatkan. Atau perkataan sebagian orang yang mengatakan bahwa yang lebih baik dan lebih utama yaitu hendaknya kamu ambil dinar dan dirham dari mereka, lalu kamu bagi-bagikan uang itu kepada orang-orang fakir dan miskin. Karena kalau tidak, mereka akan menggunakannya dalam kefasikan dan kema’shiyatan, dengan demikian, maka penyaluranmu terhadap orang-orang adalah lebih baik daripada penyaluran mereka.


فَإِنَّ اللَّعِيْنَ قَدْ قَطَعَ أَعْنَاقَ كَثِيْرٍ مِنَ النَّاسِ بِهَذِهِ الْوَسْوَسَةِ، وَآفَتُهُ كَثِيْرَةٌ، قَدْ ذَكَرْنَاهَا فِي إِحْيَاءِ الْعُلُوْمِ فَاطْلُبْهُ ثَمَّةَ.


Sesungguhnya syaitan yang terla’nat itu telah banyak menjerumuskan orang-orang dengan godaan semacam ini, bahayanya sangat besar, dan masalah ini telah kami terangkan panjang lebar didalam Ihya’ Ulumiddin, maka carilah ia di sana.



وَأَمَّا الْأَرْبَعَةُ الَّتِي يَنْبَغِي لَكَ أَنْ تَفْعَلَهَا: فَالْأُوْلَى: أَنْ تَجْعَلَ مُعَامَلَتَكَ مَعَ اللهِ تَعَالَى، بِحَيْثُ لَوْ عَامَلَ مَعَكَ بِهَا عَبْدُكَ تَرْضَى بِهَا مِنْهُ، وَلَا يَضِيْقُ خَاطِرُكَ عَلَيْهِ وَلَا تَغْضَبُ، وَالَّذِي لَا تَرْضَى لَنَفْسِكَ مِنْ عَبْدِكَ الْمَجَازِيّ فَلَا تَرْضَى أَيْضًا لِلهِ تَعَالَى وَهُوَ سَيِّدُكَ الْحَقِيْقِيُّ.

Adapun empat perkara yang seharusnya kamu lakukan itu ialah; (Perintah Pertama), Hendaknya kamu menjadikan pengabdianmu kepada Allah Ta’ala, sebagaimana layaknya seorang budak yang baik, seperti apabila kamu memiliki seorang budak, dan budakmu telah mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik untukmu, pasti kamu suka dengan pekerjaannya, hatimu akan merasa puas dan tidak marah kepadanya. Demikian pula, apapun yang tidak kamu sukai dari pekerjaan budakmu (secara majaz, dengan arti seluruh hamba Allah), kamu pun tidak boleh rela mengerjakannya untuk (tuanmu yaitu) Allah Ta’ala, karena Dia adalah Tuan-mu yang sebenarnya.



وَالثَّانِي: كُلَّمَا عَمِلْتَ بِالنَّاسِ اجْعَلْهُ كَمَا تَرْضَى لِنَفْسِكَ مِنْهُمْ؛ لِأَنَّهُ لَا يَكْمُلُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يُحِبُّ لِسَائِرِ النَّاسِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.


Kedua, Manakala kamu melakukan sesuatu terhadap orang lain, maka lakukanlah sebagaimana kamu rela melakukannya untuk dirimu sendiri. Karena tidak akan sempurna iman seorang hamba sehingga ia mencintai untuk orang lain apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.


وَالثّالِثُ: إِذَا قَرَأْتَ الْعِلْمَ أَوْ طَالَعْتَهُ، يَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ عِلْمُكَ عِلْمًا يُصْلِحُ قَلْبَكَ وَيُزَكِّي نَفْسَكَ، كَمَا لَوْ عَلِمْتَ أَنَّ عُمُرَكَ مَا يَبْقَى غَيْرَ أُسْبُوْعٍ،


Ketika kamu mempelajari atau menela’ah suatu ‘ilmu pengetahuan, hendaknya ‘ilmu yang kamu pelajari itu merupakan ‘ilmu yang dapat memperbaiki hatimu dan dapat membersihkan jiwamu. Seperti halnya apabila kamu mengetahui bahwa usiamu hanya tersisa satu minggu lagi,


فَبِالضَّرُوْرَةِ لَا تَشْتَغِلُ فِيْهَا بِعِلْمِ الْفِقْهِ وَالْخِلَافِ وَالْأُصُوْلِ وَالْكَلَامِ وَأَمْثَالِهَا؛ لِأَنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذِهِ الْعُلُوْمَ لَا تُغْنِيْكَ، بَلْ تَشْتَغِلُ بِمُرَاقَبَةِ الْقَلْبِ، وَمَعْرِفَةِ صِفَاتِ النَّفْسِ، وَالْإِعْرَاضِ عَنْ عَلَائِقِ الدُّنْيَا، وَتُزَكِّي نَفْسَكَ عَنِ الْأَخْلَاقِ الذَّمِيْمَةِ، وَتَشْتَغِلُ بِمَحَبَّةِ اللهِ تَعَالَى وَعِبَادَتِهِ، وَالْإِتِّصَافِ بِالْأَوْصَافِ الْحَسَنَةِ، وَلَا يَمُرُّ عَلَى عَبْدٍ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ إِلَّا وَيُمْكِنُ أَنْ يَكُوْنَ مَوْتُهُ فِيْهِ.


maka pasti kamu tidak menyibukkan diri dengan berlebihan mendalami belajar ‘ilmu fiqih, khilafiyah, ushul, kalam dan semacamnya, karena kamu tahu bahwa semua ‘ilmu ini tidak akan bermanfa’at bagimu (karena sebentar lagi kamu akan mati), akan tetapi kamu pasti akan sibuk dengan mendekatkan diri kepada Allah, mempelajari sifat-sifat kejernihan jiwa, berpaling dari urusan duniawi, membersihkan jiwamu dari akhlak yang tercela, sibuk dengan cinta dan ber’ibadah kepada Allah Ta’ala dan berhias diri denga sifat-sifat yang terpuji. Karena tiada siang maupun malam yang berlalu bagi seorang hamba, malainkan disanalah mungkin kematiannya berada.


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
اِسْمَعْ مِنِّي كَلَامًا آخَرَ، وَتَفَكَّرْ فِيْهِ حَتَّى تَجِدَ خَلَاصًا:


Wahai anakku !.
Dengarkan baik-baik nasehatku yang lain, dan fikirkan itu agar kamu mendapatkan keselamatan.


لَوْ أَنَّكَ أُخْبِرْتَ أَنَّ السُّلْطَانَ بَعْدَ أُسْبُوْعٍ يُجِيْئُكَ زَائِرًا. فَأَنَا أَعْلَمُ أَنَّكَ فِي تِلْكَ الْمُدَّةِ لَا تَشْتَغِلُ إِلَّا بِإِصْلَاحِ مَا عَلِمْتَ أَنَّ نَظَرَ السُّلْطَانِ سَيَقَعُ عَلَيْهِ مِنَ الثِّيَابِ وَالْبَدَنِ، وَالدَّارِ وَالْفِرَاشِ وَغَيِرْهَا.


Coba pikirkan, seandainya kamu mendapat berita bahwa satu minggu lagi seorang penguasa akan datang berkunjung kepadamu?. Maka aku yakin bahwa selama satu minggu itu kamu tidak akan menyibukkan diri kecuali dengan memperbaiki segala sesuatu yang menurut pengetahuanmu bahwa pandangan penguasa itu akan tertuju kepadanya seperti pakaian, badan, rumah, permadani dan lain sebagainya.


وَالْآنَ تَفَكَّرْ إِلَى مَا أَشَرْتُ بِهِ فَإِنَّكَ فَهِمَ، وَالْكَلَامُ الْفَرْدُ يَكْفِي الْكَيَّسَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ اِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَعْمَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ اِلَى قَلَوْبِكُمْ وَنِيَّاتِكُمْ" رواه مسلم.


Dan sekarang pikirkanlah olehmu apa yang aku isyratkan kepadamu, karena sesungguhnya kamu adalah orang yang cerdas, dan perkataan yang sedikit tentu sudah cukup bagi orang-orang yang cerdas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ; “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupamu dan tidak pula pada ‘amal-‘amalmu, akan tetapi Allah melihat pada hati dan niyatmu”. (HR. Muslim).


 وَإِنْ أَرَدْتَ عِلْمِ أَحْوِالِ الْقَلْبِ فَانْظُرْ اِلَى الْإِحْيَاءِ وَغِيْرِهِ مِنْ مُصَنَّفَاتِي وَهَذاَ الْعِلْمُ فَرْضُ عَيْنٍ، وَغَيْرُهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ إِلَّا مِقْدَارِ مَا يُؤَدَّى بِهِ اِلَى فَرَائِضِ اللهِ تَعَالَى، وَهُوَ يُوَفِّقُكَ حَتَّى تُحَصِّلَهُ.


Dan apabila kamu ingin memperdalam ‘imu yang berkenaan dengan hati, maka lihatlah olehmu kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dan kitab-kitab karanganku yang lain. Adapun mengetahui tentang keadaan hati adalah fardlu ‘ain, dan yang lainnya adalah fardlu kifayah kecuali sebatas apa yang dapat mengantarkan pada melaksanakan fardlu-fardlu Allah Ta’ala. Semoga Dia memberikan pertolongan kepadamu sehingga kamu menghasilkannya.


وَالرَّابِعُ: أَلَّا تَجْمَعَ مِنَ الدُّنْيَا أَكْثَرَ مِنْ كِفَايَةِ سَنَةٍ، كَمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعِدُّ ذَلِكَ لِبَعْضِ حُجُرَاتِهِ، وَقَالَ:" اَللَّهُمَّ اجْعَلْ قُوْتَ آلِ مُحَمَّدٍ كَفَافًا" رواه مسلم، وَلَمْ يَكُنْ يُعِدُّ ذَلِكَ لِكُلِّ حُجُرَاتِهِ بَلْ كَانَ يُعِدُّهُ لِمَنْ عَلِمَ أَنَّ فِي قَلْبِهَا ضَعْفًا، وَأَمَّا مَنْ كَانَتْ صَاحِبَةَ يَقِيْنٍ فَمَا كَانَ يُعِدُّ لَهَا أَكْثَرَ مِنْ قُوْتِ يَوْمٍ وَنِصْفٍ.


Janganlah kamu mengumpulkan dunia melebihi dari kebutuhanmu selama satu tahun sebagaimana halnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyediakan kebutuhan tersebut bagi sebagian keluarganya, dan beliau berdo’a; “Ya Allah, jadikanlah persediaan makanan pokok ini kecukupan bagi keluarga Muhammad”. (HR. Muslim). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyiapkan persediaan makanan itu bagi setiap keluarga beliau, bahkan beliau hanya menyiapkannya bagi keluarga yang beliau ketahui bahwa hatinya masih lemah. Adapun keluarga yang telah memiliki keyakinan (bahwa rizki itu telah ditanggung oleh Allah Ta’ala), maka beliau tidak menyediakan baginya makanan melebihi dari kecukupan untuk satu hari atau setengah hari.


أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
إِنِّي كَتَبْتُ فِي هَذَا الْفَصْلِ مُلْتَمَسَاتِكَ، فَيَنْبَغِي لَكَ أَنْ تَعْمَلَ بِهَا وَلَا تَنْسَانِي فِيْهِ مِنْ أَنْ تَذْكُرَنِي فَي صَالِحِ دُعَائِكَ.


Wahai anakku !.
Sesungguhnya aku telah menulis semua permohonanmu dalam pasal ini, maka seharusnya kamu mengamalkannya, dan tidak melupakanku dalam hal ini pada setiap do’a baikmu.


وَأَمَّا الدُّعَاءُ الَّذِي سَأَلْتَ مِنِّي فَاطْلُبْهُ مِنْ دَعَوَاتِ الصِّحَاحِ، وَاقْرَأْ هَذَا الدُّعَاءَ فِي جَمِيْعِ أَوْقَاتِكَ، خُصُوْصًا أَعْقَابَ صَلَوَاتِكَ:

Adapun do’a yang kamu minta dariku, carilah do’a-do’a dari hadits yang shahih, dan bacalah do’a ini pada setiap waktumu terutama setiap setelah shalat :


اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ التِّعْمَةِ تَمَامَهَا، وَمِنَ الْعِصْمَةِ دَوَامَهَا، وَمِنَ الرَّحْمَةِ شُمُوْلَهَا، وَمِنَ الْعَافِيَةِ حُصُوْلَهَا، وَمِنَ الْعَيْشِ أَرْغَدَهُ، وَمِنَ الْعُمْرِ أَسْعَدَهُ وَمِنَ الْإِحْسَانِ أَتَمَّهُ، وَمِنَ الْإِنْعَامِ أَعَمَّهُ، وَمِنَ الْفَضْلِ أَعْذَبَهُ، وَمِنَ اللُّطْفِ أَنْفَعَهُ. 


Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ni’mat yang sempurna, penjagaan yang berkesinambungan, rahmat yang menyeluruh, kesehatan yang berlangsung, penghidupan yang ma’mur, umur yang menguntungkan, kebaikan yang sempurna, keni’matan yang utuh, anugerah yang menyenangkan dan kelemah lembutan yang bermanfa’at.


اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَا تَكُنْ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ اخْتِمْ بِالسَّعَادَةِ آجَالَنَا، وَحَقِّقْ بِالزِّيَادَةِ آمَالَنَا، وَاقْرِنْ بِالْعَافِيَةِ غُدُوَّنَا وَآصَالَنَا، وَاجْعَلْ اِلَى رَحْمَتِكَ مَصِيْرَنَا وَمَآلَنَا، وَاصْبُبْ سَجَالَ عَفْوِكَ عَلَى ذُنُوْبِنَا، وَمُنَّ عَلَيْنَا بِإِصْلَاحِ عُيُوْبِنَا، وَاجْعَلِ التَّقْوَى زَادَنَا، وَفِي دِيْنِكَ اِجْتِهَادَنَا، وَعَلَيْكَ تَوَكُّلَنَا وَاعْتِمَادَنَا.


Ya Allah, jadikanlah kebaikan untuk diri kami dan janganlah Engkau menjadikan kejelekan pada diri kami.Ya Allah, akhirilah kehidupan kami dengan penuh kebahagiaan, lengkapilah harapan kami dengan penuh tambahan, iringilah pagi dan petang kami dengan penuh kesehatan, jadikanlah rahmat-Mu sebagai tempat kembali dan tujuan kami, curahkanlah pemberian ampunan-Mu atas dosa-dosa kami, anugarahilah kami dengan memperbaiki aib-aib kami, jadikanlah taqwa sebagai bekal kami dan kerja keras kami di dalam menjalankan agama-Mu, dan hanya kepada-Mu kami berserah dan bersandar.


اَللَّهُمَّ ثَبِّتْنَا عَلَى نَهْجِ الْاِسْتِقَامَةِ، وَأَعِذْنَا فِي الدُّنْيَا مِنْ مُوْجِبَاتِ النَّدَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَخَفِّفْ عَنَّا ثِقَلَ الْأَوْزَارِ، وَارْزُقْنَا عَيْشَةَ الْأَبْرَارِ، وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا فِى هَذِهِ الدَّارِ وَفِى تِلْكَ الدَّارِ، وَاصْرِفْ عَنَّا شَرَّ الْأَشْرَارِ وَكَيْدَ الْفُجَّارِ، وَاعْتِقْ رِقَابَنَا، وَرِقَابَ آبَائِنَا، وِأُمَّهَاتِنَا وَإِخْوَانِنَا وَأَخَوَاتِنَا وَمَشَايِخِنَا مِنَ النَّارِ، بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ، يَا كَرِيْمُ، يَا سَتَّارُ، يَاخَالِقُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، خَ


Ya Allah, tetapkanlah kami di jalan istiqamah, lindungilah kami di dunia dari perbuatan yang menyebabkan menyesal kelak pada hari kiamat, ringankanlah atas diri kami akan beratnya dosa-dosa, berilah kami penghidupan sebagaimana penghidupan orang-orang yang baik, jauhkanlah kami dari perkara yang menyusahkan kami di dunia dan di akhirat, hindarkanlah kami dari kejahatan orang-orang yang jahat dan dari tipu daya orang-orang yang durhaka, bebaskanlah kami, bapak kami, ibu kami, saudara laki-laki dan saudara perempuan kami serta guru-guru kami dari api neraka dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Perkasa, wahai Dzat Yang Maha Pengampun, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Menutupi ‘aib, wahai Dzat Yang Menjadikan malam dan siang


خَلِّصْنَا مِنْ هَمِّ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَالنَّارِ، يَا حَلِيْمُ يَا جَبَّارُ يَا اللهُ.. يَا اللهُ.. يَا اللهُ.. بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَيَا أَوَّلَ الْأَوَّلِيْنَ، وَيَا آخِرَالْأَخِرِيْنَ، وَياَ ذَاالْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ، وَيَا رَاحِمَ الْمَسَاكِيْنِ، وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Selamatkanlah kami dari kesusahan dunia, siksa kubur dan api neraka, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Maha Pemaksa, Ya Allah… Ya Allah… Ya Allah… berkat rahmatmu wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, wahai Dzat Yang Awal tanpa awalan, wahai Dzat Yang Maha Akhir tanpa akhiran, wahai Dzat Yang Memiliki kekuatan lagi sangat kokoh, wahai Dzat Yang Menyayangi orang-orang miskin, wahai Dzat Yang Maha Mengasihi orang-orang yang pengasih, tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat aniaya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya atas junjungan kami Nabi Muhammad, seluruh keluarga,serta shahabatnya. Walhamdu lillahi rabbil ‘aalamin.





Semoga amal ini diterima Allah SWT dan kami hadiahkan pahalanya untuk orang yang banyak menanggung kesulitan karena kami, yaitu khususnya orang tua, guru, adik, keluarga, istri, anak, dan sahabat.


waullohu a'lam



Selesai




M. Rifqy Aziz Syafe'i