KAJIAN TANWIRUL QULUB (PERTEMUAN :1)





PENGAJIAN ALUMNI DAARUS SA’ADAH II

KITAB TANWIRUL QULUB

M.RIFQY AZIZ SYAFEI

 

 

الحلقة الاولى

PERTEMUAN PERTAMA

 


BAGIAN 1 : PEMBACAAN KITAB


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْد لِلَّهِ الَّذِي تَوَحَّدَ بِجَلَالِ مَلَكُوتِهِ، وَتَفَرَّدَ بِجَمَالِ جَبَرُوتِهِ، لَهُ الصِّفَاتُ الْمخُتْصَةُ بِحَقِّهِ، وَالْآيَاتُ الدَّالَّةُ عَلَى أَنَّهُ غَيْرُ مُشَبِّهٍ بِـخَلْقِهِ، فَسُبْحَانَهُ مِنْ إِلَهٍ أَذْهَلَ الْعُقُولَ عَنِ الْوُصُولِ إِلَى كُنْهِ ذَاتِهِ الْأَبَدِيَّةِ، وَأَدْهَشَ الْخَوَاطِرَ عَنِ الْإِحَاطَةِ بِجَلِيلِ صِفَاتِهِ السَّرْمَدِيَّةِ، وَهُوَ الْمَعْرُوفُ بِالرُّبُوبِيَّةِ وَالْمَوْصُوفُ بِالْأُلُوهِيَّةِ، مَنْ ذَاقَ حَلَاوَةَ أُنْسِهِ رَأَى مِنْ لُطْفِهِ الْعَجَائِبَ، وَظَفِرَ مِنْهُ بِنَيْلِ الْمَأَرِبِ، وَمَنْ أَمَلَ سِوَاهُ أَبْعَدَهُ وَأَشْقَاهُ ( أَحْمَدُهُ ) حَمْدَ عَبْدٍ غَرَقَ فِي بِـحَارِ نِعْمَتِهِ ( وَأَشْكُرُهُ ) شُكْرَ عَبْدٍ أَخْلَصَ فِي طَاعَتِهِ فَهَامَ فِي مَحَبَّتِهِ

 

Kami mulai mengaji dengan menyebut nama Allah yang memberikan ni’mat besar didunia dan akhirat dan memberikan ni’mat khusus diakhirat saja

 

Segala puji bagi Allah Yang Menyendiri dengan keagungan malakiitNya dan Manunggal dengan keindahan jabarit-Nya. Dzat yang memiliki sifa-tsifat istimewa yang tidak dimiliki oleh siapa pun. Dzat yang pemilik tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Dia tidak serupa dengan makhlukNya. Mahasuci Allah, yaitu tuhan yang membuat akal menjadi bingung hingga tidak mampu memahami hakikat Dzat-Nya yang abadi, Mahasuci Allah yaitu tuhan yang membuat heran hati hingga tidak bisa sepenuhnya meliputi keagungan sifat-sifat-Nya yang sempurna nan lestari. Dialah Dzat yang dikenal dengan sifat rububiyyah dan disifati dengan sifat uliihiyyah. Barangsiapa telah merasakan manis keakraban dengan-Nya, niscaya dia akan melihat berbagai keajaiban dari kelembutanNya, akan memperoleh segala yang dia dambakan. Sedangkan orang yang mengharap selain Dia, niscaya akan dijauhi dan dicelakakan-Nya. Aku memuji-Nya dengan seperti pujian seorang hamba yang tenggelam dalam lautan nikmat-Nya. Aku bersyukur kepada-Nya dengan syukur seorang hamba yang ikhlash dalam ketaatan kepada-Nya serta larut dalam kecintaan kepada-Nya.

 

(وَأَشْهَدُ) أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْمُتَعَالِي عَنِ الْمُشَارَكَةِ وَالْمُشَاكَلَةِ شَهَادَةً أَتَخَلَّصُ بِهَا مِنَ النَّزَعَاتِ وَأَعْلُو بِهَا إِلَى أَرْقَى الدَّرَجَاتِ (وَأَشْهَدُ) أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي بَعَثَهُ اللهُ بِالْبَيَانِ فَأَظْهَرَ دِينَهُ اَلْقَوِيمَ عَلَى سَائِرِ الْأَدْيَانِ .

 

Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah semata, Dia Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia Yang Mahasuci dari kesertaan dan keserupaan, dengan kesaksian yang karenanya aku bisa selamat dari berbagai petaka dan terus mendaki hingga mencapai derajat-derajat yang tinggi. Dan aku bersaksi bahwa Sayyidina Muhammad adalah hamba dan rasulNya yang telah diutus Allah untuk membawa risalah yang terang nan Jelas, agama yang lurus yang datang menyempurnakaan semua agama yang telah diturunkan sebelumnya.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ إِمَامِ الْأَنْبِيَاءِ وَتَاجِ الْأَصْفِيَاءِ اَلْمَبْعُوثِ بِالْآيَاتِ الْبَاهِرَةِ وَالْمُعْجِزَاتِ الْفَاخِرَةِ، إِنْسَانٍ عيْنِ الْوُجُودِ وَالسَّبَبِ فِي كُلِّ مَوْجُودٍ، وَجَازَهُ اَللَّهُمَّ عَنَّا أَفْضَلَ مَا جَازَيْتَ بِهِ نَبِيًّا عَنْ أُمَّتِهِ وَأَنْفَعْنَا اَللَّهُمَّ بِمَا اِنْطَوَتْ عَلَيْهِ ضَمَائِرُنَا مِنْ مَحَبَّتِهِ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَوْلَادِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَحْبَابِهِ صَلَاةً وَسَلَامًا لَا يَعْتَرِيهِمَا اِنْصِرَامٌ دَائِمَينَ مُتَلَازِمَينَ عَلَى مَمَرِّ الدُّهُورِ وَالْأَيَّامِ : (أَمَّا بَعْدُ)


Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat disertai pengagungan), salam (kesejahteraan) dan keberkahan (bertambahnya kebaikan) kepada Baginda kami Nabi Muhammad Sang Pemimpin para nabi, mahkota orang-orang suci, panutan kami yaitu nabi Muhammad yang telah diutus dengan membawa ayat-ayat yang terang dan mukjizat-mukjizat yang agung, Sayyidina Muhammad yang merupakan manusia sejati dan sebab segala maujud. Ya Allah, sampaikanlah balasan dan terima kasih kami kepada beliau, balasan yang lebih dari para nabi dari umat-umat terdahulu. Ya Allah, berilah kami manfaat dari cinta kami kepada beliau saw. yang tersimpan di dalam hati kami, juga cinta kami kepada keluarga dan para sahabat beliau, serta cinta kami kepada putra putrinya, istri-istrinya dan orang-orang yang dicintainya. Ya Allah, limpahkanlah padanya shalawat dan salam yang kekal, shalawat dan salam yang senantiasa mengalir dan tidak terputus dengan berlalunya waktu dan hari-hari.

 

BAGIAN 2 : RANGKUMAN PENJELASAN

 

Pada redaksi kitab tanwirul dibagian kata pengantar terdapat aspek pokok, yaitu : Pertama, pernyataan basmalah. Kedua, pernyataan hamdalah & syukur. Ketiga, pernyataan syahadat. Keempat, pernyataan shalawat & Salam. Kelima, Fasl Khitob. Keenam, Perkenalan diri & Faktor yang melatar belakangi penulisan kitab tanwirul Qulub. Ketujuh, outline atau gambaran umum isi dari kitab tanwirul qulub yang mencakup tiga disiplin ilmu yaitu ilmu tauhid, fiqih, dan tasawuf. Bagian kata pengantar ini ditutup dengan doa dan harapan msuhonif agar kitab ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya baik dari kalangan khusus (pelajar) maupun kalangan umum.

 

Mushonif (penulis kitab) mengawali kitabnya dengan basmalah karena beberapa faktor, diantaranya adalah tiga hal : pertama, mengikuti susunan tartib al-qur’an karim yang diawali dengan basmalah. Kedua, mengikuti kebiasaan nabi dalam bersurat yang mengawalinya dengan tulisan basmalah. Ketiga, karena mengamalkan hadis “kullu amrin dzi balin la yubda’u fihi bi bismillahirohmanirohim fa huwa aqtho”. Derajat & Status hadis ini dimata analisa para ahli hadis adalah ikhtilaf (terdapat perbedaan pendapat) sebagian ada yang menilainya dhoif, sebagian menilainya hasan, sedangkan sebagian lain menilainya shahih. Imam Zai’lai, Al-Hafidz Abu Thahir, dan Syeikh Salim bin Ied Al-Hilaliy menilai hadis ini dhoif. Imam Ibnu Hajar, Imam Nawawi dan Syeikh Nawawi Banten menilai hadis ini Hasan li dzatih. sedangkan Imam Ibnu Mulaqin dan imam ibnu daqiq al-ied menilai hadis ini shahih. Kesimpulannya hadis ini dapat dijadikan sumber sekunder sebagai dalil bahwa sunnah untuk mengawali sesuatu yang dinilai baik oleh syara’. Adapun menjadikan hadis ini sebagai sumber primer dalam menetapkan hukum sunnah maka hanya dapat berlaku pada para ulama yang menilai hadis ini hasan atau shahih saja.

 

Arti dan tafsir dari basmalah itu sendiri berdasarkan Tafsir Al-Munir karya Dr. Wahbah Zuhaili adalah “aku memulai dengan menyebut nama Allah, mengingatnya, dan mensucikannya sebelum sesuatu apapun, seraya memohon pertolongan kepadanya dalam segala urusannya, sesungguhnya Allah adalah tuhan yang hak disembah, tuhan yang lapang rahmatnya meratai segala sesuatu, tuhan yang memberikan ni’mat besar dan ni’mat yang kecil (rinci/lanjutan), tuhan yang maha baik (memberi fadhilah) dengan senantiasa memberikan fadhilah (keutamaan), rahmat, dan berbuat baik. Allah mengajarkan kita bagaimana cara mengawali setiap ucapan dan perbuatan baik yang kita lakukan, yaitu dengan basmalah, ia diperintahkan secara dzat nya, sebagai bentuk pernyataan dari diri kita atas permohonan akan pertolongan dari nama Allah yang maha Agung.

 

Mushonif melanjutkan muqodimahnya dengan hamdalah setelah basmalah karena beberapa faktor, diantaranya adalah dua hal : Pertama, mengikuti tartib susunan mushaf al-qur’an yang menuliskan hamdalah setelah basmalah. Kedua, mengamalkan hadis “kullu amrin dzi balin la yubda’u fihi bi hamdi lillahi fahuwa aqtho”. Derajat dan Status hadis ini sama dengan hadis basmalah yang telah diurai. Seusai mengucapkan hamdalah mushonif melengkapi dengan syukur dengan redaksi “wa asykuruhu”.

 

“Hamdu” adalah sanjungan kepada Allah karena sifat-sifat-Nya yang indah. Sedangkan “asy-syukru” adalah sanjungan kepada Allah karena nikmat-Nya dan bisa berupa ucapan maupun perbuatan. Unsur-unsur penting dari makna “al-hamdu” sebagaimana diterangkan oleh pakar-pakar bahasa adalah diungkapkan “bil-lisan” (dengan ucapan), mengandung unsur “ta’ajjub” (kekaguman), mengandung unsur “ta’zhim” (menghebatkan), dan mengapresiasi “shifat” (karakter/watak/tabiat) yang mengundang decak kagum. Adapun unsur-unsur terpenting dari “asy-syukru” adalah, ia bisa diungkapkan dengan “qoul” (ucapan) atau “fi’il” (perbuatan), mengandung unsur “i’tirof” (mengakui jasa / kebaikan orang), mengandung unsur “ta’zhim” (menghebatkan), dan mengapresiasi ‘in’am” (kebaikan / jasa / pemberian ni'mat)

 

Arti dan tafsir dari hamdalah itu sendiri berdasarkan Tafsir Al-Munir karya Dr. Wahbah Zuhaili adalah mengakui bahwa segala bentuk sanjungan itu hanyalah hak Allah semata karena satu-satunya Tuhan dari segala sesuatu. Allah mengajarkan kita bagaimana cara makhluk memuji Nya atas segala kebaikan dan ni’mat-ni"mat yang diberikan oleh-Nya, yaitu dengan mengucapkan “alhamdu lillahi robbil alamain”

 

Hamdalah yang diutaran oleh mushonif pada kitab ini adalah sebanyak dua kali. Pertama adalah redaksi “alhamdu lillah” dengan jumlah ismiyah. Kedua, adalah “ahmaduhu”. Jumlah ismiyah dalam ilmu lughoh memiliki faidah istimror (berkesinambungan), tsubut (ketetapan) dan dawam (terus menerus), maka pujian mushonif yang pertama dengan jumlah ismiyah menyiratkan ma’na “segala pujian itu terus menerus untuk Allah, ketetapannya dan senantiasanya hanya untuk Allah”. Jumlah Fi’liyah dalam ilmu lughoh memiliki faidah tajadud (terus diperbaharui berulang-ulang) dan hudus (muncul tercipta), maka pujian mushonif yang kedua dengan jumlah fi’liyah menyiratkan ma’na “ Aku memuji Allah berulang-ulang, selalu memuji Allah. Dan pujian ini senantiasa berulang-ulang tidak pernah berhenti“ cara memuji Allah dengan jumlah ismiyah lalu diikuti dengan jumlah fi’liyah merupakan salah satu cara nabi muhammad SAW memujI Allah SWT sebagaimana dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh imam nasa’i & imam muslim dengan redaksi “innal hamda lillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu”

 

Mushonif melanjutkan muqodimahnya dengan Syahadat. Syahadat sendiri artinya adalah mengetahui, meyakini, sekaligus menyatakan. Syahadat secara umum terbagi menjadi dua yaitu Pertama, syahadat tauhid yaitu kesaksian bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di semesta ini. Kedua, syahadat Rosul yaitu kesaksian bahwa Nabi Muhammad adalah hambda dan utusan Allah SWT. Redaksi syahadat yang digunakan mushonif “asyhadu an la ilaha illauhlah” dan “asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluh”.

 

Arti dari syahadat tauhid diatas sebagaiman dijelaskan oleh para ulama ushuludin seperti imam as-sanusi dalam ummul barohin adalah “aku mengetahui, meyakini, serta menyatakan bahwa tiada dzat yang berhak disembah kecuali Allah, dzat yang tidak butuh pada apapun sedangkan segala sesuatu bergantung dan butuh kepada-Nya” . Ketika menyatakan bahwa “Allah adalah Tuhan dan dzat yang tidak butuh apa-apa sedangkan segala sesuatu butuh kepada-Nya” secara tidak langsung, kata-kata tersebut menunjukkan pula bahwa kita meyakini dan menyatakan bahwa : pertama, Allah itu tersifati segala sifat kesempurnaan seperti sifat wajib. Allah itu tersucikan dari segala sifat kekurangan seperti sifat mustahil. Ketiga, jaiz bagi Allah untuk melakukan perkara yang mungkin seperti menciptakan alam, meniadakan alam, mengutus para nabi & rosul, dan semisalnya. Arti dari syahadat rasul diatas sebagaiman dijelaskan juga oleh para ulama ushuludin seperti imam as-sanusi dalam ummul barohin adalah aku mengetahui, meyakini, serta menyatakan bahwa nabi muhammad adalah hamba Allah dan Utusannya”. Ketika menyatakan bahwa “Allah adalah Tuhan dan dzat yang tidak butuh apa-apa sedangkan segala sesuatu butuh kepada-Nya” secara tidak langsung, kata-kata tersebut menunjukkan pula bahwa kita meyakini dan menyatakan bahwa Nabi Muhmmad pasti tersifati sifat kemulian seperti sidiq amanah fathonah dan tabligh, meyakini dan menyatakan bahwa mustahil nabi muhammad tersifat sifat kekurangan bagi rasul seperti sifat kizib (bohong), khianat (tidak terjaga dari dosa, baladah (bodoh), serta kitman (menyembuyikan hal yang Allah perintahkan untuk disampaikan), meyakini dan menyatakan bahwa nabi muhammad mungkin untuk tersifat sifat manusiawi yang tidak menurunkan derajat kenabian seperti makan dan tidur, meyakini dan menyatakan bahwa segala hal yang dibawa oleh nabi muhammad adalah benar adanya seperti berita tentang kitab-kitab suci, malaikat, surga, neraka, hari kiamat, qodho & qodar.

 

Mushonif melanjutkan muqodimahnya dengan shalawat dan salam. Maksud mushonif mengutarakn shalawat dan salam adalah untuk menjadikannya sebagai washilah atas maksud dan tujuannya kepada Allah SWT. Kata shalawat merupakan bentuk plural atau jamak dari lafadz “shalat” yang mana arti dari kata “shalat” ketika bersumber dari Allah SWT dan diperuntukan kepada para nabi dan rasul adalah “Pelimpahan rahmat disertai pengagungan” maka ma’na ringkas dari redaksi shalawat adalah “semoga Allah melimpahkan rahmat disertai pengagungan dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, anak beliau, istri beliau, dan prang yang beliau cintai".


Seusai Basmalah, Hamdalah, Syahadat, Shalawat & Salam, Mushonif menutup prolog sambutan dengan "Amma Ba'du". Kalimat “amma ba’du” disebut dengan fashlul khithab (kalimat pemisah), fungsinya untuk memisahkan konteks kalam yang berada sebelum “amma ba’du” dengan kalam lain yang berada setelahnya. Melihat kajian historis lafadz “amma ba’du”, para ulama sepakat bahwa ia diucapkan oleh nabi muhammad SAW dalam khutbah dan pembicaraanya , namun mereka berselisih tentang siapakah orang pertama yang mengucapkannya sebelum nabi muhammad SAW. berdasarkan beberapa keterangan, orang yang pertama kali menyebut “amma ba’du” adalah nabi Daud As. namun riwayat tersebut dinilai matruk oleh beberapa ulama ahli hadis.

 

Menilik kajian bahasa, lafadz Amma ba’du bisa diterjemahkan dengan arti “adapun setelahnya”. Menurut aturan dasar gramatika bahasa Arab (ilmu nahwu), pada kalimat "amma ba'du" terdiri dari dua lafaz, yaitu أمّا dan بعد. Apabila diurai satu persatu dari kalimat dasarnya maka "amma" adalah kalimah huruf dan "ba'du" adalah kalimah isim. Lafadz أمَّا sebagaimana dijelaskan oleh Syeikh Thohir Yusuf Khotib dalam Mu'jam Mufashol Fil I'rob ia adalah kalimah huruf syarat, ihkbar, dan taukid yang menjadi pengganti  dari lafadz :

 مَهْمَا يَكُنْ مِنْ شَيْئٍ


Lafadz "mahma" merupakan isim syarat yang mabni sukun bermahal rofa (irob mahali) dan berkedudukan menjadi mubtada, lafadz "yakun" merupakan fi’il syarat, berupa fi’il mudhari’ tam (tidak menashobkan khobar) berirob jazm yang dijazemkan oleh "mahma", dan failnya berupa dhamir mustatir dengan mengira-ngirakan adanya lafadz "huwa" yang kembali pada "mahma" .  Jumlah dari fi'il dan fail menjadi khobar dari mubtada lafadz "mahma". Lafadz "min-syai'in"  tersusun dari dua kalimah yaitu huruf jar dan isim majrur. "Min" huruf jar disini dapat dijadikan huruf jar asli seperti dalam kitab Hasyiah Bajuri, dan dapat pula dijadikan huruf jar zaidah (huruf tambahan) seperti didalam kitab Marji' Thullab. Bila huruf "min" dijadikan huruf jar asli maka ia berfaidah bayaniyah (penjelas) dari dhomir mustatir yang marju' (kembali) kepada lafadz "mahma". Kemudian lafadz "mahma, yakun, min, dan syai'in" keseluruhannya dibuang, lalu ganti dengan "Amma" untuk menduduki posisi jumlah yang dibuang tersebut. lafadz "ba'du" merupakan isim dzorof yang dimabnikan dengan dhomah karena ada mudhof ilaih setelahnya yang dibuang, Asal taqdirnya (perkiraannya) adalah sebagai berikut :


اَمَّا بَعْدَ الْبَسْمَلَةِ وَالْحَمْدَلَةِ وَالشَّهَادَةِ وَالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ 

 

Bentuk irob dari "amma ba'du"   pada kitab Tanwirul Qulub ini dapat beragam, diantaranya adalah sebagai berikut :


(Versi pertama)


أَمَّا : حَرْفُ شَرْطٍ وَإِخْبَارٍ وَتَوْكِيدٍ مَبْنِيٍّ عَلَى اَلسُّكُونِ لَا مَحَلَّ لَهُ مِنَ الْإِعْرَابِ، وَهِيَ نَائِبَةٌ عَنْ "مَهْمَا يَكُنْ مِنْ شَيْءٍ" ، فَــ "مَهْمَا" : اِسْمُ شَرْطٍ جَازِمٌ مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفْعٍ، مُبْتَدَأٌ مَرْفُوْعٌ بِالْاِبْتِدَاءِ. وَ"يَكُنْ" : فِعْلٌ مُضَارِعٌ تَامٌّ، (أَيْ : غَيْرُ مُحْتَاجِ إِلَى خَبَرٍ بَلْ إِلَى فَاعِلٍ) مَجْزُومٌ بِـــ "مَهْمَا" وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ السُّكُونُ. و"مِنْ" : حَرْفُ جَرٍّ أَصْلِيٍّ. و "شَيْءٍٍ" : مَجْرُور بِـــ "مِنْ" وَالْجَارُ وَالْمَجْرُورُ مُتَعَلِّقٌ بِـــ "يَكُنْ"، وَالْجُمْلَةُ مِنَ الْفِعْلِ وَالْفَاعِلِ فِي مَحَلِّ رَفْعٍ، خَبَرُ الْمُبْتَدَأِ وَمَرْفُوعٌ بِهِ. وَ"بَعْدُ" ظَرْفٌ مَبْنِيٌّ لِقَطْعِهِ عَنِ الْاِضَافَةِ وَتَقْدِيرُهَا : "اَمَّا بَعْدَ الْبَسْمَلَةِ وَالْحَمْدَلَةِ وَالشَّهَادَةِ وَالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ"، وَيُبْنَى عَلَى الضَّمِ فِي مَحَل ِالنَّصْبِ عَلَى الظَّرْفِيَّةِ الزَّمَانِيَّةِ، وَالظَّرْفُ مُتَعَلِّقٌ بِفِعْلِ الشَّرْطِ الْمَحْذُوفِ وَهُوَ " يَكُنْ " ، وَمَا بَعْدَ الْفَاءِ جَوَابُ الشَّرْطِ.


(Versi kedua)


أَمَّا : حَرْفُ شَرْطٍ وَإِخْبَارٍ وَتَوْكِيدٍ، مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ لَا مَحَلَّ لَهُ مِنَ الْإِعْرَابِ، وَهِيَ نَائِبَةٌ عَنْ "مَهْمَا يَكُنْ مِنْ شَيْءٍ" ، فَــ "مَهْمَا" : اِسْمُ شَرْطٍ جَازِمٌ مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفْعٍ، مُبْتَدَأٌ مَرْفُوْعٌ بِالْاِبْتِدَاءِ. وَ"يَكُنْ" : فِعْلٌ مُضَارِعٌ تَامٌّ، (أَيْ : غَيْرُ مُحْتَاجِ إِلَى خَبَرٍ بَلْ إِلَى فَاعِلٍ)، مَجْزُومٌ بِـــ "مَهْمَا" وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ السُّكُونُ . و "مِنْ" : حَرْفُ جَرٍّ زائدٌ. و "شَيْءٍ" : مَجْرُورٌ بِـــ"مِنْ" لَفْظًا، مَرْفُوْعٌ مَحَلاً عَلَى أَنَّهُ فَاعِلُ "يَكُنْ"؛ وَالْجُمْلَةُ مِنَ الْفِعْلِ وَالْفَاعِلِ فِي مَحَلِ رَفْعٍ خَبَرُ الْمُبْتَدَأِ، وَالْجُمْلَةُ مِنَ الْفِعْلِ وَالْفَاعِلِ فِي مَحَلِّ رَفْعٍ، خَبَرُ الْمُبْتَدَأِ وَمَرْفُوعٌ بِهِ. وَ"بَعْدُ" ظَرْفٌ مَبْنِيٌّ لِقَطْعِهِ عَنِ الْاِضَافَةِ وَتَقْدِيرُهَا : اَمَّا بَعْدَ الْبَسْمَلَةِ وَالْحَمْدَلَةِ وَالشَّهَادَةِ وَالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ، وَيُبْنَى عَلَى الضَّمِ فِي مَحَل ِالنَّصْبِ عَلَى الظَّرْفِيَّةِ الزَّمَانِيَّةِ، وَالظَّرْفُ مُتَعَلِّقٌ بِفِعْلِ الشَّرْطِ الْمَحْذُوفِ وَهُوَ "يَكُنْ" ، وَمَا بَعْدَ الْفَاءِ جَوَابُ الشَّرْطِ.


Sebagian ulama lain ada yang membuang "Amma" seraya menggantinya dengan wawu, maka menjadi "wa ba'du". Wawu di sini merupakan kalimah huruf yang berkedudukan menjadi penggantinya "amma" yang merupakan pengganti dari "mahma yakun min sya'in".


Adapun kajian bahasa dalam bidang morfologi (shorof) maka susunan lafadz "amma ba'du" tidak termasuk kedalam bahasan ilmu shorof, mengapa demikian ? Karena susunan lafadz "Amma Ba'du" terdiri dari kalimah huruf yaitu "amma" dan isim jamid yaitu "ba'du", sedangkan ilmu shorof tidak membahas hal itu. pada hakikatnya ilmu shorof hanya membahas isim mu'rob yang musytaq dan Fi'il Mutashorif saja. Sedangkan untuk kalimah huruf, isim jamid, isim mabni, dan Fiil Ghoir Mutashorif bukanlah merupakan ruang lingkup bahasan ilmu shorof seperti penjelasN imam Ibnu Malik dalam Alfiyah pada awal bab Tashrif sebagi berikut ini :

 

حَرْفٌ وَشِبْهُهُ مِنْ الْصَّرْف بَرِي

وَمَا سِوَاهُمَا بِتَصْرِيْفٍ حَرِي


Kalimah huruf dan perkara yang menyerupainya itu terbebas dari tashrif.  Sedangkan selain dari keduanya itu layak untuk di-tashrif-kan

 

Berdasarkan dari muqodimah kitab ini secara umum dapat dipelajari bahwa segala hal itu membutuhkan proses, tidak bisa tiba-tiba muncul dan langsung masuk kepada tujuan melainkan secara bertahap memasuki tujuan sebagaimana penjelasan dalam kitab yang berproses dengan basmalah, hamdalah, syahadat, shalawat, salam, fasl khitob, dan seterusnya begitupun hidup. Manusia dan alam tidak tercipta begitu saja, melainkan terdapat pertumbuhan dan tahapan demi tahapan dari kecil menjadi dewasa, dari mentah menjadi matang, dari kosong menjadi isi, dari isi menjadi kosong, dari tidak ada menjadi ada, hingga dari ada kembali menjadi tidak ada. Proses ini merupakan aturan dan petunjuk nyata bahwa “Tuhan itu ada” dan "senantiasa ada merawat makhluknya”. Dengan demikian, segala hal yang kita lihat saat ini bukan hanya bermakna wujud fisik yang ada sekarang kita dapati dengan panca indra saja, lebih dalam lagi ia mengandung asal muasal dan cerita yang mengantarkannya sampai kepada keaadan saat ini. Sebagai contoh, saat kita melihat manusia, hendaknya kita tidak terburu-buru menghakimi bahwa ia “baik” atau “jahat” hanya berdasarkan keadaanya pada dimensi waktu saat ini saja, ada waktu yang berlalu dan proses yang sudah terlaksana tanpa kita sadar secara bertahap menghasilkan keberadaannya yang sekarang, jadi jangan sampai kita seperti iblis yang hanya melihat tanah dan lumpur ketika melihat adam, namun lihatlah lebih dalam bahwa dengan tanah banyak sekali kemanfaatan yang terhasilkan berkat proses yang disertainya, seperti nasi yang berawal dari padi yang ditanam didalam tanah, rumah mewah yang berasal dari tanah liat dengan pondasi utamanya, dan tempat tubuh kita bersandar saat ini pun bertumpu pada tanah yang terlihat kotor, kumuh, dan hina. Maka yang terpenting adalah sudahkah kita mulai berproses menjadi lebih baik dari kemarin atau ternyata waktu yang kita lewati hanya terbuang sia-sia dengan cangkang kosong yang bangun, melihat, mendengar dan berjalan tanpa arah dan tujuan.

 

والله اعلم بالصواب