( Terjemah ini ditulis untuk sekedar memudahkan, bukan sebagai rujukan utama, oleh sebab itu utamakan mengaji langsung kepada guru )
TAISIR AL-KHOLAQ FI ILMI AKHLAQ
Syeikh Hafiz Hasan Mas'udi
مُقَدِّمَةٌ
(Pendahuluan)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الكَرِيْمِ الخَلَّاقِ، وَالصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْـمَبْعُوثِ لِتَتْمِيمِ مَكَارِمِ
الاَخْلَاقِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
مَا جَرى القَلَمُ التَّلْخِيْصِ والبَيَانِ عَلَى صَفَحَاتِ الاَوْرَاقِ
فَهذا مُختَصَرٌ فِي عِلْمِ الأَخْلاقِ الدِّينِيَّةِ وَضَعْتُهُ لِطُلاب
ِالسَّنَةِ الاُوْلَى الأَزْهَرِيَّةِ وَسَمَّيْتُهُ تَيْسِيْرَ الخَلّاقِ فِى
عِلْمِ الأَخْلَاق ِفَقُلْتُ وَبِاللَّه العِصْمَةُ وَبِيَدِهِ اِتْمَامُ
النِّعْمَة
Maka, ini adalah ringkasan didalam pembahasan Ilmu Akhlak keagamaan yang saya buat untuk para Pelajar Tahun Pertama Al-Azhar
dan saya namakan "TAISIRUL KHALAQ FIL ‘ILMI AKHLAQ" Maka saya ucapkan
: “hanya dengan Allah-lah adanya penjagaan dan hanya dengan kekuasaan-Nya lah sempurnanya kenikmat.
عِلْمُ
الأَخْلَاقِ عِبَارَةٌ عَنْ قَوَاعِدَ يُعْرَفُ بِهَا صَلَاحُ الْقَلْبِ وسَائِرُ الْحَوَاسِ
Ilmu Akhlak adalah sebuah ungkapan dari kaedah-kaedah
(aturan-aturan) yang memberitahukan kita tentang cara memperbaiki hati dan
semua anggota tubuh.
ومَوْضُوعُهُ الاَخْلَاقُ مِنْ حَيْثُ التَّحَلِّى بِمَحَاسِنِهَا وَالتَّخَلِّى عَنْ قَبَائِحِهَا
Objek kajian ilmu akhlak adalah akhlak (budi pekerti) itu sendiri dari segi menghiasi diri dengan kebaikan-kebaikan dan
mengosongkan keburukan-keburukan.
وثَمَرَتُهُ صَلَاحُ القَلْبِ وسَائِرُ الحَوَاسِ فِي الدُّنْيَا وَالفَوْزُ عَلَى الْـمَرَاتِبِ فِى الْآخِرَة
Hasil dari ilmu akhlak adalah baiknya hati dan seluruh anggota badan
di dunia dan mendapatkan kemenangan dengan kedudukan yang paling tinggi di
akhirat
التَّقْوَى
Taqwa
التَّقْوَى هِى اِمْتِثَالُ اَوَامِرِ اللّٰه عَزَّ وجَلَّ، وَاجْتِنَابُ نَوَاهِيْهِ سِرًا ِّوَعَلَانِيَّةً
Taqwa adalah Mengerjakan segala perintah Allah yang Maha Megah
dan Maha Tinggi serta menjauhi segala laranga-Nya secara tersembunyi dan
terang-terangan
فَلَا تَتِمُّ إِلَّا بِالتَّخَلِّى عَنْ كُلِّ رَذِيْلَةٍ، وَالتَّحَلِّى بِكُل فَضِيْلَةٍ فَهِي الطَّرِيْقُ الَّذِي مَنْ سَلَكَهُ اهْتَدَى، وَالعُرْوَةُ الوُثْقَى الَّتِي مَنِ اسْتَمْسَكَ بِهَا نَجَا
Maka tidaklah sempurna ketaqwaan seseorang kecuali dengan mengosongkan semua keburukan
dan menghiasi diri dengan kebaikan-kebaikan. Taqwa ialah suatu jalan, dimana seseorang
yang menempuh jalan itu ia akan dapat petunjuk, dan taqwa itu bagaikan tali yang
kuat siapa saja yang memegangnya maka ia akan selamat.
وَاَسْبَابُهَا كَثِيْرَةٌ مِنْهَا أَنْ يُلَاحِظَ
الإِنْسَانُ أَنَّهُ عَبْدٌ ذَلِيْلٌ ، وَإٔنَّ
رَبَّه ِقَوِيٌ عَزِيْزٌ ، وَلَا يَنْبَغِى لِلذَّلِيْلِ أَنْ يَعْصِىَ العَزِيْزَ
لِأَنَّ نَاصِيَتَهُ بِيَدِه
Sebab-sebab Taqwa itu ada banyak. Diantaranya adalah manusia menganggap bahwa
dia hanyalah hamba yang hina. Dan Tuhannya maha kuat dan perkasa, tentu tidak
layak bagi yang hina mendurhakai yang maha perkasa karena ubun-ubunnya
(dirinya) dalam kekuaasan-Nya (Allah)
وَمِنْهَا أَنْ يَتَذَكَّرَ إِحْسَانَ اللّٰه إِلَيْهِ
فِى جَمِيْعِ الأَحْوَالِ وَمَنْ كَان كَذَلِكَ لَا يَنْبَغِى أَنْ تُجْحَدَ
نِعْمَتُه
Diantaranya (sebab taqawa) adalah Mengingat kebaikan Allah kepadanya
dalam segala hal, dan barangsiapa yang memgingat kebaikan Allah padanya tentu
tidak sepatutnya Nikmat Allah itu diingkari.
وَمِنهَا أَنْ يَتَذَكَّرَ الْـمَوْتَ لِأَنَّ مَنْ عَلِمَ أَنَّهُ سَيَكُوْنُ، وَأَنَّهُ لَيْس أَمَامَهُ إِلَّا الجَنّةُ أَوِ النَّارُ بَعَثَهُ ذَلِكَ إلَى الأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ حَسْبَ اْلإِسْتِطَاعَةِ، وَمِنَ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ مُسَاعَدَةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَالنَّظْرُ إِلَيْهِمْ بِعَيْنِ اْلعَطْفِ والرَّحْمَةِ خُصُوْصًا إِذَا سَبَقَ مِنْهُمْ إِحْسَانُ إِلَيْهِ
Diantaranya (sebab taqwa) adalah mengingat kematian, karena seseorang yang
menyadari bahwa dia akan mati dan tiada di hadapannya melainkan hanya Surga dan
Neraka niscaya tergeraklah dirinya untuk melakukan amal-amal baik semampunya,
diantara perbuatan baik adalah menolong sesama Muslim, memandang mereka dengan
pandangan lemah lembut, dan kasih sayang
lebih-lebih lagi bila mereka lebih duluan berbuat baik kepada nya.
وَأَمَّا
ثَمَرَتُهَا فَسَعَادَةُ الدَّارَيْنِ
Adapun hasil dari
Taqwa adalah bahagia di dua negeri (dunia dan akhirat).
أَمَّا فِى الدُّنْيَا فَارْتِفَاعُ القَدرِ وَجَمَال الصُّيت وَالذِّكْرِ وَاكْتِسَابُ المَوَدَّةِ مِنَ النَّاسِ، لِأَنَّ صَاحِبَ التَقْوَى يُعَظِّمُهُ الْأَصَاغِرُ، وَيَهَابُهُ الْأَكَابِرُ، وَيَرَاهُ كُلُّ عَاقِلٍ أَنَّهُ الأَوْلَى بِالبَرِّ وَالْإِحْسَانِ
Adapun selamat di
dunia : Orang taqwa pasti terangkat
derajatnya, harum nama dan sebutan dan memperoleh kecintaan dari manusia,
karena orang taqwa dibesarkan oleh orang-orang kecil dan disegani orang-orang
besar, dan orang berakal melihat bahwa sesungguhnya orang taqwa lebih utama untuk diberi kebaikan dan diperlakukan dengan baik
وَأَمَّا فِى الآخِرَةِ فَالنَّجَاةُ مِنَ النَّارِ وَالفَوَزِ بِدُخُوْلِ الجَنَّةِ وَكَفَىَ المُتَّقِيْنَ شَرفا أَنَّ اللّٰه يَقُوُلُ فِيْهِم
Adapun selamat di akhirat : Orang taqwa pasti selamat dari neraka dan mendapatkan kemenangan dengan masuk surga,
cukuplah untuk kemuliaan orang bertaqwa sebuah Firman Allah :
إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحۡسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl : 128)
اَدَابُ الْـمُعَلِّمِ
(Adab Guru)
اَلْـمُعَلِّمُ دَلِيْلُ التِّلْمِيْذِ إِلَى مَا يَكُوْنُ بِهِ كَمَالُهُ مِنَ الْمَعْلُوْمِ وَالْمَعَارِفِ
Guru adalah penuntun murid untuk menyempurnakan ilmu dan ke-makrifatan (mengenal Allah SWT).
فَيُشْتَرَطُ أَنْ يَكُوْنَ مِنْ ذَوِى الأَوْصَافِ
المَحْمُوْدَةِ، لٍأَنَّ رُوْح التِّلْمِيْذِ ضَعِيْفَةٌ بِالنِّسْبَةِ إِلَى
رُوْحِهِ، فَإِذَا اتَّصَفَ المُعَلِّمُ
بِأَوْصَافِ الْكَمَالِ كَانَ التِّلْمِيْذُ المُوَفّقُ كَذَلِكَ
Maka disyaratkan beberapa hal untuk
menjadi guru, yaitu hendaknya guru memiliki sikap terpuji sebab ruh murid masih lemah dibandingkan
gurunya, apabila guru bersifat sempurna, murid akan menyesuaikan diri dengan
gurunya.
فَإِذَنْ لَا بُدَّ أَنْ يَكُوْنَ تَقِيًّا مُتَوَاضِعًا
لَيِّنَ اْلجَانِبِ لِتَمِيْلَ القُلُوْبُ إِلَيْهِ فَتَسْتَفِيْدُ مِنْهُ، وَأَنْ يَكُوْنَ حَلِيْمًا وَقُوْرًا لِيُقْتَدَى بِهِ وَأَن
يَكُوْنَ ذَا رَحْمَةٍ لِلتَّلَامِيْذِ شَفِيْقًا عَلَيْهِمْ لِتَعْظُمَ رَغَبَتُهُمْ فِيْمَا يُلْقِيْهِ إِلَيْهِمْ وَأَنْ يَنْصَحَهُمْ وَيُؤَدِّبَهُمْ فَيُحَسِّنُ تَأْدِيْبَهُمْ
وَأَلَّا يُكَلِّفَهُمْ مِنَ اْلمَعَانِى مَا تَقْصُرُ عَنْهُ إِدْرَاكَاتُهُم
Maka jika demikian, seorang guru mestinya bertaqwa, tawadhu’ (merendahkan diri), lemah
lembut, agar murid simpati padanya, maka hati murid dapat menerima manfaat darinya. seorang guru juga harus bijaksana dan sopan santun supaya murid mengikutinya,
disamping itu harus ada rasa kasih sayang pada murid agar mereka menyukai apa yang
diajarkan, dan gurupun selalu menasehati dan mendidik kesopanan serta
memperbaiki adab muridnya dan tidak membebankan mereka suatu pemahaman
yang tidak mampu mereka pikirkan.
آدَابُ الْـمُتَعَلِّمِ
Adab pelajar
لِلْمُتَعَلِّمِ آدَابٌ فِى نَفْسِهِ وَآدَابٌ مَعَ أُستَاذِهِ وَآدَابٌ مَعَ إِخْوَانِه
Bagi seorang pelajar/murid ada ketetapan adab untuk
dirinya sendiri, adab
bersama gurunya,
dan adab bersama saudaranya.
أَمَّا آدَابُهُ فِى نَفْسِهِ فَكَثِيْرَةٌ مِنْهَا تَرْكُ العُجْبِ، العُجْبُ هُو اسْتِعْظَامُ النِّعْمَةِ وَالرُّكُوْنُ إِلَيْهَا مَعَ نِسْيَانِ إِضَافَتِهَا إِلَى الْـمُنْعِم
Adapun adab untuk dirinya maka hal itu ada banyak, sebagian daripadanya adalah
tidak bersifat ‘ujub. ’Ujub
adalah sombong terhadap nikmat dan lebih condong kepadanya beserta lupa
menyandarkan nikmat tersebut kepada Yang Memberi Nikmat (Allah).
وَمِنْهَا التَّوَاضُعُ وَالصِّدْقُ لِيَكُوْنَ مَحْبُوْبًا مَوْثُوْقًا بِهِ
Dan sebagian
daripadanya adab murid
adalah tawadhu’ (rendah diri), jujur agar murid dicintai dan dipercaya.
وَمِنهَا أَن يَكُونَ وَقُورًا فِى مَشِيَتِهِ غَاضًّا طَرْفَهُ عَنِ النَّظْرِ إِلَى الْمُحَرَّمَات وَأَنْ يَكُوْنَ أَمِينًا عَلَى مَا أُوْتِيهِ مِنَ العِلْمِ فَلَا يَجِيْبُ بِغَيْرٍ مَا يَعْرِف
Dan sebagian daripadanya adab murid adalah sopan saat berjalan, menundukkan pandangan dari melihat yang
haram-haram, dan bahwa murid harus bisa dipercaya dari ilmu yang diberikan
kepadanya, maka dia tidak sembarangan menjawab apa yang tidak diketahuinya.
وَأَمَّا آدَابَهُ مَعَ أُسْتَاذُهُ فَمِنْهَا أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ فَضْلَهُ أَكْبَرُ مِنْ فَضْل وَالِدَيْه عَلَيْهِ لِأَنَّهُ يُرَبِّى رُوْحَهُ
Adapun adab murid ketika bersama gurunya,
maka sebagian dari adab
tersebut adalah meyakini kelebihan yang ada pada gurunya itu
lebih besar dari kedua orang tuanya karena guru mendidik ruhnya.
وَمِنْهَا الخُضُوْعُ أَمَامَهُ وَالجُلُوْس فِى دَرْسِهِ بِالأَدَبِ وَحُسْنُ الإِصْغَاءِ إِلَى مَا يَقُولُهُ ،
Dan sebagian daripadanya ada adalah merendahkan diri dihadapan gurunya
dan duduk disaat belajar penuh sopan santun serta mendengar baik-baik apa yang
dikatakan gurunya.
وَمِنْهَا تَرْكُ اْلـمِزَاحِ وأَلَّا يَمْدَحَ غَيْرَهُ مِنَ العُلَمَاءِ بِحَضْرَتِهِ مُخَافَةَ أَنْ يَفْهَمَ أُسْتَاذُهُ أًنَّهُ يَذُمُّهُ،
Dan sebagian
daripadanya adab murid pada guru adalah meninggalkan senda gurau dan tidak memuji orang lain di hadapan
gurunya daripada ulama-ulama karena dikhawatirkan gurunya memahami itu sebagai
celaan.
وَمِنْهَا أَلَّا يَصُدَّهُ الْحَيَاءُ عَنِ السُّؤَالِ عَمًّا لَا يَعْرِفُ
Dan sebagian
daripadanya adab murid pada guru adalah tidak malu bertanya hal yang tidak
diketahuinya.
وَأَمَّا آدَابَهُ مَعَ إِخْوَانِهِ فَمِنْهَا
إِحْتِرَامُهُمْ وَتَرْكُ إِحْتِقَارِ وَاحِدٍ مِنْهُم ، وَتَرْكُ الإِسْتِعْلَاءِ
عَلَيْهِمْ، وَمِنْهَا أَلَّا يَسْخَرَ بِبَطِيْءِ الفَهْمِ مِنْهُم، وَأَلَّا
يَفْرَحَ إِذَا وَبَّخَ الأُسْتَاذُ بَعْضَ الْقَاصِرِيْنَ، فَإِنَّ ذَلِكَ
أَسْبَابَ الْبُغْضِ وَالعَدَاوَةِ
Sedangkan adab murid bersama
saudaranya / rekannya, maka sebagian
dari pada adab tersebut adalah memuliakan mereka, tidak meremehkan salah seorang dari mereka,
dan tidak sombong terhadap mereka, dan sebagian daripadanya adab adalah tidak
mengolok-ngolok kelambatan pemahaman diantara mereka dan tidak merasa senang
bila ustadz menegur yang kurang perhatian, sebab itu akan menimbulkan kemarahan
dan permusuhan.
حُقُوْقُ الوَالِدَيْنِ
(Hak-hak kedua orang tua)
الوَالِدَانِ هُمَا السَّبَبُ فِى وُجُوْدِ الإِنْسَانِ لَوْ لَا عِنَاؤُهُمَا مَا اسْتَرَاحَ وَلَوْ لَا شِقَاؤُهُمَا مَا تَنَعَّمَ
Kedua orang tua (ayah & ibu) adalah penyebab adanya manusia, kalau bukan karena susah payah keduanya,
niscaya manusia tidak dapat merasakan kesenangan dan kalau bukan karena kesukaran keduanya, maka
manusia tidak akan merasakan kenikmatan.
أَمَّا
أُمُّهُ فَحَمَلَتْهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
Adapun ibu maka ia mengandung dan melahirkan dalam kondisi susah payah.
وًأَمَّا أَبُوهُ فَقَدْ بَذَلَ وُسْعَهُ فِيْمَا يَعُوْدُ إِلَيْهِ بِالنَّفْعِ مِنْ تَرْبِيَّةِ جِسْمِهِ وَرُوْحِهِ
Adapun ayah, ia mencurahkan
kemampuannya pada sesuatu yang manfaatnya kembalu kepada manusia tersebut untuk
pemeliharaan tubuh dan ruhnya.
فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَذْكُرَ نِعْمَتَهُمَا
لِيَشْكُرَهُمَا عَلَيْهَا، وَأَنْ يَمْتَثِلَ أَمْرَهُمَا إِلَّا إِذَا كَانَ بِمَعْصِيَةٍ
Maka wajib bagi seorang manusia untuk mengingat kebaikan keduanya (ayah & ibu), supaya ia dapat berterima kasih kepada keduanya atas
kebaikan mereka berdua, serta wajib menuruti perintah keduanya, kecuali perintah untuk maksiat.
وَأَنْ
يَجْلِسَ مَعَهُمَا خَاشِعًا غَاضًّا طَرْفَهُ عَنْ زِلَّتِهِمَا
Dan wajib pula harus duduk beserta kedua orang tua dengan penuh hormat, memejamkan pandangan (memaklumi) dari ketergelinciran.
وَأَلَّا يُؤْذِيَهُمَا وَلَوْ بِقَوْلِ أُفٍّ، وَأَلَّا يُطِيْلَ جِدَالَهُمَا، وَأَلَّا يَمْشِي أَمَامَهُمَا إِلَّا فِى خِدْمَتِهِمَا
Dan wajib pula untuk tidak menyakiti keduanya walau itu hanya dengan ucapan “ah!”. Wajib pula untum tidak
memperpanjang perdebatan dan wajib pula untuk tidak berjalan di hadapan keduanya kecuali waktu
melayani mereka.
وَأَنْ يَدْعُوَ لَهُمَا بِالرَّحْمَةِ وَالْـمَغْفِرَةِ، وَأَنْ يَأْمُرَهُمَا بِالمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمَا عَنِ اْلـمُنْكَرِ لِيَكُونَ سَبَبًا فِى نَجَاتِهِمَا مِنَ النَّارِ كَمَا كَانَا سَبَبًا فِى وُجُودِهِ
Wajib pula hendaknya ia mendoakan kedua orang
tua untuk mendapat rahmat dan ampunan, dan menganjurkan keduanya untuk melakukan kebaikan serta mencegah keduanya dari kemungkaran. Agar keberadaannya insan tersebut dapat menjadi sebab
keselamatan untuk keduanya (ayah-ibu), sebagaimana keduanya (ayah-ibu) menjadi sebab bagi adanya
insan tersebut.
قًالَ اللّٰه تَعَالَى : وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا (24)
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan
agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu
bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (23) Dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku!
Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu
kecil.” (Al-Isra ayat 23-24)
هَذَا، وَلْيَخُصَّ الأُمَّ
بِزِيَادَةِ البِرِّ لِقَوْلِ النَّبِي صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بِرُّ الْوَالِدَةَ عَلَى
الْوَلِدِ ضِعْفَانِ
Ingatlah hal ini semua, terkhusus untuk ibu,
seorang manusia hendaknya melebihkan berbuat baik kepadanya karena sabda Nabi
SAW : “ Berbuat baik kepada ibu bagi seorang anak adalah dua kali lipat ”
حُقُوْقُ القَرَابَةِ
Hak-Hak Kerabat
أَقَارِبُ الإِنْسَانِ هُمْ ذَوُوا رَحْمَةٍ وَقَدْ أَمَرَ اللّٰهُ بِوَصْلِ الرَّحِمِ وَنَهَى عَنْ قَطْعِهَا
Kerabat adalah mereka yang memiliki
hubungan kasih sayang, dan Allah pula memerintahkan untuk menyambung persaudaraan
dan melarang memutuskan persaudaraan.
قَالَ النَّبِى صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ اللّٰهُ تَعَالَى: اَنَا الرَّحْمٰنُ وَهَذِهِ الرَّحِمُ اشْتَقَقْتُ لَهَا اِسْمًا مِنِ اسْمِى فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ
Nabi Muhammad SAW Bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Aku adalah dzat Yang Maha Pengasih,
kasih sayang ini Aku ambil daripada sebuah nama dari pada nama-nama-Ku,
seseorang yang menyambungnya, maka Aku menyambungnya (memberinya kasih sayang), dan siapapun yang memutuskannya, maka Aku
putuskan! (memutuskan kasih sayang). ”
فَلِهَذَا يَنْبَغِى لِلْإِنْسَانِ مُرَاعَاةُ حُقُوْقِهِمْ وَالْقِيَامُ بِهَا
Semestinya manusia harus menjaga dan
memelihara persaudaraan,
فَلَا يُؤْذِى أًحَدًا مِنْهُمْ بِفِعْلٍ وَلَا قَوْلٍ وَأَنْ يَتَوَاضَعُ لَهُمْ وَأَنْ يَتَحَمَّلَ أَذَاهُمْ وَلَوْ تَطَاوَلُوا عَلَيْهِ
maka seorang manusia tidak boleh
menyakiti seseorang dari mereka dengan perbuatan dan perkataan, ia juga harus
besikap merendahkan diri dan menahan gangguan mereka walau dalam waktu yang lama.
وَأَنْ يَسْأَلَ عَمَّنْ يَغِيْبُ مِنْهُمْ وَأَنْ يُسَاعِدَهُمْ فِى الحُصُوْلِ عَلَى مَآرِبِهِمْ إِذَا قَدَرَ وَأَنْ يَمْنَعَ عَنْهُمُ الضَّرَرَ مَتَى اَمْكَنَ وَإِنْ كَانُوا غَيْرَ مُحْتَاجِيْنَ إِلَى شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ أًنْ يَتَعَهَّدَهُمْ بِالزِّيَارَةِ
Dan bertanya jika mereka tidak ada
bersamanya, membantu untuk mendapatkan tujuan mereka bila mampu, mencegah dari
bahaya kapan saja mungkin, kalau mereka
tidak memerlukan hal-hal diatas, maka sebaiknya bersungguh-sungguh ia dengan
berkunjung ke rumah mereka.
حُقُوْقُ الجِيْرَانِ
Hak-Hak Tetangga
الجَارُ : مَنْ جَاوَرَتْ دَارُهُ دَارَكَ إِلَى أَرْبَعِيْنَ دَارًا مِنْ كُلِّ جَانِبٍ
Tetangga adalah orang-orang yang
berdekatan rumahnya dengan rumahmu sekitar 40 rumah
dari semua penjuru.
وَلَهُ عَلَيْكَ حُقُوقٌ، مِنْها أَنْ تَبْدَأَهُ بِالسَّلَامِ ، وَأَنْ تَصْنَعَ مَعَهُ المَعْرُوْفَ ، وَأَنْ تُكَافِئَهُ عَلَى مَعْرُوْفِهِ إِذَا بَدَأَكَ بِهِ
Hak-hak tetangga yang ada atas
dirimu adalah hendaknya kamu memulai dalam memberi salam, kamu berbuat baik
padanya, sesuaikanlan dalam melakukan kebaikan, apabila dia mengawalinya
(balaslah kebaikannya),
وَأَنْ تُؤَدِّي مَالَهُ عَلَيْكَ مِنَ الحُقُوقِ المَالِيَّةِ، وَأَنْ تَعُودَهُ إذَا مَرَضَ، وَتُهَنِّئَهُ إذا فَرِحَ، وَتُعَزِّيَهُ إِذَا أُصِيْبَ،
Hendaknya kamu tunaikan (bayarlah)
hak-hak hartanya bila terdapat sangkut paut dengan hal itu, dan hebdaknya kamu kunjungi dia dikala ia sakit, hendaknya kamu mengucapkan selamat jikalau tetangga berbahagia, hendaknya kamu turut berduka cita
(menghiburnya) bila dia tertimpa musibah.
وَأَلَّا تَتَعَمَّدَ النَّظْرَ إلى نِسَائِهِ وَلَوْ كُنَّ خَدَمًا لَهُ، وَأَنْ تَسْتُرَ عَوْرَاتِهِ، وَأَنْ تَرُدَّ عَنْهُ الْمَكْرُوهَ بِقَدْرِ مَا تَسْتَطِيْعُ، وَأَنْ تُقَابِلَهُ بِالبَشَاشَةِ وَالْإِحْتِرَامِ
janganlah kamu arahkan pandangan
kamu kepada wanitanya sekalipun itu pembantunya, hendaknya kamu tutup aurat
(aib) tetanggamu dan kamu hindari sesuatu yang dibenci olehnya semampumu dan
kamu bertemunya dengan wajah manis dan memuliakan.
قَالَ النَّبِى صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ كَانَ يُئْومِنُ بِاللّٰهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Telah bersabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam : "Barangsiapa
yang beriman dengan Allah dan hari akhirat maka hendaknya ia memuliakan
tetangganya”.
وَعَنْ عَاِئِشَةَ رَضِيَ
اللّٰهُ عَنْهَا عَنِ النَّبي صَلى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَازَالَ
جِبْرٍيلُ يُوصِينِي بِالجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ اَنَّهُ سَيُوَرِّثَهُ
Dan dari ’Aisyah radhiallahu 'anhu
dari Nabi Muhamad SAW, beliau bersabda: “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku menyangka bahwa Jibril akan
menjadikan tetangga sebagai penerima warisan.”
آدَابُ اْلـمُعَاشَرَةِ
(Adab Pergaulan)
آدَابُهَا كَثِيْرَةٌ، مِنْهَا
طَلَاقَةُ الوَجْهِ، وَلِيْنُ الجَانِبِ وَالإِصْغَاءُ إِلَى حَدِيْثِ العَشِيْرِ،
وَالوَقَارُ بِلَا كِبْرٍ
Adab dalam pergaulan itu ada banyak.
Sebagian daripadanya adalah berwajah manis (murah senyum), lemah-lembut
kelakuannya, mendengarkan pembicaraan teman, sopan, tidak takabbur (sombong).
وَالسُّكُوْتُ عِنْدَ العَرَبِ، وَالصَّفْحُ عَنِ الزَّلَلِ، وَاْلـمُوَاسَاةُ وَتَرْكُ الإِفْتِخَارِ بِالجَاهِ وَالغِنَى فَإِنَّ ذَلِكَ مُوْجِبٌ لِلسُّقُوْطِ مِنْ أَعْيُنِ النَّاسِ
diam ketika terjadi senda gurau,
memaafkan kesalahan dan berlapang dada, tidak berbangga dengan kemegahan dan
kekayaan, karena demikian akan menjatuhkannya
dari pandangan manusia (diaggap remeh).
وَمِنْهَا كِتْمَانُ السِّرِّ لِأَنَّهُ لَا قِيْمَةَ
لِمَنْ لَا يَكْتُمُ الأَسْرَارِ
Dan sebagian daripadanya yaitu dapat
menyimpan rahasia, sebab tiada berharga orang yang tidak bisa menyimpan rahasia.
قَالَ الشَّاعِرُ:
Berkata seorang penyair:
اِذَا مَا الْمَرْءُ لَمْ
يَحْفَظْ ثَلَاثًا - فَبِعْهُ وَلَوْ بِكَفِّ مِنْ رَمَادٍ
Apabila manusia tidak dapat menjaga
tiga perkara, Maka jual-lah dia walau dengan harga segenggam debu
وَفَاءً لِلصَّدِيْقِ وَبَذْلَ مَالٍ - وَكِتْمَانُ
السَّرَائِرِ فِي الفُؤَادِ
Pertama, menepati janji pada kawan. Kedua,
menyumbangkan harta. Ketiga, menyimpan rahasia di hati.
الأُلْفَةُ
(Persahabatan)
الأُلْفَةُ هِى الإِسْتِئْنَاسُ بِالنَّاسِ وَالفَرْحُ
بِلَقَائِهِم. وَأَسْبَابُهَا خَمْسَةٌ :
Persahabatan adalah beramah tamah dengan manusia dan
gembira saat bertemu mereka. Sebab-sebab timbulnya
persahabat ada lima:
أَوَّلُهَا الدِّيْنُ : لِأَنَّ كَمَالَ الإِيْمَانِ
يُوْجِبُ العَطْفَ
Pertama : agama, karena sempurnanya iman akan menyebabkan kasih
sayang.
وَثَانِيْهَا النَّسَبُ : لِأَنَّ الإِنْسَانَ يَحْنُو عَلَى أَقَارِبِهِ وَيَتَوَدَّدُ إِلَيْهِمْ وَيَكُفُّ الأَذَى عَنْهُمْ، كَمَا قَالَ النَّبِى صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الرَّحِمَ إِذَا تَمَاسَّتْ تَعَاطَفَتْ
Kedua : keturunan (nasab), karena
manusia cenderung pada kerabatnya, mencintainya, dan menahan disakiti mereka,
seperti sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya kasih-sayang apabila saling bersentuhan
akan menimbulkan simpati.
وَثَالِثُهَا الْـمُصَاهَرَةُ : لِأَنَّ الإِنْسَانَ إِذَا أَحَبَّ عِرْسَهُ أَحَبَّ كُلَّ مَنْ يَنْتَمِى إِلَيْهَا
Ketiga : perkawinan, karena manusia
bila mencintai istrinya akan mencintai semua yang berhubungan dengan istrinya
(begitu juga istri).
قاَلَ خَالِدُ بْنُ يَزِيْدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ : كَانَ أبْغَضَ خَلْقِ اللّٰهِ إِلَيَّ آلُ الزُّبَيْرِ حَتَّى تَزَوَّجْتُ مِنْهُمْ فَصَارُوا أَحَبَّ خَلْقِ اللّٰهِ إِلَيَّ
Berkata Khalid Bin Yazid bin
Mu’awwiyyah : “Makluk Allah yang paling kubenci adalah keluarga Zubair hingga
kunikahi salah satu diantara saudara mereka maka jadilah mereka orang yang paling
kucintai mereka.”
وَرَابِعُهَا البِرُّ : وَهُوَ الإِحْسَانُ إِلَى
النَّاسِ
Keempat : kebaikan, Kebaikan adalah berbuat baik kepada
manusia..
قَالَ الشَّاعِرُ
Berkata seorang penyair:
أَحْسِنْ إِلَى النَّاسِ تَسْتَعْبِدْ قُلُوْبَهُمْ
فَطَالَمَا اسْتَعْبَدَ الإِنْسَانَ إِحْسَانٌ
Berbuatlah
kebaikan terhadap manusia niscaya tunduklah hati mereka.Maka senantiasa
kebaikan menundukkan manusia.
وَخَامِسُهَا الأَخَاءُ، كَمَا آخَى رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ المُهَاجِرِيْنَ وَالأَنْصَارِ لِتَقَوَّى رَابِطَتُهُمْ وَتَزِيْدَ أُلْفَتُهُمْ
Kelima : persaudaraan.
Persaudaraan adalah seperti Rasullullah mempersaudarakan antara Muhajirin dan
Ansar agar eratlah hubungan dan bertambahlah persaudaraan (persahabatan) mereka
وَأَمَّا فَضْلُ الأُلْفَةِ : فَالْإٍفَادَةُ وَالْإِسْتِفَادَةُ، وَالتَّعَاوُنُ عَلَى البِرِّ والتقوى ، وبذلك تستقيم الأحوال وتعتدل الأمو
Adapun kelebihan persahabatan adalah
memberi faedah dan mengambil faedah, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa,
dengan demikian tepatlah kondisi dan seimbanglah urusan.
قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ
Allah SWT berfirman: Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. (Q.S Ali
Imran: 103).
الأَخَاءُ
(Persaudaraan)
هُوَ رَابِطَةٌ بَيْنَ الشَّخْصَيْنِ تَحَقَّقُ
بَيْنَهُمَا الْمَوَدَّةُ
Persaudaraan: Hubungan antara dua orang yang nyatalah
kasih sayang keduanya.
فَيُطْلَبُ مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا لِلآخَرِ الْمُوَاسَاةُ بِالْمَالِ، وَالإِعَانَةُ بِالنَّفْسِ، وَالعَفْوُ عَنِ الزَّلَّاتِ، وَالإِخْلَاصُ، وَالوَفاءُ، وَالتَّخْفِيْفُ عَلَيْهِ،
Maka timbullah dari keduanya sikap
berlapang-lapang pada harta (saling memberi) dan menolong dengan jiwa dan
memaafkan kesalahan, ikhlas, menempati janji, saling meringankan beban,
وَتَرْكُ التَّكَلُّفِ لَهُ وَالسُّكُوْتُ عَمَّا يُؤْذِى، وَالتَّكَلُّمُ بِمَا يَرْضَاهُ الشَّرْعُ وَيَقْبَلُهُ الدَّيْنُ ، فَيَأْمُرُهُ بِالْـمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُ عَنِ الـْمُنْكَرِ، وَيَدْعُو لَهُ بِحُسْنِ الحَالِ وَدَوَامِ الإِسْتِقَامَةِ
tidak saling memberatkan, diam
(tidak berbicara) yang menyakiti hati, berbicara dengan ucapan yang disukai
oleh syara’ dan diterima oleh agama. Maka seseorang akan mendorong saudaranya berbuat kebaikan
dan mencegah kemungkaran, dan berdoa untuknya dengan baik kondisi dan tetap
istiqamah.
وًأًمَّا فَضْلُ الأَخَاءِ فَكَبِيْرٌ : لِأَنَّهُ يَبْعَثُ عَلَى التَّخَلُّقِ بِمَحَاسِنِ الأَخْلَاقِ، وَيُؤَلِّفُ بَيْنَ القُلُوْبِ، وَبِهِ يَكُوْنُ إِصْلَاحُ ذَاتِ البَيْنِ الَّذِى جَعَلَهُ اللّٰهُ مِنْ ثَمَرَاتِ التَّقْوَى،
Kelebihan persaudaraan
sangat besar, yaitu yang akan memotivasi berakhlak baik, mempersatukan semua
hati, dan mendamaikan persengketaan yang Allah jadikan daripada buah taqwa.
فَقَالَ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَأَصۡلِحُواْ ذَاتَ
بَيۡنِكُمۡ
Maka Allah berfirman: “Bertaqwalah kepada Allah
dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu.” (Al-Anfal:1)
آدَابُ الْمَجَالِسِ
(Adab berada di Majlis)
عَلَى مَنْ يَأْتِي الْمَجَالِسَ أَنْ يَبْدَأَ بِالسَّلَامِ، وَأَنْ يَجْلِسَ حَيْثُ انْتَهَى بِهِ الْمَجَالِسُ ، وَأَنْ يُعْرِضَ عَنْ أَقْوَالِ العَامَّة الخَالِيَةِ عَنْ الفَائِدَةِ،
Seseorang yang datang ke Majlis,
hendaklah mengawali memberi salam untuk hadirin, duduk ditempat kosong,
berpaling dari perkataan-perkataan yang tak berguna,
وَأًنْ يُغَيِّرَ الْمُنْكَرَ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فِبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَلْيَقُمْ مِنَ الْمَجْلِسِ إِنْ لَمْ تَدْعُ إٍلَى المَقَامِ بِهِ ضَرُوْرَةٌ
Hendaknya ia merubah kemungkaran
dengan tangan, jika tidak mampu, maka dengan lidah, maka jika tidak mampu, maka
dengan hati. Dan hendaknya ia keluar dari majlis tersebut jika memang tidak ada
manfaatnya.
وَأَلَّا يَحْتَقِرَ أَحَدًا مِنْ جُلَسَائِهِ رُبَّمَا كَانَ خَيْرًا مِنْهُ عِنْدَ اللّٰهِ، وَأَلَّا يُعَظِّمَ أَحَدًا لِمَالِهِ لِأَنَّ ذَلِكَ يُضْعِفُ الدَّيْنَ وَيُسْقِطُ اْلـمُرُوءَةَ، وَإِنْ كَانَ فِى الطَّرِيْقِ فَلْيَغُضَّ طَرْفَهُ،
Tidak meremehkan seorangpun,
kadangkala kedudukan orang tersebut di sisi Allah lebih baik, dan tidak
membanggakan seseorang karena hartanya, sebab akan melemahkan agama dan
menjatuhkan karisma. Dan jika seseorang pada jalan hendaklah menundukkan
pandangan,
وَلْيُغِثِ الْمَلْهُوْفَ وَلْيُعِنِ الضَّعِيْفَ، وَلْيُرْشِدِ الضَّالَّ، وَلْيُرِدِ السَّلَامَ عَلَى مَنْ بَدَأَهُ بِهِ، وَلْيُعْطِ السَّائِلَ، وَلْيَكُنْ فِى جَلْسَتِهِ وَقُوْرًا، فَإِنَّ ذَلِكَ أَدْعَى إِلَى تَعْظِيْمِهِ وَالإِعْتِنَاءِ لِشَأْنِهِ
Dan hendaknya ia menolong orang yang
didhalimi dan lemah, menunjuki orang yang tersasar, hendaknya membalas salam
orang yang memulainya, memberi peminta-minta, dan duduk dengan sopan sebab
demikian akan menunjukkan kehormatan dan peduli terhadap tugasnya.
آدَابُ الأَكْلِ
(Adab Makan)
أَمَّا الآدَابُ الَّتِى قَبْلَهُ : فَهِى غَسْلُ اليَدَيْنِ، وَوَضْعُ الطَّعَامِ عَلَى سُفْرَةٍ بِالأَرْضِ، وَالجُلُوسِ وَنِيَّةُ التَّقْوَى عَلَى العِبَادَةِ، وَتَرْكُ الاَكْلِ مَعَ الشِّبَعِ وَالرِّضَا بِالحَاضِرِ مِنَ الطَّعَامِ، وَتَرْكُ ذَمِّهِ، وَطَلَبُ مَنْ يَأْكُلُ مَعَهُ
Adapun adab sebelum makan: Mencuci
dua tangan, meletakkan makanan di alas di atas bumi (tanah), duduk dan niat
agar kuat melaksanakan ibadah, tidak makan berserta kenyang, menerima apa yang
tersedia dari makanan, tidak mencela makanan, dan menawari orang bersamanya.
وَأَمَّا الَّتِى مَعَهُ : فَهِي البَدْءُ بِالتَّسْمِيَةِ جَهْرًا لِيُذَكِّرَ غَيْرَهُ، وَالأَكْلُ بِاليُمْنَى، وَتَصْغِيْرُ اللُّقْمَةِ، وَإِجَادَةُ مَضْغِهَا، وَتَرْكُ مَدِّ يَدِهِ إِلَى غَيْرِهَا قَبْلَ الفَرَاغِ مِنْهَا وَالأَكْلُ مِمَّا يَلِيْهِ إِلًّا فِى الْفَاكِهَةِ،
Adapun adab waktu makan: Memulai dengan Bismillah
secara keras agar mengingatkan orang lain, makan dengan tangan kanan,
mengecilkan suapan, membaguskan kunyahan, tidak menjulurkan tangan ke suapan
lain sebelum selesai yang pertama, tidak memakan sesuatu yang mengiringi
makanan kecuali buah-buahan,
وَأَلَّا يَنْفُخَ فِى الطَّعَامِ وَأَلَّا يَقْطَعَهُ بِالسِّكِيْنِ وَأَلَّا يَمْسَحَ يَدَهُ بِهِ وَأَلَّا يَجْمَعَ بَيْنَ التَّمَرِ وَالنَّوَى فِى إِنَاءٍ وَأَلَّا يَشْرَبَ الْمَاءَ إِلَّا عِنْدَ اْلإِحْتِيَاجِ إِلَيْهِ
tidak meniup makanan, tidak memotongnya dengan pisau, tidak menyapu
tangan dengan makanan, dan tidak mengumpulkan kulit dan biji pada satu bejana
(tempat, piring), tidak meminum air kecuali di butuhkan.
وَأَمَّا الَّتِى بَعْدَهُ : فَهِيَ القِيَامُ قَبْلَ الشِّبَعِ وَغَسْلُ اليَدَيْنِ بَعْدَ لَعْقِهِمَا وَالتِقَاطُ الفُتَاتِ وَحَمْدُ اللّٰهِ
Adapun adab selesai
makan: Berdiri (berhenti) sebelum kenyang, membasuh
dua tangan sesudah menjilatnya, memungut sisa makanan dan membaca Alhamdulillah
آدَابُ الشُّرْبِ
(Adab Minum)
آدَابُهُ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا تَنَاوُلُ الإِنَاءِ بِاليَمِيْنِ وَالنَّظْرُ فِيْهِ قَبْلَ الشُّرْبِ وَالتَّسْمِيَةُ وَالجُلُوْسِ وَمَصُّ الْمَاءِ لِأَنَّ عَبَّهُ يَضُرُّ الكَبِدَ، قَالَ النَّبِي صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مُصُّوْا المَاءَ مَصًّا وَلَا تَعُبُّوهُ عَبًّا"
Adab minum itu banyak, sebagian daripadanya: memegang gelas dengan
tangan kanan, melihat pada air sebelum meminumnya, membaca Bismillah, duduk,
menghisap air, karena meneguk akan memudharatkan jantung. Telah bersabdalah Nabi Muhammad SAW “Hisaplah
air, jangan kamu meneguknya.”
وَمِنْهَا الشُّرْبُ فِى ثَلَاثَةِ أَنْفَاسٍ يُسَمِّى فِى كُلِّ وَاحِدٍ وَيَحْمَدُ فِى آخِرِهِ وَلَا يَتَنَفَّسُ فِى الإِنَاءِ وَلَا يَتَجَشَّأُ فِيْهِ
Dan sebagian daripadanya itu: Meminum dengan tiga nafas, dibaca
Bismillah pada tiap-tiap satu nafas, membaca Alhamdulillah pada akhirnya, tidak
bernafas dan bersendawa dalam gelas
وَإِذَا شَرِبَ وَأَرَادَ أَنْ يَسْقِيَ غَيْرَهُ فَلْيُقَدِّمْ مَنْ عَلَى يَمِيْنِهِ عَلَى مَنْ بٍيَسَارِهِ وَلَوْ كَانَ أَفْضَلَ لِأَنَّ النَّبٍيَّ صَلَّى اللْٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَّ سَقَى أَعْرَابٍيًّا كَانَ عَلَى يَمِيْنِهِ قَبْلَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا وَقَالَ الأَيْمَنُ فَالأَيْمَنُ
apabila seseorang meminum dan ingin menuangkan (memberikan) air untuk
orang lain, maka hendaklah didahulukan orang sebelah kanannya dari kirinya,
walau orang sebelah kiri lebih baik (terhormat) karena sesungguhnya Nabi
shallallahu alaihi wa sallam memberikan minum untuk orang Arab badui yang ada
sebelah kanannya sebelum Abu Bakar dan Umar Radhiallahu'anhu, Nabi bersabda: “Kanan didahulukan ! Lalu kanan didahulukan !”
آدَابُ النَّوْم
(Adab Tidur)
آدَابُ النَّوْمِ هِى أَنْ يَتَطَهَّرَ مِنَ الحَدَثِ وَأَنْ يَنَامَ عَلَى جَنْبِهِ الأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ وَأَنْ يَقْصُدَ بِنَوْمِهِ رَاحَةَ بَدَنِهِ لِيَتَقَوَّى عَلَى العِبَادَةِ وَأَنْ يَذْكُرَ اللّٰهَ تَعَالَى عِنْدَ نَوْمِهِ وَبَعْدَ يَقْظَتِهِ
Adab tidur : bersuci dari hadats (berwudlu), tidur diatas lambung kanan
menghadap kiblat, berniat untuk mengistirahatkan badan supaya kuat beribadah,
dan mengingat Allah subhana wata'ala ketika tidur dan bangun.
وَقَدْ كَانَ النَّبِى صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنَ اللَّيْلِ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خَدِّهِ ثُمَّ يَقُوْلُ اَللّٰهُمَّ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَأَمُوتُ
Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam sendiri bila beliau hendak tidur malam, beliau
meletakkan tangannya di bawah pipi, kemudian beliau berdoa : “Ya Allah. Dengan nama Mu aku hidup dan aku
mati.”
وَإِذَا اسْتَيْقَظَ قَالَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي
أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Dan waktu bangun beliau juga berdoa: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami sesudah kami mati dan kepada-NYA dikumpulkan.”
آدَابُ الْـمَسَاجِدِ
(Adab di Masjid)
اْلـمَسَاجِدُ بُيُوْتُ اللّٰهِ وَمَنْ عَلَّقَ
قَلْبَهُ بِهَا أَظَلَّهُ اللّٰهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَمَا فِى
الحَدِيْثِ فَيُطْلَبُ الْمَشْيُ إِلَيْهَا بِاشْتِيَاقِ مَعَ السَّكِيْنَةِ وَالوِقَارِ،
وَدُخُولُهَا بِاليُمْنَى
مَعَ تَنْظِيْفِ نَعْلَيْهِ خَارِجَهَا وَقَوْلُهُ عِنَدَ الدُخُولِ: "اَللّٰهُمَ
افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ"
Semua masjid adalah rumah Allah, orang yang bergantung hatinya dengan
masjid, Allah akan menaunginya di hari kiamat sebagaimana pada hadits. Maka, diperintahkanlah
berjalan ke masjid dengan penuh rindu serta tenang dan sopan, diperintahkan
pula untuk masuk kedalamnya dengan kaki kanan dan melepaskan sandalnya di luar
masjid dan berdoa saat masuk: “Ya
Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat Engkau”.
وَأَدَاءُ تَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ
وَالتَّسْلِيْمِ وَلَوْ
خَلَا اْلـمَسْجِدُ مِنَ النَّاسِ لِأَنَّهُ لَا يَخْلُوا مِنَ الجِنِّ وَالْمَلَائِكَةِ
Dan diperintahkan pula untuk mengerjakan
shalat tahiyyatul masjid, memberi salam walaupun tidak ada orang didalamnya karena masjid
tidak kosong dari Jin dan malaikat,
وَالجُلُوسُ بِنِيَّةِ
التَّقَرُّبِ وَمُرَاقَبَةِ اللّٰهِ تَعَالَى وَالإِكْثَارُ مِنْ ذِكْرِهِ
وَحَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الشَّهَوَاتِ وَاجْتِنَابُ الخُصُوْمَةِ
Dan diperintahkan pula untuk duduk
(dimasjid) dengan niat taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah), muraqabah
(perasaan dalam pengawasan Allah), memperbanyak zikrullah, menahan nafsu dari
syahwat, menjauhi perselisihan,
وَأَلَّا يَنْتَقِلَ مِنْ مَكَانِهِ إِلَّا لِحَاجَةٍ
وَأَلَّا يُنْشِدَ ضَالَّةً وَأَلَّا يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِحَضْرَةِ المُصَالِّيْنَ
وَأَلَّا يَمُرَّ بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَأَلَّا يَشْتَغِلَ بِصِنْعَةِ
Dan diperintahkan pula untuk tidak
berpindah dari tempatnya kecuali ada keperluan, dan tidak mencari barang hilang
(tercecer) di dalam masjid, tidak menguatkan suara di depan orang-orang yang sedang shalat, tidak berjalan didepan
mereka, tidak menyibukkan diri dengan suatu kegiatan.
وَأَلَّا
يَخُوْضَ فِى كَلَامِ أَهْلِ الدُّنْيَا لِيَسْلَمَ مِنَ الوَعِيْظِ الوَارِدِ فِى
قَوْلِ النَّبِى صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ
نَاسٌ مِنْ اُمَّتِي يَأْتُونَ الْمَسَاجِدَ يَقْعُدُونَ فِيهَا حَلَقًا
حَلَقًا ذِكْرُهُمُ الدُّنْيَا وَحُبُّ
الدُّنْيَا لَا تُجَالِسُوهُمْ فَلَيْسَ لِلّٰهِ بِهِمْ حَاجَةٌ
Dan diperintahkan pula untuk tidak
berbicara pembicaraan dunia, agar selamat dari ancaman sabda Nabi SAW : “Akan
datang pada akhir zaman manusia dari umatku, datang ke masjid, duduk
berkelompok-kelompok, sebutan(pembicaraannya dunia), cinta dunia, jangan kamu
duduk bersama mereka karena Allah tidak memerlukan mereka.
فَإِذَا
أَرَادَ الخُرُوجَ طُلِبَ مِنْهُ اْلبَدْءُ بِاليُسْرَى وَأَنْ يَضَعَهَـا
عَلَى ظَهْرِ نَعْلِهِ ثُمَّ يَلْبِسُ
اليُمْنَى أَوَّلًا وَلْيَقُلْ عِنْدَ خُرُوْجِهِ اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ
Maka apabila keluar masjid mulai
dengan kaki kiri, dan meletakkan (menaruh)kaki kirinya di atas sandal kemudian
memakai yang sebelah kanan duluan, dan berdoa waktu keluar: “Ya
Allah, saya memohon karunia-Mu”.
قَالَ
النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللّٰهُ تعالى إِنَّ بُيُوتِى
فِى اَرْضِى المَسَاجِدِ وَإِنَّ زُوَّارِي فِيْهَا عُمَّارُهَا فَطُوبَى لِعَبْدٍ
تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ زَارَنِي فِى بَيْتِي فَحَقَّ عَلَى المَزُورِ أَنْ
يُكْرِمَ زَائِرَهُ
Telah bersabda Nabi Muhammmad SAW, Allah berfirman : “Sesungguhnya rumah-Ku di bumi adalah masjid-masjid,orang yang
berkunjungke masjid ialah pemakmur masjid, bahagialah hamba yang bersuci di
rumahnya kemudian mengunjungi-Ku di rumah-Ku, maka hak yang dikunjungi
memuliakan yang berkunjung.
وَعَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللّٰه عَنْهُ مَنْ أَسْرَجَ فِى مَسْجِدٍ سِرَاجًا لَمْ تَزَلِ
المَلَائِكَةُ وَحَمْلَةُ العَرْشِ تَسْتَغْفِرُ لَهُ مَادَامَ فِى ذَلِكَ
المَسْجِدِ ضَوْءُهُ
Dari Anas Radhiallahu'anhu : “Siapa saja yang menerangi masjid dengan lampu (memasang lampu)
di masjid senantiasa malaikat dan penanggung Arasy meminta ampun untuknya
selama cahaya lampu tetap di masjid tersebut.”
اَلنَّظَافَةُ
)Kebersihan(
إِعْلَمْ
أَنَّ نَظَافَةَ البَدَنِ وَالثَّوْبِ وَالمَكَانِ مَطْلُوبَةٌ شَرْعًا
فَيَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ تَنْظِيْفُ بَدَنِهِ مُتَعَهِّدًا شَعْرَ رَأْسِهِ
بِالتَّسْرِيْحِ وَالدُّهْنِ وَأُذُنَيْهِ بِالْغُسْلِ وَالْمَسْحِ وَفَاهُ
بِالمُضْمَضَةِ وَالسِّوَاكِ وَأَنْفَهُ بِالإِسْتِنْشَاقِ وَالإِسْتِنْشَارِ
وَأَظَافِرَهُ بِغَسْلِ مَا تَحْتَهُ
Ketahuilah! Sesungguhnya kebersihan
badan, pakaian dan tempat itu dituntut syara’. Sudah selayaknya manusia
membersihkan badannya, menyisir rambut dan meminyakinya,dan membasuh dua
telinga, membersihkan mulut dengan berkumur-kumur dan bersiwak (menyikat gigi),
dan memasukkan air ke hidung serta menyemburkannya kembali, dan membersihkan
kuku dengan cara membasuh sesuatu yang ada di bawah kuku.
وَقَدْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْهِنُ رَأْسَهُ وَيُسْرِحُ
شَعْرَهُ
Sungguh Nabi SAW meminyaki dan
menyisir rambutnya.
وَيَنْبَغِي
لَهُ أَيْضًا تَنْظِيْفُ ثَوْبِهِ بِالمَاءِ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ الصَّابُونِ إِنِ
احْتَاجَ إِلَى ذَلِكَ
وَكَذَلِكَ
يَنْبَغِي لَهُ تَنْظِيْفُ مَكَانَهُ وَذَلِكَ لِمَا فِى النَّظَافَةِ مِنْ حِفْظِ
الصِّحَةِ وَذِهَابِ الهُمُوْمِ وَإِقْبَالِ السُّرُوْرِ وَرِضَا العَشِيْرِ
وَإِظْهَارِ نِعْمَةِ اللّٰهِ تَعَالَى وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ
Dan sebaiknya menyuci pakaian
memakai air saja atau dengan sabun jika diperlukan. Dan demikian juga
membersihkan tempat, sebab manfaat kebersihan memelihara kesehatan, melenyapkan
kesusahan, mendatangkan kegembiraan, menyenangkan teman-teman dan menampakkan
nikmat Allah.
الصِّدْقُ
وَالكَذٍبُ
(Jujur dan Dusta)
الصِّدْقُ
: هُوَ الإِخْبَارُ بِمَا يُطَابٍقُ الوَاقِعَ ، وَالكَذِبُ : هُوَ الإٍخْبَارُ
بٍمَا لَا يُطَابٍقُهُ.
Jujur adalah menyampaikan sesuatu
sesuai kejadian, sedangkan dusta adalah menyampaikan berita tidak sesuai
kejadian.
وَأَسْبَابُ
الصِّدْقِ : العَقْلُ وَالدِّيْنُ وَالمُرُؤَةُ لِأَنَّ العَقْلَ يُدْرِكُ
مَنْفَعَةَ الصِّدْقِ وَمَضَرَّةَ الكَذِبِ فَلَا يَرْضَى صَاحِبُهُ لِنَفْسِهِ
المَضَرَّةَ فَيَلْتَزِمُ الصِّدْقَ وَلِأَنَّ الدِّيْنَ يَأْمُرُ بِالصِّدْقِ
وَيَنْهَى عَن ضِدِّهِ وَكَذَلِكَ صَاحِبُ المُرُوءَةِ لَا يَرْضَى لِنَفْسِهِ
إِلَّا الصِّدْقَ لِأَنَّهُ يَطْلُبُ التَّحَلِّى بِجَمِيْلِ الخِصَالِ وَلَا
جَمَالَ فِى الكَذِبِ
Sebab-sebab jujur adalah akal, agama, muru-ah
(berani, punya rasa malu) karena akal mendapatkan manfaat kejujuran dan mudarat
dusta, maka dia tak ingin dirinya ada dalam bahaya, diapun selalu bersikap
jujur, sedangkan agama memerintahkan berlaku jujur, menjauhi lawannya, demikian
juga orang yang punya rasa malu, tidak ridha dirinya kecuali berlaku jujur,
sebab kejujuran menuntut berhias perkara terpuji dan tiada kebaikan pada dusta.
وَسَبَبُ
الكَذِبِ : إِرَادَةُ جَلْبِ النَّفْعِ وَإِرَادَةُ دَفْعِ الضَّرَرِ لِأَنَّ
الإِنْسَانَ قَدْ يَرَى فِى الكَذِبِ السَلَامَةَ العَاجِلَةَ فَيَأْتِيْهِ ،
وَيَرَى فِى الصِّدْقِ ضِدَّهَا فَلَا يَأْتِيْهِ
Sebab dusta: ingin menarik manfaat
dan menolak bahaya, sebab manusia kadang-kadang melihat pada dusta ada
keselamatan segera (instant) maka diapun berdusta, dan melihat pada berlaku
jujur lawannya, diapun tak melakukannya.
وَضَرَرُ
الكَذِبِ يَعُوْدُ إِلَى صَاحِبِهِ فَيُحْتَقَرُ وَتَضِيْعُ الثِّقَةُ بِهِ
وَيَسْتَرْذِلُ فِى الدُّنْيَا وَيُعَاقَبُ فِى الآخِرَةِ ،
Bahaya dusta berbalik ke pemiliknya,
dia akan diremehkan serta tidak dipercaya lagi, pendusta dihinakan di dunia,
disiksa di akhirat,
وَيَعُودُ
إِلَى غَيْرِ صَاحِبِهِ لِأَنَّ الكَذَّابَ يَعِدُ غَيْرَهُ خَيْرًا ثُمَّ
يُخْلِفُهُ فَتَنْكَسِرُ نَفْسُهُ لِخَيْبَةِ رَجَائِهِ وَلِأَنَّهُ يَسْتَسْهِلُ
الغِيْبَةَ وَالنَّمِيْمَةَ فَيَبْعَثُ النَّاسَ بِسَبَبِ ذَلِكَ عَلَى
التَّبَاغُضِ وَالتَّخَاصُمِ
dusta juga berefek untuk orang lain,
karena pendusta berjanji dengan orang lain akan suatu kebaikan kemudian
mengingkarinya sehingga menyakiti hati orang tersebut akibat hilang harapannya,
akhirnya timbullah ghibbah (gossip), adu domba, sehingga tergeraklah manusia
dalam kemarahan dan permusuhan.
وَكَفَى
الكَذِبَ مَذَمَّةً قَوْلُ اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا يَفۡتَرِي ٱلۡكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ
بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ
Cukuplah celaan dusta dengan firman
Allah : “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan,
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka
itulah orang-orang pendusta.”(An-Nahl : 105)
وَقَوْلُهُ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَذَبَ العَبْدُ كَذْبَةً تَبَاعَدَ
عَنْهُ المَلَكُ مَيْلًا مِنْ نِتْنِ مَا جَاءَ بِهِ
Dan Sabda Nabi SAW:“Apabila berdusta
seorang hamba akan satu dusta, menjauhlah malaikat satu mil karena bau busuk
merebak dari pendusta.”
وَكَفَى
الصِّدْقَ ثَنَاءً قَوْلُهُ تَعَالَى يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
Cukuplah pujian untuk kejujuran
firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (At-Taubah
: 119)
وَقَوْلُ
النَّبِى صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحُرُّوا الصِّدْقَ وَإِنْ
رَأَيْتُمْ أَنَّ فِيْهِ الهَلَكَةَ فَإِنَّ فِيْهِ النَّجَاةَ
Dan sabda Nabi SAW: “Pilihlah
kejujuran dan jika kamu lihat pada kejujuran itu bahaya (kebinasaan),
sesungguhnya pada kebenaran itu ada keselamatan.”
الأَمَانَةُ
(Amanah)
الأَمَانَةُ
هِىَ القِيَامُ بِحُقُوْقِ اللّٰهِ تَعَالَى وَحُقُوقِ عِبَادِهِ فَبِهَا يَكْمُلُ
الدِّيْنُ وَتُصَانُ الأَعْرَاضُ وَتُحْفَظُ الأَمْوَالُ لِأَنَّ القِيَامَ
بٍحُقُوقِ اللّٰهِ عِبَارَةٌ عَنْ فِعْلِ الْـمَأْمُوْرَاتِ وَاجْتِنَابٍ
المَنْهِيَّاتِ
Amanah: menjaga (memelihara) hak-hak Allah dan
hamba-Nya. Dengan amanah sempurnalah agama, terpelihara kehormatan dan harta
benda, sebab menjaga hak Allah berarti ibarat daripada melakukan perintah dan
menjauhi larangan.
وَالقِيَامُ
بِحُقُوقِ عِبَادِهِ عِبَارَةٌ عَنْ رَدِّ
الوَدَائِعِ وَتَرْكِ التَّطْفِيْفِ فِى كَيْلٍ أَوْ وَزْنٍ أَوْ ذَرْعٍ وَتَرْكِ
إِفْشَاءِ الأَسْرَارِ وَالعُيُوبٍ وَأَنْ يَخْتَارَ لِنَفْسِهِ مَا هُوَ أَصْلَحُ
لَهَا فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا
Memelihara hak-hak hamba berarti ibarat daripada
mengembalikan barang titipan, tidak mengurangi sukatan (takaran) dan timbangan
atau ukuran (hasta). Tidak menyebarkan rahasia-rahasia dan aib-aib. Memilih
yang paling baik pada agama dan dunia.
قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى: إِنَّ ٱللَّهَ
يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا
Allah subhana wata'ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”(An-Nisa :
58)
وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ
لَهُ وَلَا دِيْنَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
“Tiada iman
bagi orang yang tidak ada amanah (tidak dapat dipercaya) dan tiada agama orang
yang tidak memenuhi janji.”
وَضِدُّ
الأَمَانَةِ الخِيَانَةُ وَهِى مُخَالَفَةُ الحَقِّ بِنَقْصِ العَهْدِ فِى
السِّرِّ
Lawan amanah itu adalah khianat. Khianat ialah
menyimpang dari kebenaran dengan mengingkari perjanjian secara tersembunyi.
وَمَضَارُّهَا
كَثِيْرَةٌ مِنْهَا أَنْ يُوْصَفَ صَاحِبُهَا بِالغَدْرِ وَنَقْصِ الدِّيْنِ
وَانْحِطَاطِ الهِمَّةِ وَدَنَاءَةِ النَّفْسِ ومِنْهَا إِعْرَاضُ النَّاسِ عَنْهُ
لِإِسَأَتِهِ إِلَيْهِمْ وَقَطْعِ يَدِهِ إِذَا سَرَقَ مِنْهُمْ وَبُغْضُ اللّٰهِ
لَهُ وَتَعْذِيْبُهُ إِيَّاهُ لِأَنَّهُ لَمْ يُرَاعِ مَا كَلَّفَهُ بِهِ
Bahaya khianat itu banyak, diantaranya disebut
penghianat sebagai pembelot, kurang agama, bercita-cita rendah, berjiwa kerdil.
Diantaranya manusia menjauhinya karena keburukan penghianat, di potong
tangannya bila mencuri, murka dan azab Allah buat penghianat akibat tidak
menjaga sesuatu yang diwajibkan Allah.
قَالَ
اللّٰهُ تَعَالَى يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ
وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Allah SWT berfirman:“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui.”(Al-Anfal : 28)
العِفَّةُ
(Memelihara Diri)
العِفَّةُ
هِى صِفَةُ النَّفْسِ تَكُفُّهَا عَنِ الْـمُحَرَّمَاتِ وَرَذَائِلِ الشَّهَوَاتِ
’Iffah (memelihara diri) adalah sifat jiwa yang menjaga dari
yang haram-haram dan syahwat rendah.
وَهِى مِنْ
أَشْرَفِ الخِصَالِ وَأَسْمَاهَا وَعَلَيْهَا يَتَفَرَّعُ كَثِيْرٌ مِنَ
الفَضَائِلِ كَالصَّبْرِ وَالقَنَاعَةِ وَالسَّخَاءِ وَالْـمُسَالَمَةِ وَالوَرَعِ
وَالوَقَارِ وَالرَّحْمَةِ وَالحَيَاءِ فَهِى كَنْزُ مَنْ لَا مَالَ مَعَهُ
وَتَاجُ مَنْ لَا شَرَفَ لَهُ
’Iffah (memelihara diri) perkara
yang paling mulia dan tinggi, daripadanya bercabang beragam kebaikan seperti
sabar, qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada), sakha' (pemurah), terlepas
dari aib, wara’ (memelihara diri dari makruh, lebih-lebih yang haram), sopan
santun, kasih sayang, rasa malu.’Iffah adalah simpanan orang yang tidak punya
harta, mahkota untuk yang tidak punya kemulian.
وَسَبَبُهَا
انْقِطَاعُ الطَّمَعٍ وَتَرْكُ الحَرْصِ عَلَى كَسْبِ المَالِ وَالقَنَاعَةُ بِمَا
تَدْعُو إِلَيْهِ الضَّرُورَةُ
Sebab ’iffah: memutuskan ketamakan,
tidak loba mengusahakan harta dan qana’ah (merasa cukup, tidak butuh) pada
dorongan keinginan.
قَالَ
اللّٰهُ تَعَالَى : يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ
Allah subhana wata'ala telah berfirman : Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena memelihara diri dari minta-minta.”(Al-Baqarah : 273)
وَقَالَ
رَسُولُ اللّٰه صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : طُوبَى لِمَنْ هَدَى
لِلْإٍسْلَامِ وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وقَنِعَ بِهِ
Rasullullah bersabda: Berbahagialah
orang yang ditunjukkan bagi Islam adalah kehidupannya mencukupi dan dia
bersikap qana’ah (memadai / merasa cukup dengan apa yang ada).”
الـمُرُوءَةُ
(Kewibawaan)
الْـمُرُوءَةُ
هِى صِفَةٌ تَدْعُو إِلَى التَّمَسُّكِ بِمَكَارِمِ الأَخْلَاقِ ومحاسن العادات
Muru'ah atau kewibawaan ialah sifat yang mendorong
seseorang memegang kemuliaan akhlaq dan kebiasaan-kebiasaan baik.
وَسَبَبُهَا
عُلُوُّ الهِمَّةِ وَشَرَفُ النَّفْسِ فَإِنَّ مَنْ كَانَ عَلِيَّ الهِمَّةِ
شَرِيْفَ النَّفْسِ كَانَتْ غَايَتُهُ إِحْرَازَ المَعَالِى وَإِدْرَاكَ
الفَضَائِلِ وَابْتِنَاءَ المَكَارِمِ وَبَذْلَ النَّدَى وَكَفَّ الأَذَى
Sebab-sebabnya: Cita-cita tinggi,
berjiwa mulia, sesungguhnya orang yang bercita-cita tinggi lagi berjiwa mulia
akan menghasilkan menjaga ketinggian, mendapatkan semua kebaikan, membangun
kemulian, murah hati, mencegah bahaya.
وَهِى
عُنْوَانُ العِفَّةِ وَالنَّزَاهَةِ وَالصِّيَانَةِ وَلِذَلِكَ لَا يُرَى صَاحِبُ
المُرُوءَةِ إِلَّا تَقِيًّا بَعِيْدًا عَنِ المَطَامِعِ رَاضِيًا بِمَا قَسَمَهُ
اللّٰهُ لَهُ غَيْرَ نَاظِرٍ إِلَى مَا فِى أَيْدِى النَّاسِ
Muru'ah adalah tanda ‘iffah
(memelihara diri), suci dari yang tidak baik, terpelihara, karena itu tidak
terlihat pada orang yang memiliki muru'ah (kewibawaan) kecuali ketaqwaan, jauh
dari tamak, dan ridha dengan apa yang
dibagi oleh Allah untuknya, tiada melihat apa yang ada di tangan
manusia.
وَمِمَّا
يَدُلُّ عَلَى مَدْحِ المُرُوْءَةِ قَوْلُ النَّبِي صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Dan diantara yang menunjuki atas
terpujinya muru'ah adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّ
اللّٰهَ يُحِبُّ مَعَالِىَ الأُمُورِ وَأَشْرَفَهَا
“Sesungguhnya Allah
mencintai urusan-urusan yang tinggi dan paling mulia.”
الحِلْمُ
(Santun)
الحِلْمُ هُوَ صِفَةٌ تَحْمِلُ صَاحِبَهَا عَلَى تَرْكِ
الإِنْتِقَامِ مِمَّنْ أَغْضَبَهُ مَعَ قُدْرَتِهِ عَلَى ذَلِكَ
Hilm (santun, tidak cepat marah) adalah sifat yang
membawa pemiliknya kepada tidak membalas orang yang membuatnya marah padahal
dia mampu untuk membalasnya.
وَسَبَبُهَا
: رَحْمَةُ الجُهَّالِ أَوِ التَّرَفُّعُ عَنِ الْـمُشَارَكَةِ أَوِ
الإِسْتِحْيَاءُ مِنْ جَزَاءِ الجَوَابِ أَوِ التَّفَضُّلُ عَلَى الْـمُسِىءِ أَوْ
رِعَايَةُ نِعْمَةٍ سَابِقَةٍ أَوِ الـمَكْرُ وَتَوَقُّعُ الفُرَصِ
Sebab-sebab santun: Menyayangi
orang-orang bodoh, tidak mencaci maki, malu memberi tanggapan (yang tak
berguna), ramah pada orang yang berbuat jahat, menjaga nikmat yang lalu, diplomatis,
menanti peluang.
وَذَلِكَ
لِأَنَّ التَّرَفُّعَ عَنِ المُشَارَكَةِ مِنْ شَرَفِ النَّفْسِ وَعُلُوِّ
الهِمَّةِ، وَالإِسْتِحْيَاءَ مِنْ صِيَانَةِ النَّفْسِ وَكَمَالِ الْـمُرُوءَةِ، وَرِعَايَةَ
النِّعْمَةِ السَّابِقَةِ مِنَ الوَفَاءِ، وَالمكْرَ وَتَوَقُّعَ الفُرَصِ مِنَ
الدَّهَاءِ لِأَنَّ مَنْ ظَهَرَ غَضَبُهُ قَلَّ كَيْدُهُ
Hal demikian itu, karena tidak
mencaci maki termasuk sebagian dari berjiwa mulia dan tinggi cita-cita. Malu sebagian dari memelihara jiwa dan sempurna
kharisma. Memelihara nikmat yang lalu sebagian dari menyempurnakan
janji. Sebab seseorang yang menampakkan kemarahan itu sedikit siasatnya.
قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللّٰهَ
يُحِبُّ الحَيِّيَ الحَلِيْمَ وَيُبْغِضُ الفَاحِشَ البَذِئَ
Telah bersabda Nabi shallallahu
alaihi wasallam : “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang mempunyai rasa malu,
santun, dan murka akan orang yang berbuat keji dan kotor.”
السَّخَاءُ
(Pemurah)
السَّخَاءُ
هُوَ بَذْلُ المَالِ مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ وَلَا اسْتِحْقَاقٍ
Pemurah: Memberikan harta tanpa diminta dan menuntut hak.
وَهُوَ
فَضِيْلَةٌ مُسْتَحْسَنَةٌ وَخَصْلَةٌ مَحْمُودَةٌ لِمَا فِيهِ مِنَ ارْتِبَاطِ القُلُوبِ
وَاجْتِمَاعِهَا فَيَعْظُمُ الإِنْتِفَاعُ وَيَعُمُّ الإِرْتِفَاقُ
Pemurah adalah kebaikan utama dan perkara terpuji karena
mengikat dan menyatukan semua hati, besar manfaat dan faedahnyapun menyeluruh.
فَقَدْ
كَانَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي عَطَاءَ مَنْ لَا يَخْشَى
الفَقْرَ
Nabi Muhammad SAW memberikan pemberian orang yang tidak
takut fakir.
وَفِى
الحَدِيْثِ قَالَ جِبْرِيْلُ قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى : هَذَا دِيْنُ ارْتَضَيْتُهُ
لِنَفْسِى لَايَصْلُحُهُ اِلَّا السَّخَاءُ وَحُسْنُ الخُلُقِ فَأَكْرِمُوْهُ
بِهِمَا مَا اسْتَطَعْتُمْ
Dalam sebuah hadits bersabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam : Telah berkata Jibril, telah berfirman Allah subhana wata'ala : “Agama
ini Aku ridhai untuk Diri-Ku, tidak layak agama kecuali buat pemurah dan bagus
akhlak, maka muliakanlah agama dengan keduanya semampumu.”
التَّوَاضُعُ
(Rendah Diri)
التَّوَاضُعُ
هُوَ خَفْضُ الجَنَاحِ وَإِلَانَةُ الجَانِبِ مِنْ غَيْرِ خِسَّةٍ وَلَا مَذَلَّةٍ
Tawadhu’ : Merendahkan diri dan berhati lembut tanpa
menghinakan diri.
وَالْـمَقْصُودُ
مِنْهُ إِعْطَاءُ كِلِّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا يَرْفَعُ وَضِيْعًا عَنْ
دَرَجَتِهِ
Tujuan Tawadhu’ ialah memberikan
tiap-tiap yang punya hak akan haknya, tidak mengangkat derajat orang hina dari
derajatnya, dan tidak menurunkan yang mulia dari kedudukannya.
وَلَا
يَنْزِلُ شَرِيْفًا عَنْ مَقَامِهِ وَهُوَ مِنْ أَسْبَابِ الرِّفْعَةِ وَدَوَاعِى
الشَّرَفِ
Tawadhu’ adalah sebagian dari sebab-sebab bermartabat
tinggi, dan mengantarkan ketempat kemuliaan.
قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَوَاضَعَ لِلّٰهِ رَفَعَهُ
Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “Seseorang yang
Tawadhu’ (rendah diri) karena Allah, Allah akan meninggikannya.”
عِزَّةُ
النَّفْسِ
(Kemuliaan Jiwa)
عِزّةُ
النَّفْسِ هِي صِفَةٌ بِهَا يَجْعَلُ الإِنْسَانُ نَفْسَهُ فِى مَنَازِلِ
الرِّفْعَةِ وَالإِحْتِرَامِ
Kemuliaan Jiwa ialah sifat yang menempatkan manusia pada
tempat tinggi dan mulia.
وَسَبَبُهَا
مَعْرِفَةُ الإِنْسَانِ قَدْرَ نَفْسِهِ
Sebab kemulian jiwa adalah manusia mengenal ukuran
dirinya.
وَثَمَرَتُهَا
التَّجَمُّلُ وَالصَّبْرُ عَلَى مَكَارِهِ الدَّهْرِ وَتَرْكُ إِظْهَارِ
الإِحْتِيَاجِ وَتَعْظِيْمُ النَّاسِ لَهُ وَإِحْسَانُ اللّٰهِ إِلَيْهِ
Hasil dari kemulian jiwa adalah
melakukan kebaikan, sabar pada masa susah, tidak melahirkan hajat (tidak
menampakkan kebutuhan kepada orang lain), manusia memuliakannya, mendapat
balasan kebaikan dari Allah.
قَالَ
اللّٰهُ تَعَالَى وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ
Allah ta'ala berfirman: Padahal
kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang
mukmin.”(Al-Munafiqun: 8)
وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَحِمَ اللّٰهُ امْرَاءً عَرَفَ
قَدْرَ نَفْسِهِ
Dan telah bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam “Allah mengasihi orang
yang mengenal ukuran dirinya.”
الحِقْدُ
(Dendam)
الحِقْدُ
هُوَ إِضْمَارُ السُّوْءِ وَالحَرْصِ عَلَى الإِيْذَاءِ
Dendam: Menyembunyikan keburukan, sangat berkeinginan
untuk menyakiti
وَسَبَبُهُ
: الغَضَبُ وَيَتْبَعُهُ ثَمَانُ خِصَالٍ محُرَّمَةٌ وَهِى حَسَدُ الْـمَحْقُوْدِ
عَلَيْهِ، وَالشَّمَاتَةُ بِمُصِيْبَتِهِ، وَهَجْرُهُ وَإِنْ تَوَدَّدَهُ،
وَالإِعْرَاضُ عَنْهُ اسْتِصْغَارًا لَهُ، وَالتَّكَلُّمُ فِيْهِ بِالفَحْشِ
كَاغْتِيَابِهِ وَإِفْشَاءِ سِرِّهِ، وَمُحَاكَاتُهُ اسْتِهْزَاءً بِهِ،
وَإِيْذَاءُهُ بِمَا يُؤْلِمُ بَدَنَهُ، وَمَنْعُهُ حَقَّهُ كَأَنْ لَا يَقْضِيَهُ
دَيْنَهُ.
Sebab dendam: Marah, mengiringinya
delapan perkara yang diharamkan, yaitu: dengki kepada orang yang di dendaminya,
mencela bila terjadi musibah, menjauhi orang yang dia menaruh dendam padanya
walau dia memohon belas kasihan, berpaling dan meremehkannya dan mengomonginya
dengan keji seperti menggosip dan menyebarkan rahasianya, menceritakannya
dengan cara mengolok-olok, menyakiti tubuh dan mencegah haknya seperti tidak
membayar hutang kepadanya (setelah berhutang).
وَمِمَّا
يَدُلُّ عَلَى ذَمِّ الحَقْدِ قَوْلُ النَّبِي صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
الْـمُؤْمِنُ لَيْسَ بِحُقُوْدٍ
Dalil bahwa dendam dicela adalah
sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : “Orang mukmin itu
bukan pendendam.”
الحَسَدُ
(Dengki)
الحَسَدُ
هِىَ تَمَنِّى زَوَالِ النِّعْمَةِ عَنِ الغَيْرِ
Dengki adalah Keinginan (cita-cita) melenyapkan nikmat
orang lain.
وَأَمَّا
تَمَنِّى مِثْلِ مَا لِلْغَيْرِ فَيُسَمَّى غِبْطَةً وَلَيْسَتْ بِمَذْمُومَةٍ
بَلْ هِى مَطْلُوبَةٌ لِأَنَّهَا سَبَبٌ لِاكْتِسَابِ الخِصَالِ الحَمِيْدَةِ
Adapun cita-cita ingin menjadi seperti orang lain disebut
ghibtah (gemar, menaruh hati), hal ini tidak dicela, tetapi dianjurkan sebab
rasa gemar akan membentuk sifat-sifat terpuji.
وَلِذَا قَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ يَغْبِطُ وَالْمُنَافِقُ يَحْسُدُ
Karena demikian Nabi shallallahu
alaihi wasallam pun bersabda : “orang beriman menaruh
hati (gemar, ingin mencontoh orang lain yang baik-baik) dan munafik itu
pendengki.”
وَأَسْبَابُ
الحَسَدِ ثَلَاثَةٌ: اَلْأَوَّلُ - بُغْضُ الْمَحْسُودِ لِفَضِيلَةٍ ظَهَرَتْ
مِنْهُ أَوْ نِعْمَة سَاقَهَا اللّٰهُ إِلَيْهِ اَلثَّانِى – تَفَوُّقُ
المَحْسُودِ فِى الفَضْلِ بِحَيْثُ يَعْجِزُ الحَاسِدُ عَنِ الوُصُولِ إِلَيْهِ. اَلثَّالِثُ
– شُحُّ الحَاسِدِ بِالفَضَائِلِ فَيَحْسُدُ كُلَّ مَنْ نَالَهُ خَيْرٌ
Sebab-sebab kedengkian itu ada tiga:
1. Benci kepada orang yang di dengki karena kelebihan
yang nampak padanya atau nikmat yang diberikan Allah untuknya.
2. Orang yang di dengki lebih tinggi martabat, sedangkan
si pedengki tidak mampu mencapainya.
3. Pelit si pedengki atas segala kelebihan sehingga dia
iri hati kepada setiap orang yang lebih baik dari dirinya.
وَالَّذِى
يَذْهَبُ الحَسَدَ مِنَ القُلُوبِ التَّمَسُّكُ بِالدِّيْنِ وَمُلَاحَظَةُ مَا فِى
الحَسَدِ مِنَ الضَّرَرِ وَالرِّضَا بِالقَضَاءِ وَالقَدْرِ
Obat penghilang dengki dari semua hati ialah berpegang
pada agama, melihat pada kedengkian ada kemudharatan dan ridha qadha dan qadar
(ketentuan) Allah.
وَمِمَّا
وَرَدَ فِى ذَمِّ الحَسَدِ قَوْلُ النَّبِي صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الحَسَدُ
يَأْكُلُ الحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الحَطَبَ
Dalil bahwa dengki itu di cela
adalah hadits Nabi Muhammad SAW : “Kedengkian memakan kebaikan-kebaikan seperti
api memakan kayu bakar.”
الغِيْبَةُ
Mengupat
الغِيْبَةُ
هِى ذِكْرُ أَخِيْكَ بِمَا يَكْرَهُ وَلَوْ فِى وَجْهِهِ كَقَوْلِكَ فُلَانٌ
أَعْرَجُ أَوْ فَاسِقٌ أَوْ فَقِيْرٌ أَوْ قَصِيْرُ الثِّيَابِ تُرِيْدُ بِذَلِكَ
تَنْقِيْصَهُ
Mengumpat (gossip) adalah Menyebut
saudaramu dengan sesuatu yang di benci walaupun itu dihadapannya seperti
ucapan: Si fulan itu pincang atau fasik, fakir, berpakaian pendek yang kamu
maksud demikian untuk merendahkannya.
وَأَسْبَابُهَا
ثَمَانِيَةٌ الحَسَدُ وَشِفَاءُ الغَيْظِ وَإِرَادَةُ التَّرَفُّعِ
وَالمُبَادَرَةُ إِلَى تَعْطِيْلِ المُؤْذَى عَنِ الوُصُولِ إِلَى مُرَادِهِ
وَالقَصْدُ إِلَى تَبْرِئَةِ النَّفْسِ وَمُجَمَلَةُ الرُّفَقَاءِ وَالهَزْلُ
وَالإِسْتِهْزَاءُ
Sebab-sebab timbulnya upat ada
delapan perkara: dengki, memuaskan rasa sakit hati, keinginan mengangkat
kedudukannya, menyegerai untuk menggagalkan tujuan orang yang dia sakiti,
tujuan melepaskan diri, berpura-pura baik pada kawan-kawan, bersenda gurau dan
mengolok-olok.
وًلَيْسَ
مِنَ الغِيْبَةِ لَوْمُ الْمُقْصِرِ عَلَى تَقْصِيْرِهِ، وَإِرْشَادُهُ إِلَى مَا
فِيْهِ مَصْلَحَةٌ لِأَنَّ اللّٰهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَنْهَ عَنِ النَّصِيْحَةِ
وَلَكِنَّهُ نَهَى عَنِ الغِيْبَةِ وَبَالَغَ فِى اْلإِنْكَارِ عَلَيْهَا
Dan bukan gossip bila menegur orang
lalai dari kelalaianya, dan menunjuki kepada kebaikan.Karena Allah tidak
mencegah menyampaikan nasehat, tetapi Allah melarang ghibah.
فَقَالَ
وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ
أَخِيهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
Maka berfirman ianya Allah : “Dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya.”(Al-Hujarat : 11)
النَّمِيْمَةُ
(Adu Domba)
النَّمِيْمَةُ
هِى نَقْلُ أَقْوَالِ النَّاسِ أَوْ أَعْمَالِهِمْ أَوْ أَحْوَالِهِمْ إِلَى
الغَيْرِ عَلَى وَجْهِ الإِفْسَادِ
Adu domba adalah
mengutip perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, hal-hal (kondisi) manusia
kepada orang lain dengan tujuannya merusak.
وَالبَاعِثُ
عَلَيْهَا إِمَّا إِرَادَةُ السُّوْءِ بِالمَنْقُولِ عَنْهُ أَوْ إِظْهَارُ
الحُبِّ لِلْمَنْقُوْلِ إِلَيْهِ أَوِ التَّفْرِيْجُ فِى الحَدِيْثِ أَوِ الخَوْضُ
فِى الفُضُولِ
Pendorongnya
adakalanya maksud buruk dari orang yang dipindahkan (pemilik berita) atau
menampakkan cinta kepada orang yang dipindahkan padanya (penerima berita),
menghambur-hamburkan omongan atau berbicara sia-sia.
وَالَّذِى
يَكُفُّ الإِنْسَانَ عَنِ النَّمِيْمَةِ عِلْمُهُ بِأَنَّهَا تَدْعُو إِلَى
التَّقَاطُعِ وَإِيْقَادِ نَارِ العَدَاوَةِ وَاسْتِحْقَاقِ العِقَابِ
Yang mencegah
manusia dari mengadu domba ialah menyadari bahwa adu domba tersebut bisa
memutuskan tali persaudaraan, menyalakan api permusuhan dan mendapatkan siksa.
قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اَحَبَّكُمْ اِلَى اللّٰهِ
الَّذِيْنَ يَأْلَفُوْنَ وَيُؤْلَفُوْنَ وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَى اللّٰهِ
المُشَاءُوْنَ بِالنَّمِيْمَةِ المُفَرِّقُونَ بَيْنَ الإِخْوَانِ
Telah bersabda Nabi Muhammad SAW: “Allah paling cinta
kepadamu yaitu orang-orang yang mencintai orang lain dan orang lain mencintai
mereka, dan orang yang paling Allah murkai di antara kamu adalah mereka yang
berjalan membawa gossip (menyebarkan isu, adu domba), yang mencerai beraikan
diantara saudara.”
وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَايَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَامٌ
Dan Nabi Muhammad SAW Telah bersabda: “Tidak masuk surga
para pengadu domba.”
اَلْكِبْرُ
(Sombong)
الكِبرُ
هُوَ اسْتِعْظَامُ النَّفْسِ وَرُؤْيَةُ قَدْرِهَا فَوْقَ قَدْرِ الغَيْرِ
Sombong adalah
menilai diri lebih besar dan melihat derajatnya di atas orang lain.
وَمَفَاسِدُهُ
كَثِيْرَةٌ مِنْهَا أَنَّهُ يُؤْذِى الغَيْرَ وَيَقْطَعُ حَبَالَ المَوَدَّةِ
وَيُفَرِّقُ القُلُوبَ وَيُحْمِلُ النَّاسَ عَلَى بُغْضِ صَاحِبَهُ
وَاتِّفَاقُهُمْ عَلَى أَذَاهُ
kerusakan dari
sombong itu banyak, Diantaranya: Menyakiti orang lain, memutuskan tali-tali
kasih sayang (persaudaraan), memisahkan diantara hati, membuat orang marah dan
sepakat untuk menyakitinya.
وَمِنْهَا
أَنَّ صَاحِبَهُ لَا يَنْقَادُ إِلَى الحَقِّ وَلَا يَكَظُهُمُ الغَيْظُ وَلَا
يَتَلَطَّفُ فِى النُّصْحِ
Dan diantaranya: Orang yang sombong itu tidak tunduk kepada kebenaran
dan memendam kebencian dan tidak lembut dalam menyampaikan nasehat.
وَكَفَى
الكِبرُ مُذَمَّةً قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَايَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٌ مِنَ الكِبرِ
Cukuplah cela
takabbur oleh sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : “Tidak akan masuk surga,
seseorang yang ada pada hati seberat debu (atom) takabbur.”
وَمَنْ
عَرَفَ أَنَّهُ مَخْلُوقٌ مِنْ نُطْفَةٍ وَأَنَّهُ صَائِرٌ إِلَى جِيْفَةٍ هَانَ
عَلَيْهِ أَنْ يَتْرُكَ الكِبرَ الَّذِى سَبَبُهُ العُجْبُ
Seseorang menyadari (mengenal) bahwa dia diciptakan dari setetes mani
dan akan menjadi bangkai, mudahlah dia meninggalkan sombong yang penyebabnya
adalah ‘ujub (merasa bangga pada kemampuan diri sendiri).
الغُرُورُ
(Tertipu)
الغُرُورُ
هُوَ سُكُونُ النَّفْسِ إِلَى مَا يُوَافِقُ الهَوَى وَيَمِيْلُ إِلَيْهِ
الطَّبْعُ بِسَبَبِ شُبْهَةٍ شَيْطَانِيَّةٍ
Tertipu adalah tenang jiwa pada sesuatu yang sesuai keinginan dan
condong tabi’at kepadanya sebab syubhat syaitan (kesamaran fatamorgana
syaitan).
وَهُوَ
نَوْعَانِ : الأَوَّلُ - غُرُوْرُ أٌهْلِ الكُفْرِ الَّذِيْنَ اشْتَرُوا الحَيَاةَ
الدُنْيَا بِالآخِرَةِ
Tertipu ada dua pembagian: pertama, Tertipunya orang-orang kafir yang
menukar kehidupan dunia dengan akhirat.
فَمِنْهُمْ
مَنْ سَكَنَ إِلَى الدُنْيَا وَزُخْرُفِهَا وَأَنْكَرَ البِعْثَ هُوَ إِحْيَاءُ
اللّٰهِ تَعَالَى الخَلْقَ بَعْدَ مَوْتِهِمْ
Diantara mereka yaitu orang yang tenang pada dunia dan hiasannya dan
mengingkari hari kebangkitan, yaitu dihidupkan kembali oleh Allah akan makhluk
sesudah kematian.
وَمِنْهُمْ
مَنِ اغْتَرَّ بِسِيَادَتِهِ فِى الدُّنْيَا فَظَنَّ أَنَّهُ عَلَى فَرْضِ
المِيْعَادِ وَالرَّحْمَةِ يَكُوْنُ أَوْلَى بِهِمَا
Dan sebagian daripada mereka itu: Orang-orang yang tertipu dengan
kepemimpinan di dunia, dia menyangka bahwa dirinya yang paling baik pada
menempati janji dan kasih sayang.
الثَّانِى
- غُرُوْرُ العُصَّاةِ مِنَ الْـمُؤْمِنِيْنَ
Kedua, Tertipunya pelaku maksiat dari kalangan
orang mukmin.
فَمِنْهُمْ
مَنْ لَمْ يَعْمَلْ اِغْتِرَارًا بِسَعَةِ عَفْوِ اللّٰهِ تَعَالَى أَوِ
اعْتِمَادًا عَلَى طَاعَةِ الْأَبَاءِ أَوْ عَلَى كَثْرَةِ الْعِلْمِ
Diantara mereka adalah orang yang tidak beamal sebab tertipu dengan
keluasan ampunan Allah, atau berpegang
atas ketaatan bapaknya, atau pada banyaknya ilmu.
وَلَمْ
يَدْرِ الأَوَّلُ أَنَّ الرَغْبَةَ فِى الشَّيْءِ مِنْ غَيْرِ أَخْذِ فِى
أَسْبَابِهِ طَمَعٌ مَذْمُوْمٌ
Tidak menyadari oleh golongan pertama (yaitu: yang tidak beramal) bahwa suka pada sesuatu tanpa
mengambil (menjalani) sebab-sebabnya ialah kerakusan tercela.
وَلَمْ
يَذْكُرِ الثَّانِى قَوْلَهُ تَعَالَى يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡ وَٱخۡشَوۡاْ
يَوۡمًا لَّا يَجۡزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِۦ وَلَا مَوۡلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن
وَالِدِهِۦ شَيًۡٔاۚ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ
ٱلدُّنۡيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ
Dan tiada mengingat oleh golongan yang kedua (yaitu: yang berpegang pada
keshalehan orang tua) akan firman Allah:“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang
(pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak
tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah
adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu,
dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.”
(Luqman : 33)
وَلَمْ
يَتَنَبَّهِ الثَّالِثُ إِلَى أَنَّ العِلْمَ بِلَا عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلَا
ثَمَرٍ
Dan tidak
menyadari oleh golongan yang ketiga (yaitu: yang berpegang pada banyaknya
pengetahuan) bahwa sesungguhnya ilmu tanpa amal laksana pohon tidak berbuah.
وَمِنْهُمْ
مَنِ اغْتَرَّ بِكَثْرَةِ عِبَادَتِهِ فَظَنَّ أَنَّهُ أَحَقُّ بِالعَفْوِ مِنْ
غَيْرِهِ وَلَمْ يَدْرِ أَنَّ هَذَا مُذْهِبٌ لِإِخْلَاصِهِ مُغَوِّتٌ لِثَوَابِ
أَعْمَالِهِ
Dan diantaranya ada juga orang yang tertipu dengan banyak ibadahnya, dia
menyangka lebih berhak mendapat keampunan Allah dibandingkan orang lain, dan dia
tidak menyadari bahwa inilah yang melenyapkan keikhlasannya dan pahala amalnya.
وَمِنْهُمْ
مَنْ غَرَّتْهُ كَثْرَةُ المَالِ فَظَنَّ أَنَّهُ بِذَلِكَ يَفُوْقُ غَيْرَهُ
فَمَالَ إِلَى زُخْرُفِ الدّنْيَا وَنَسِيَ فَضْلَ اللّٰهِ عَلَيْهِ
Dan sebagian lagi
orang yang tertipu dengan banyaknya harta, dia menyangka bahwa hartanyalah yang
membuatnya lebih tinggi dari orang lain, dia amat menyukai hiasan dunia dan
lupa pada karunia Allah.
وَمِنْ
مَعَايِبِ الغُرُورِ أَنَّهُ يُوْلِدُ الكِبْرَ الَّذِى سَبَقَ أَنَّهُ يَمْنَعُ
صَاحِبَهُ دُخُولُ الجَنَّةِ
Diantara aib tertipu ialah timbulnya rasa sombong yang telah disebutkan
pada pembahasan yang telah lewat bahwa orang sombong tidak masuk surga.
الظُّلْمُ
(Aniaya)
الظُّلْمُ
هُوَ الخُرُوْجُ عَنْ حَدِّ الإِعْتِدَالِ بِالتَّقْصِيْرِ أَوْ تَجَاوُزِ الحَدِّ
فَيَشْمِلُ جَمِيْعُ المَعَاصِى وَيَعُمُّ أَنْواعُ الرَّذَائِلِ
Aniaya adalah
keluar dari batasan keseimbangan disebabkan kelalaian (tidak perhatian) atau
melampaui batas. Aniaya mengandung semua maksiat dan kehinaan (keburukan).
وَصَاحِبُهُ إِمَّا ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ
أَوْ ظَالِمٌ لِغَيْرِهِ
Orang yang
menganiaya itu adakala menganiaya untuk dirinya atau pada orang lain.
فَظُلْمُ النَّفْسِ عِبَارَةٌ عَنِ
التَّقْصِيْرِ فِى طَاعَةِ اللّٰهِ تَعَالَى أَوْ تَرْكِ الإِيْمَانِ
Menganiaya diri
sendiri yaitu diibaratkan dengan lalai pada menaati Allah SWT atau tidak
beriman.
وَظُلْمُ الغَيْرِ عِبَارَةٌ عَنِ التَّفْرِيْطِ فِى حَقِّهِ كَإِيْذَاءِ الجَارِ وَإِهَانَةِ الضَّيْفِ وَافْتِرَاءِ الكَذِبِ وَالغِيْبَةِ والنميمةِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Menganiaya kepada
orang lain itu adalah ibarat dari meremehkan hak orang lain seperti menyakiti
tetangga, menghina tamu, berdusta, bergosip, mengadu domba.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الظُّلْمُ ظُلَمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ
Telah bersabda
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : “Aniaya akan menjadi
kegelapan di hari kiamat.”
وَفِى الحَدِيْثِ القُدْسِيِّ : يَا
عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى. وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ
مُحَرَّمًا فَلَا تُظَالِمُوا
Dan pada hadits
Qudsi : “Wahai hamba-Ku. Aku haramkan penganiayaan pada diri-Ku, dan Ku jadikan
diantaramu haram, maka janganlah kamu berbuat aniaya.”
العَدْلُ هُوَ التَّوَسُّطُ فِى
الأُمُوْرِ وَالسَّيْرُ فِيْهَا عَلَى وِفْقِ الشَّرِيْعَةِ
Adil adalah
seimbang pada semua urusan dan menjalankannya sesuai dengan Syari’at.
وَهُوَ نَوْعَانِ
Adil ada dua
macam:
الأَوَّلُ - عَدْلُ الإِنْسَانِ
فِى نَفْسِهِ وَهُوَ أَنْ يَسْلُكَ سَبِيْلَ الإِسْتِقَامَةِ
1. Manusia adil
pada dirinya yaitu berjalan di jalur Istiqamah.
الثَّانِى - عَدْلُهُ مَعَ
غَيْرِهِ وَهُوَ ثَلَاثَةُ أَقّسَامٍ
2. Adil kepada
orang lain, dibagi tiga lagi:
عَدْلُ السُّلْطَانِ فِى
رَعِيَّتِهِ بِاتِّبَاعِ المَيْسُورِ وَإِعْطَاءِ كُلِّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
1. Adil raja pada
rakyatnya lewat memberi kemudahan dan memberikan setiap orang yang mempunyai
hak akan haknya.
عَدْلُ الرَّعِيَّةِ مَعَ
السُّلْطَانِ وَالتِّلْمِيْذِ مَعَ أُسْتَاذِهِ وَالوَلَدِ مَعَ وَالِدَيْهِ
بِإِخْلَاصِ الطَّاعَةِ
2. Rakyat ’adil
pada Sultan (pemimpin), murid pada guru, anak pada dua orang tuanya, yaitu
dengan taat secara ikhlas (tulus).
عَدْلُ الإِنْسَانِ مَعَ
أَمْثَالِهِ بِتَرْكِ التَّكَبُّرِ عَلَيْهِمْ وَكَفِّ الأَذَى عَنْهُمْ
3. Manusia adil
sesama sebaya (sederajatnya) dengan tidak sombong dan tidak menyakiti mereka.
قاَلَ اللهُ تَعَالَى
Telah berfirman
Allah Subhana Wata'ala :
إِنَّ ٱللَّهَ
يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ
عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ
تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (An-Nahl : 90)
أَمَّا العَدْلُ فَقَدْ عَرَفْتَهُ
Tentang adil telah
kamu ketahui!
وَأَمَّا الْإِحْسَانُ فَهُوَ
كَمَا فِى الْحَدِيْثِ
Sedangkan ihsan
seperti tercantum pada hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam :
أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهَ كَأَنَّكَ
تَرَاهُ
Kamu sembah Allah
seolah-olah kamu melihat-Nya.
وَهَذَا كَمَالُ الإِيْمَانِ
وَنِهَايَةُ الإِذْعَانِ
Inilah iman paling
sempurna dan puncak keyakinan.
قَالَ
مُؤَلِّفُهُ حَفِظَ اللّٰهُ : قَدْ تَمَّ تَبْيِيْضُ هَذَا الكِتَابِ عَصْرِ
يَوْمِ الجُمْعَةِ المُبَارَكِ السَّادِسَ وَالعِشْرِيْنَ مِنْ شَهْرِ جُمَادِى
الأُوْلَى سنَةَ تِسْعَ وَثَلاَثِيْنَ وثَلَثَمِائَةٍ وَأَلْفٍ مِنْ هِجْرَةِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلَّمَ
Berkatalah
pengarang semoga Allah menjaganya: Sungguh telah
selesailah kitab yang berlembaran putih ini pada hari Jum’at yang penuh berkah
pada 26 Jumadil Ula Tahun 1339 Hijriah Penghulu kita Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam, semoga Allah merahmati dan melimpahkan kesejahteraan untuk
beliau, keluarga dan sahabatnya.
يَا طَالِبَ
الأَخْلَاقِ هَاكَ مُؤَلَّفَا ۞ بِنِيَّةِ مَقَاصِدِهِ عَلَى التَّحْرِيْرِ
Wahai penuntut akhlak, ambillah karangan yang
berdasarkan atas tujuan-tujuannya.
وَاعْلَمْ
بِأَنَّ المَرْءَ لَيْسَ بِمَدْرَك ۞ مِنْ أَمْرِهِ شَيْئًا بِلاَ تَيْسِيْر
Dan ketahuilah bahwa manusia tidak
mendapatkan suatu hal tanpa dimudahkan.